PANDUAN SUKSES TES TOAFL
TEACHING & LEARNING SYLLABUS: ISLAMIC STUDIES IN MIDDLE EAST
Bait Syariah Indonesia – The Indonesiana Center
TES TOAFL MASUK PERGURUAN TINGGI DI TIMUR TENGAH & UNIVERSITAS ISLAM DI INDONESIA - MAHIR & SUKSES LULUS TES TOAFL SKOR TINGGI (BAGIAN 4)
Al-I’dad Ad-Dirasiy li Ath-Thalib Al-Faqir ila ‘Ilmi Rabbihi
TES KETIGA: Kemampuan Menyusun Kata Sesuai Kaidah Berbahasa Arab/Maharatu At-Tarakib wa Al-‘Ibarat
Seluruh bahasa di dunia tentu memiliki gaya aturan bahasa yang bervariasi, begitu pula dengan bahasa Arab. Jika dalam bahasa Inggris, ketatabahasaan disebut grammar, maka dalam bahasa Arab juga memiliki sistem yang mengatur bagaimana bisa mengungkapkan maksud secara benar dengan lisan maupun tulisan. Sistem keteraturan bahasa Arab disebut Tarakib yang meliputi Nahwu dan Sharaf. Sebagai seorang pemula dalam dunia bahasa Arab, belajar Tarakib hukumnya wajib mutlak. Karena di samping membantu dalam menguasai penggunaan struktur kalimat dengan tepat, belajar Tarakib akan membantu daya kreativitas dalam menggunakan kosakata secara tidak langsung.
Aspek-aspek yang diujikan adalah:
1. Bagian Pertama: Kemampuan melengkapi kalimat dengan ungkapan atau struktur baku. Jadi diharuskan memiliki kekuatan analisis gramatikal bahasa Arab. Pada bagian ini akan disuguhkan teks yang salah satu kata darinya dikurangi. Selanjutnya kalimat tersebut harus dilengkapi sehingga menjadi kalimat yang utuh menggunakan pilihan jawaban yang tersedia. Dalam mengerjakan tes ini, harus lebih berhati-hati dalam memilih jawaban yang telah disediakan. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر أنسب جواب من الأجوبة الأربعة لتكملة التراكيب الآتية
(Pilihlah jawaban yang paling tepat dari empat pilihan ganda guna melengkapi susunan kalimat sebagaimana berikut!)
Dalam bahasa Arab, susunan kalimat yang terdiri dari predikat dan subjek memiliki karakter penyesuaian. Selain itu, harus hati-hati juga dalam pemilihan jar-majrur guna melengkapi kalimat yang dikurangi. Sebab penggunaannya tidaklah sembarangan, melainkan tergantung pada kebiasaan yang dipakai oleh orang-orang Arab.
2. Bagian Kedua: Kemampuan memahami dan menganalisis penggunaan kata, ungkapan dan atau struktur yang salah dalam sebuah kalimat. Di sini diharuskan memiliki banyak pengalaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam bahasa Arab. Teks yang digunakan biasanya dilengkapi dengan garis bawah dan tanda jawaban A, B, C dan D. Kemudian diperintahkan untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban tersebut yang tergolong salah dalam struktur kalimat. Tata cara menganalisisnya dengan menggunakan kaidah-kaidah nahwu dan sharaf. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر كلمة غير مناسبة من الكلمات التي تحتها خط والتي تراها خاطئة من حيث القواعد النحوية والصرفية
(Pilihlah kata yang digarisbawahi yang tidak bersesuaian dengan kalimat-kalimat lain, yang salah menurut kaidah nahwu dan sharaf!)
3. Bagian Ketiga: Kemampuan memahami ungkapan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Pada bagian ini dituntut harus memiliki perbendaharaan kosakata yang banyak. Sehingga dalam mengerjakannya tidak mengalami kesulitan. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر أصح ترجمة عربية من الجمل الإندونيسية الآتية
(Pilihlah terjemahan bahasa Arab yang paling benar dan sesuai dengan teks bahasa indonesia berikut!)
