BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
 
 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ المُثَنَّى، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَيُّوبُ، عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ "


Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi berkata, telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Dijadikannya Allah dan RasulNya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka.”

PENJELASAN DALAM KITAB FATHU AL-BARIY

Sesungguhnya manis adalah buah daripada iman. Untuk itu ketika disebutkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagian daripada iman, maka dijelaskan setelah itu bahwa cinta tersebut akan membuahkan sesuatu yang manis.

Lafaz kalimat (حلاوة الإيمان) dalam ilmu balaghah kalimat ini disebut isti’arah takhyiliyyah, yang menyamakan rasa cinta seorang mukmin terhadap keimanan dengan sesuatu yang manis. Hadis ini mengisyaratkan tentang orang yang sakit dan orang yang sehat. Orang yang sehat akan merasakan manisnya madu, sedangkan orang yang menderita sakit kuning misalnya, rasa tersebut akan berubah menjadi pahit. Imam Al-Bukhari menggunakan bentuk isti’arah (pengandaian) untuk menjelaskan naik dan turunnya keimanan seseorang. Syaikh Abu Muhammad bin Abu Jamrah mengatakan bahwa penggunaan istilah “manisnya iman” dikarenakan Allah Ta’ala menyamakan iman dengan sebatang pohon, sebagaimana dalam firman-Nya: “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik.” Kalimat dalam firman tersebut adalah kalimat ikhlash (makna yang terkandung dalam Surah Al-Ikhlas), sedangkan pohon tersebut adalah dasar keimanan, rantingnya adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, daunnya adalah perbuatan taat, dan manisnya buah adalah buah yang sudah siap untuk dipetik, karena buah yang siap untuk dipetik menunjukkan manisnya buah tersebut.

Lafaz kalimat (أحب إليه) (lebih cinta kepadanya). Imam Baidhawi mengatakan, maksud cinta di sini adalah cinta yang menggunakan akal. Artinya kecintaan tersebut lebih mengutamakan akal sehat, walaupun harus bertentangan dengan hawa nafsu. Seperti orang yang menderita sakit, pada dasarnya enggan untuk minum obat, namun karena akalnya mengatakan bahwa obat adalah alat yang dapat menyembuhkan penyakit, akhirnya akal memilih untuk minum obat. Pilihan akal inilah yang membuat nafsu orang sakit tersebut untuk minum obat. Apabila manusia menganggap bahwa larangan dan perintah Allah Ta’ala pasti akan mendatangkan manfaat, dan akal pun cenderung membenarkan hal tersebut, maka orang tersebut akan membiasakan diri untuk melaksanakan semua perintah tersebut. Dengan demikian dalam masalah ini secara otomatis hawa nafsu seseorang akan mengikuti kemauan akal, artinya kemauan akal adalah kesadaran akan arti sesuatu yang sempurna dan baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan tiga perkara tersebut sebagai tanda kesempurnaan iman seseorang, karena jika seseorang telah meyakini bahwa sang pemberi nikmat hanya karena Allah Ta’ala, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan apa yang diinginkan oleh Allah Ta’ala, maka menjadi keharusan bagi manusia untuk mengorientasikan semua yang dilakukannya hanya untuk Allah Ta’ala semata, sehingga ia tidak menyukai dan membenci kecuali apa yang disukai dan dibenci oleh Allah Ta’ala, dan tidak menyukai seseorang kecuali hanya karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Ia yakin bahwa semua yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala akan menjadi kenyataan, dengan demikian zikir kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah surga dan kembali kepada kekufuran adalah neraka. Hadis ini dibenarkan dalam firman Allah Ta’ala: “Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak,” sampai firman, “Lebih kamu cintai dari pada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya,” kemudian Allah Ta’ala mengancam akan hal tersebut dengan janjinya fatarabbashuu (maka tunggulah).

Makna hadis ini telah mengisyaratkan kepada manusia untuk selalu melaksanakan keutamaan dan meninggalkan kehinaan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa cinta kepada Allah Ta’ala mencakup dua hal: pertama, fardhu adalah kecintaan yang mendorong manusia untuk melaksanakan segala macam perintah-Nya, meninggalkan segala macam maksiat dan ridha kepada ketetapan-Nya. Barangsiapa yang terjerumus dalam kemaksiatan, melaksanakan yang diharamkan dan meninggalkan yang wajib, maka dia telah lalai dan lebih mengedepankan hawa nafsunya dari pada kecintaan kepada Allah Ta’ala. Orang yang lalai terkadang lebih menyukai dan memperbanyak perbuatan-perbuatan yang mubah. Perilaku ini akan melabirkan ketidakpedulian sehingga orang tersebut akan dengan mudah terperosok ke dalam maksiat yang menimbulkan penyesalan.