Keseluruhan soal tes ini berupa pilihan ganda. Hal yang menarik dalam tes ini adalah rumus dan kaidah yang apabila dikuasi secara baik, maka dipastikan dapat mengantarkan ke zona aman. Cuma penguasaan arti dan pemahaman makna kalimat juga tak luput menjadi titik poin penting sebagaimana dalam unsur tes TOAFL lainnya.
Beberapa strategi dalam menghadapi tes ini:
1. Pertama, mengetahui prosedur susunan Jumlah Ismiyyah dan Jumlah Fi’liyyah.
a. Jumlah Ismiyyah adalah kalimat yang biasanya terdiri dari Mubtada’ (subjek; terletak di awal) dan Khabar (predikat/berita; terletak setelah Mubtada’). Mubtada’ dan Khabar identik berharakat dhammah (i’rab rafa’). Dan juga harus ada kesetaraan bilangan dan jender antara keduanya. Ketentuan tersebut juga berlaku apabila Khabar-nya berupa kata kerja/fi’il, maka Khabar tersebut harus mengikuti Mubtada’-nya dalams segi bilangan dan jendernya.
b. Jumlah Fi’liyyah dibagi dua:
i. Kalimat aktif adalah kalimat yang biasanya terdiri dari Fi’il (kata kerja; terletak di awal), Fa’il (subjek; terletak setelah Fi’il) dan Maf’ul Bih (objek; terletak setelah Fa’il). Dalam kalimat ini antara Fi’il dan Fa’il harus setara dalam jender. Kecuali jika antara fi’il dan fa’ilnya terdapat fashil (kalimat yang memisahkan kedua susunan tersebut), seperti jar wa majrur. Artinya, jika kata yang dijadikan fa’il berupa isim yang mu’annats maka fi’il-nya harus juga di-muannats-kan.
ii. Kalimat pasif yang terdiri dari Fi’il dan Na’ibu Al-Fa’il. Kalimat ini adalah fi’il yang diikutkan pada kaidah majhul, yang hanya berlaku pada fi’il mudhari’ dan madhi. Perlu diketahui bahwa kalimat fi’il yang di-majhul-kan hanyalah fi’il yang membutuhkan objek. Sedangkan na’ibu al-fa’il adalah kata benda yang dijadikan subjek pasif. Atau kata benda yang awalnya menjabat sebagai objek, kemudian dipindahkan menjadi fa’il (subjek) dari kata yang dibuang. Dalam kalimat ini antara Fi’il dan Fa’il harus setara dalam jender.
2. Kedua, mengetahui prosedur penggunaan Amaliyah Kana wa Akhwatuha dan Inna wa Akhwatuha. Penggunaan Amaliyah ini merubah status dan tanda i’rab yang aslinya mubtada’ menjadi isim. Begitu pula khabar yang aslinya milik mubtada’ menjadi milik amaliyah Kana dan Inna. Kata ini perusak susunan mubtada’ dan khabar maka disebut amil nawasikh (perusak) oleh para ulama nahwu.
a. Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Kana adalah (صار - أمسى – أصبح – بات – برح – ليس – زال – فتئ – انفك - دام)
b. Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Inna adalah (أن – كأن – لكن – ليت – لعل – لا النافية للجنس)
Tanda baca i’rab yang biasanya identik dengan dhammah pada mubtada’ dan khabar menjadi berubah dan memiliki aturan tersendiri. Isim Kana dan Khabar Inna identik berharakat dhammah, sedangkan Khabar Kana dan Isim Inna identik berharakat fathah.
3. Ketiga, mengetahui prosedur Amaliyah Hal dan Tamyiz.
a. Hal adalah sebuah isim yang berfungsi menjelaskan keterangan kondisi dari pemilik keadaan yang masih samar. Hal identik dengan harakat fathah (I’rab nashab).
b. Tamyiz adalah sebuah isim yang berfungsi menjelaskan keterangan dari kata yang masih samar, baik berupa benda atau bilangan. Tamyiz juga identik dengan harakat fathah (I’rab nashab).
4. Keempat, mengetahui penggunaan Tawabi’. Tawabi’ adalah sebuah kata yang menjelaskan lafaz sebelumnya, baik berfungsi sebagai sifat (na’at), penghubung (athaf), penguat (taukid), atau pengganti (badal).
a. Na’at, Taukid dan Badal memiliki syarat, yaitu: harus ada kesamaan dalam jender, bilangan, i’rab, ma’rifat dan nakirah-nya. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah kata yang disifati. Na’at terdiri atas kata benda (isim) sifat. Sedangkan i’rabnya diikutkan kepada man’ut-nya.
b. ‘Athaf hanya mensyaratkan keselarasan dalam i’rab saja, yaitu mengikuti ma’thu’ ‘alaih-nya. Susunan kalimat ini disebut juga dengan ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih.
c. Taukid adalah isim yang hukum i’rabnya mengikuti muakkad-nya (yang dikokohkan).
d. Badal adalah isim yang hukum i’rabnya mengikuti mubdal minhu. Badal fungsinya sebagai pengganti dari isim yang disebutkan sebelumnya.
5. Kelima, mengetahui Maf’ul Ma’ah, Maf’ul Muthlaq, Maf’ul Fiih dan Maf’ul Liajlih.
a. Maf’ul Ma’ah adalah isim yang dibaca nashab yang jatuh setelah wawu ma’iyah (bersamaan).
b. Maf’ul Muthlaq adalah isim yang dibaca nashab yang merupakan bentuk pengulangan dari mashdar fi’il-nya.
c. Maf’ul Fih adalah isim yang dibaca nashab yang menunjukkan waktu atau tempat.
d. Maf’ul Liajlih adalah isim yang dibaca nashab yang terbuat dari mashdar qalbi sebagai alasan dari sebuah kejadian.
6. Keenam, mengetahui Amaliyah Asma’ Istifham dan Variabel Jawaban. Dalam teori dasar bahasa Arab, jenis tuntutan pertanyaan akan memengaruhi diksi kata jawaban. Kata-kata yang menunjukkan tuntutan bahasa Arab disebut dengan Isim Istifham yang memiliki tuntutan dan variabel jawaban yang berbeda-beda. Terkadang butir soal ini berupa perintah melengkapi kata istifham atau variabel jawaban yang dikosongkan atau disuruh mencari pertanyaan yang tepat untuk sebuah jawaban. Maka, memahami Asma’ Istifham dan variabel jawabannya mutlak untuk diketahui.
7. Ketujuh, mengetahui idiom bahasa Arab. Idiom bahasa Arab adalah susunan kata (baik kata kerja atau kata benda) yang meninggalkan makna aslinya dan beralih ke arti baru yang didasarkan pada hubungannya dengan kata (biasanya huruf jar) yang menyertainya. Pada intinya, apabila menemukan soal yang perbedaan opsi jawabannya hanya pada huruf jar, seperti: من – إلى – على terkadang juga ditulis dengan huruf jar-nya saja atau bahkan nama hurufnya, seperti: الواو – الباء – اللام maka dapat dipastikan butir soal tersebut berupa idiom bahasa Arab. Maka tugas bagi peserta adalah menghafalkan fi’il beserta kata kerja yang menyertainya. Idiom ini dapat ditemukan dalam Mu’jam Al-Af’al Al-Muta’addiyyah bi Harfin.
8. Kedelapan, mengetahui variasi Jama’ Taksir. Menurut kajian ilmu Sharaf, jama’ yang menunjukkan arti lebih dari dua benda, terkategori menjadi dua macam.
a. Pertama, Jama’ Salim yaitu bentuk plural tanpa ada perubahan pada bentuk asal katanya. Apabila jama’-nya untuk jender laki-laki, maka ditambah huruf wawu dan nun (jika menjadi subjek) dan ditambah ya’ dan nun (jika menjadi objek). Apabila jama’-nya untuk jender perempuan, maka ditambah alif dan ta’. Jika menjadi subjek maka ta’-nya berharakat dhammah, jika menjadi objek maka ta’-nya berharakat kasrah.