Kedua, Sunnah adalah membiasakan diri untuk melaksanakan salat sunnah dan berusaha meninggalkan hal-hal yang syubhat. Perilaku orang yang demikian ini masih jarang ditemukan.

Di samping itu termasuk cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tidak melaksanakan perintah atau tidak menjauhi larangan kecuali ada cahaya penerang dari Beliau, dengan demikian orang tersebut akan selalu berjalan di atas jalan yang sudah digariskan. Orang yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pasti akan meridhai syariat yang dibawanya dan berperangai seperti akhlaknya, seperti dermawan, mulia, sabar dan rendah hati. Oleh sebab itu orang yang berupaya untuk melakukan perbuatan seperti di atas, niscaya akan menemukan manisnya iman.

Syaikh Muhyidin mengatakan, “Hadis ini mengandung makna yang mulia, karena hadis ini merupakan dasar agama. Adapun makna “manisnya iman” adalah kelezatan dalam melaksanan ketaatan dan kemampuan menghadapi kesulitan dalam agama, serta mengutamakan agama daripada hal-hal yang berbau keduniaan. Cinta kepada Allah Ta’ala dapat dicapai dengan ketaatan dan meninggalkan segala yang melanggar aturan-Nya. Konsekuensi seperti ini tetap sama, bila kita mencintai Rasul-Nya. “Begitu pula bila kita mencintai Rasul-Nya, konsekuensinya tetap sama seperti ini.”

Kata yang dipakai dalam hadis tersebut adalah “apa aja” bukan “siapa saja”. Hal ini berfungsi untuk menekankan bahwa makna hadis ini umum mencakup semua benda hidup yang mempunyai akal dan yang tidak mempunyai akal.

Lafaz kalimat (وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يلقي في النار) Abu Nu’aim menambahkan dalam Kitab Al-Mustakhraj dari jalur Sufyan dari Muhammad bin Al-Mutsna, guru Imam Al-Bukhari, dengan kalimat (بعد إذ أنقذه الله منه) (setelah diselamatkan Allah Ta’ala dari kekufuran). Redaksi seperti ini juga diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari melalui jalur yang lain. Kata “inqaadz” (diselamatkan) lebih umum dari pada kata “ishmah” (dijaga) sejak lahir dalam keadaan Islam atau dikeluarkan dari gelapnya kekufuran menuju cahaya iman, sebagaimana yang dialami oleh sebagian para sahabat.

Semua sanad hadis ini adalah orang Basrah. Hadis ini menjadi dalil akan keutamaan membentu kekufuran. Hadis ini dicantumkan pada bab Adab dan keutamaan cinta kepada Allah Ta’ala dengan lafaz (وحتى أن يقذف في النار أحب إليه من أن يرجع إلى الكفر بعد إذ أنقذه الله عنه) Redaksi hadis ini lebih lugas, karena hadis ini menyamakan dua perkara, yaitu dilemparkan ke dalam api dunia adalah lebih baik daripada kekufuran. Redaksi hadis seperti inilah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, An-Nasai dan Ismail dari Qatadah dari Anas.

Dalam riwayat Imam An-Nasai dari jalur sanad Thalq bin Hubaib dari Anas, ditambahkan kata (البغض) (benci), dengan demikian redaksi hadis menjadi (وأن يحب في الله يبغض في الله) (Mencintai dan membenci karena Allah Ta’ala)

PEMBAHASAN LENGKAP SYARAH KUTUB HADIS


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)


##########
 
BIMBINGAN MASUK UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Lebanon / Lebanon - Maroko / Maroko - Mesir / Mesir- Pakistan / Pakistan - Sudan / Sudan - Qatar / Qatar - Saudia Arabia / Arab Saudi  Tunisia / Tunisia - Suriah - Yaman / Yaman - Turki - Yordania / Yordania BIMBINGAN BELAJAR MASUK GONTOR : Putra - Putri CONTOH SOAL TES SELEKSI UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Tahun 2010 - Tahun 2011 - Tahun 2012 - Tahun 2014 - Tahun 2015 - Tahun 2016 - Tahun 2017 BELAJAR ILMU KEISLAMAN : Rumah Tahfidz - Ilmu Keislaman - Kursus Bahasa Arab PINTAR TOAFL : Panduan (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Sima'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Qira'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5 / 6 / 7 / 8) Tarakib (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Kitabah (1 / 2 / 3) Kunci Jawaban (1 / 2 / 3 / 4) KAMUS BAHASA ARAB : Idiom (1) BAB KEILMUAN ISLAM : Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq
##########