Seluruh bahasa di dunia tentu memiliki gaya aturan bahasa yang bervariasi, begitu pula dengan bahasa Arab. Jika dalam bahasa Inggris, ketatabahasaan disebut grammar, maka dalam bahasa Arab juga memiliki sistem yang mengatur bagaimana bisa mengungkapkan maksud secara benar dengan lisan maupun tulisan. Sistem keteraturan bahasa Arab disebut Tarakib yang meliputi Nahwu dan Sharaf. Sebagai seorang pemula dalam dunia bahasa Arab, belajar Tarakib hukumnya wajib mutlak. Karena di samping membantu dalam menguasai penggunaan struktur kalimat dengan tepat, belajar Tarakib akan membantu daya kreativitas dalam menggunakan kosakata secara tidak langsung.
Aspek-aspek yang diujikan adalah:
1. Bagian Pertama: Kemampuan melengkapi kalimat dengan ungkapan atau struktur baku. Jadi diharuskan memiliki kekuatan analisis gramatikal bahasa Arab. Pada bagian ini akan disuguhkan teks yang salah satu kata darinya dikurangi. Selanjutnya kalimat tersebut harus dilengkapi sehingga menjadi kalimat yang utuh menggunakan pilihan jawaban yang tersedia. Dalam mengerjakan tes ini, harus lebih berhati-hati dalam memilih jawaban yang telah disediakan. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر أنسب جواب من الأجوبة الأربعة لتكملة التراكيب الآتية
(Pilihlah jawaban yang paling tepat dari empat pilihan ganda guna melengkapi susunan kalimat sebagaimana berikut!)
Dalam bahasa Arab, susunan kalimat yang terdiri dari predikat dan subjek memiliki karakter penyesuaian. Selain itu, harus hati-hati juga dalam pemilihan jar-majrur guna melengkapi kalimat yang dikurangi. Sebab penggunaannya tidaklah sembarangan, melainkan tergantung pada kebiasaan yang dipakai oleh orang-orang Arab.
2. Bagian Kedua: Kemampuan memahami dan menganalisis penggunaan kata, ungkapan dan atau struktur yang salah dalam sebuah kalimat. Di sini diharuskan memiliki banyak pengalaman tentang istilah-istilah yang digunakan dalam bahasa Arab. Teks yang digunakan biasanya dilengkapi dengan garis bawah dan tanda jawaban A, B, C dan D. Kemudian diperintahkan untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban tersebut yang tergolong salah dalam struktur kalimat. Tata cara menganalisisnya dengan menggunakan kaidah-kaidah nahwu dan sharaf. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر كلمة غير مناسبة من الكلمات التي تحتها خط والتي تراها خاطئة من حيث القواعد النحوية والصرفية
(Pilihlah kata yang digarisbawahi yang tidak bersesuaian dengan kalimat-kalimat lain, yang salah menurut kaidah nahwu dan sharaf!)
3. Bagian Ketiga: Kemampuan memahami ungkapan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia. Pada bagian ini dituntut harus memiliki perbendaharaan kosakata yang banyak. Sehingga dalam mengerjakannya tidak mengalami kesulitan. Sebelum memasuki materi soal, terlebih dahulu akan bertemu ungkapan:
اختر أصح ترجمة عربية من الجمل الإندونيسية الآتية
(Pilihlah terjemahan bahasa Arab yang paling benar dan sesuai dengan teks bahasa indonesia berikut!)
Keseluruhan soal tes ini berupa pilihan ganda. Hal yang menarik dalam tes ini adalah rumus dan kaidah yang apabila dikuasi secara baik, maka dipastikan dapat mengantarkan ke zona aman. Cuma penguasaan arti dan pemahaman makna kalimat juga tak luput menjadi titik poin penting sebagaimana dalam unsur tes TOAFL lainnya.
Beberapa strategi dalam menghadapi tes ini:
1. Pertama, mengetahui prosedur susunan Jumlah Ismiyyah dan Jumlah Fi’liyyah.
a. Jumlah Ismiyyah adalah kalimat yang biasanya terdiri dari Mubtada’ (subjek; terletak di awal) dan Khabar (predikat/berita; terletak setelah Mubtada’). Mubtada’ dan Khabar identik berharakat dhammah (i’rab rafa’). Dan juga harus ada kesetaraan bilangan dan jender antara keduanya. Ketentuan tersebut juga berlaku apabila Khabar-nya berupa kata kerja/fi’il, maka Khabar tersebut harus mengikuti Mubtada’-nya dalams segi bilangan dan jendernya.
b. Jumlah Fi’liyyah dibagi dua:
i. Kalimat aktif adalah kalimat yang biasanya terdiri dari Fi’il (kata kerja; terletak di awal), Fa’il (subjek; terletak setelah Fi’il) dan Maf’ul Bih (objek; terletak setelah Fa’il). Dalam kalimat ini antara Fi’il dan Fa’il harus setara dalam jender. Kecuali jika antara fi’il dan fa’ilnya terdapat fashil (kalimat yang memisahkan kedua susunan tersebut), seperti jar wa majrur. Artinya, jika kata yang dijadikan fa’il berupa isim yang mu’annats maka fi’il-nya harus juga di-muannats-kan.
ii. Kalimat pasif yang terdiri dari Fi’il dan Na’ibu Al-Fa’il. Kalimat ini adalah fi’il yang diikutkan pada kaidah majhul, yang hanya berlaku pada fi’il mudhari’ dan madhi. Perlu diketahui bahwa kalimat fi’il yang di-majhul-kan hanyalah fi’il yang membutuhkan objek. Sedangkan na’ibu al-fa’il adalah kata benda yang dijadikan subjek pasif. Atau kata benda yang awalnya menjabat sebagai objek, kemudian dipindahkan menjadi fa’il (subjek) dari kata yang dibuang. Dalam kalimat ini antara Fi’il dan Fa’il harus setara dalam jender.
2. Kedua, mengetahui prosedur penggunaan Amaliyah Kana wa Akhwatuha dan Inna wa Akhwatuha. Penggunaan Amaliyah ini merubah status dan tanda i’rab yang aslinya mubtada’ menjadi isim. Begitu pula khabar yang aslinya milik mubtada’ menjadi milik amaliyah Kana dan Inna. Kata ini perusak susunan mubtada’ dan khabar maka disebut amil nawasikh (perusak) oleh para ulama nahwu.
a. Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Kana adalah (صار - أمسى – أصبح – بات – برح – ليس – زال – فتئ – انفك - دام)
b. Lafaz yang memiliki peran sebagaimana Inna adalah (أن – كأن – لكن – ليت – لعل – لا النافية للجنس)
Tanda baca i’rab yang biasanya identik dengan dhammah pada mubtada’ dan khabar menjadi berubah dan memiliki aturan tersendiri. Isim Kana dan Khabar Inna identik berharakat dhammah, sedangkan Khabar Kana dan Isim Inna identik berharakat fathah.
3. Ketiga, mengetahui prosedur Amaliyah Hal dan Tamyiz.
a. Hal adalah sebuah isim yang berfungsi menjelaskan keterangan kondisi dari pemilik keadaan yang masih samar. Hal identik dengan harakat fathah (I’rab nashab).
b. Tamyiz adalah sebuah isim yang berfungsi menjelaskan keterangan dari kata yang masih samar, baik berupa benda atau bilangan. Tamyiz juga identik dengan harakat fathah (I’rab nashab).
4. Keempat, mengetahui penggunaan Tawabi’. Tawabi’ adalah sebuah kata yang menjelaskan lafaz sebelumnya, baik berfungsi sebagai sifat (na’at), penghubung (athaf), penguat (taukid), atau pengganti (badal).
a. Na’at, Taukid dan Badal memiliki syarat, yaitu: harus ada kesamaan dalam jender, bilangan, i’rab, ma’rifat dan nakirah-nya. Na’at adalah sifat, sedangkan man’ut adalah kata yang disifati. Na’at terdiri atas kata benda (isim) sifat. Sedangkan i’rabnya diikutkan kepada man’ut-nya.
b. ‘Athaf hanya mensyaratkan keselarasan dalam i’rab saja, yaitu mengikuti ma’thu’ ‘alaih-nya. Susunan kalimat ini disebut juga dengan ma’thuf dan ma’thuf ‘alaih.
c. Taukid adalah isim yang hukum i’rabnya mengikuti muakkad-nya (yang dikokohkan).
d. Badal adalah isim yang hukum i’rabnya mengikuti mubdal minhu. Badal fungsinya sebagai pengganti dari isim yang disebutkan sebelumnya.
5. Kelima, mengetahui Maf’ul Ma’ah, Maf’ul Muthlaq, Maf’ul Fiih dan Maf’ul Liajlih.
a. Maf’ul Ma’ah adalah isim yang dibaca nashab yang jatuh setelah wawu ma’iyah (bersamaan).
b. Maf’ul Muthlaq adalah isim yang dibaca nashab yang merupakan bentuk pengulangan dari mashdar fi’il-nya.
c. Maf’ul Fih adalah isim yang dibaca nashab yang menunjukkan waktu atau tempat.
d. Maf’ul Liajlih adalah isim yang dibaca nashab yang terbuat dari mashdar qalbi sebagai alasan dari sebuah kejadian.
6. Keenam, mengetahui Amaliyah Asma’ Istifham dan Variabel Jawaban. Dalam teori dasar bahasa Arab, jenis tuntutan pertanyaan akan memengaruhi diksi kata jawaban. Kata-kata yang menunjukkan tuntutan bahasa Arab disebut dengan Isim Istifham yang memiliki tuntutan dan variabel jawaban yang berbeda-beda. Terkadang butir soal ini berupa perintah melengkapi kata istifham atau variabel jawaban yang dikosongkan atau disuruh mencari pertanyaan yang tepat untuk sebuah jawaban. Maka, memahami Asma’ Istifham dan variabel jawabannya mutlak untuk diketahui.
7. Ketujuh, mengetahui idiom bahasa Arab. Idiom bahasa Arab adalah susunan kata (baik kata kerja atau kata benda) yang meninggalkan makna aslinya dan beralih ke arti baru yang didasarkan pada hubungannya dengan kata (biasanya huruf jar) yang menyertainya. Pada intinya, apabila menemukan soal yang perbedaan opsi jawabannya hanya pada huruf jar, seperti: من – إلى – على terkadang juga ditulis dengan huruf jar-nya saja atau bahkan nama hurufnya, seperti: الواو – الباء – اللام maka dapat dipastikan butir soal tersebut berupa idiom bahasa Arab. Maka tugas bagi peserta adalah menghafalkan fi’il beserta kata kerja yang menyertainya. Idiom ini dapat ditemukan dalam Mu’jam Al-Af’al Al-Muta’addiyyah bi Harfin.
8. Kedelapan, mengetahui variasi Jama’ Taksir. Menurut kajian ilmu Sharaf, jama’ yang menunjukkan arti lebih dari dua benda, terkategori menjadi dua macam.
a. Pertama, Jama’ Salim yaitu bentuk plural tanpa ada perubahan pada bentuk asal katanya. Apabila jama’-nya untuk jender laki-laki, maka ditambah huruf wawu dan nun (jika menjadi subjek) dan ditambah ya’ dan nun (jika menjadi objek). Apabila jama’-nya untuk jender perempuan, maka ditambah alif dan ta’. Jika menjadi subjek maka ta’-nya berharakat dhammah, jika menjadi objek maka ta’-nya berharakat kasrah.
b. Kedua, Jama’ Taksir yaitu bentuk plural dengan perubahan pada bentuk asal katanya, baik dari segi harakat ataupun hurufnya. Dalam bahasa Inggris disebut Irreguler Verbs. Cara untuk menguasai Jama’ Taksir ini adalah dengan menghafalnya. Terdapat 39 variasi dalam Jama’ Taksir ini.
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########