Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT
10. Membaca Surah Setelah Al-Faatihah
Membaca surah setelah Al-Faatihah hukumnya wajib
menurut Hanafiyyah dan hukumnya sunnah pada dua rakaat pertama menurut mayoritas
ulama. Mengenai bacaannya, sesuai dengan bacaan surah Al-Faatihah. Artinya jika
pada shalat jahriyyah, maka surah atau ayat juga dibaca dengan suara keras. Dan
jika pada shalat sirriyyah, maka dibaca dengan pelan. Dalil pendapat ini adalah
hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah. Ia berkata, “Setelah membaca
surah Al-Faatihah dalam dua rakaat pertama shalat Zhuhur Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam membaca dua surah lain. Pada rakaat pertama surah yang dibaca
agak panjang, sedangkan pada rakaat kedua surahnya agak pendek. Dan terkadang
beliau memperdengarkan ayat yang beliau baca. Pada waktu shalat Ashar juga
sama. Beliau membaca dua surah selain Al-Faatihah. Pada rakaat pertama,
surahnya panjang dan pada rakaat kedua surahnya pendek. Demikian juga pada
waktu shalat Subuh. Pada rakaat pertama beliau membaca surah panjang dan pada
rakaat kedua beliau membaca surah pendek.” Muttafaqun ‘alaihi. HR. Abu
Dawud dengan tambahan, “Lantas kami mengira bahwa beliau melakukan itu untuk
menunggu makmum yang datang terlambat.” (Nailul Authar jilid 2
halaman 226)
Abu Barzah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pada waktu shalat Subuh membaca surah agak panjang. Sekitar
enam puluh sampai seratus ayat yang beliau baca (muttafaqun ‘alaihi).
Dalam shalat-shalat jahriyyah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca
surah-surah sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Mu'adz.
Rasul bersabdakepada Mu'adz, “Bacalah surah yang permulaannya
berbunyi, 'Wasy-Syamsi wa dhuhaahaa, Sabbihisma Rabbikal A'laa, dan Wallaili
idzaa Yaghsyaa.” Muttafaqun ‘alaihi.
Jenis surah-surah yang dibaca
Ulama Hanafiyyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid
1 halaman 510-511) berkata, “Boleh hukumnya membaca surah dan mengulangnya pada
rakaat kedua. Boleh juga membaca beberapa ayat dari sebuah surah dan dalam
rakaat kedua membaca ayat lain, tetapi masih dalam satu surah.”
Makruh hukumnya memisahkan surah yang pendek
atau membaca dengan urutan surah terbalik. Maksudnya, pada rakaat kedua membaca
surah yang urutannya lebih dahulu daripada surah yang dibaca pada rakaat
pertama. Alasannya, karena urutan tertib surah itu termasuk kewajiban urutan
bacaan juga.
Boleh membaca secara terbalik, namun hanya untuk
anak-anak kecil yang tujuannya memudahkan proses belajar. Hukum makruh ini dikecualikan
jika pada saat mengkhatamkan Al-Qur'an karena urutannya sudah berputar sehingga
membaca surah Al-Baqarah lagi.
Jika pada rakaat pertama membaca surah Al-Kaafiruun
yang dalam urutan surah nomor 109, lantas pada rakaat kedua membaca surah Al-Fiil
(nomor urut 105) atau surah Al-Masad (nomor urut 111) dan kemudian ingat, maka teruskan
saja bacaannya, karena dalam shalat nafilah tidak ada hukum makruh dalam
pemilihan surah.
Membaca tiga ayat sampai pada surah pendek
dari ayat yang panjang karena mu'jiznya ayat Al-Qur'an sebatas itu, bukan satu ayat.
Adapun keutamaannya itu kembali pada banyaknya pahala. Dan yang dihitung adalah
banyaknya ayat dalam membaca surah atau sebagiannya.
Tempat membaca keras dan pelan dalam shalat
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan untuk
membaca dengan suara keras pada saat shalat Subuh, Maghrib, Isya, shalat Jumat,
shalat Idul Fitri, dan ldul Adha, shalat Tarawih, dan shalat Witir pada bulan
Ramadhan. Adapun yang dibaca dengan suara pelan adalah dalam shalat Zhuhur dan
Ashar.
Adapun mengenai shalat nafilah (sunnah), seperti
shalat Witir biasa maka para fuqaha berbeda pendapat. Ulama Hanafiyyah berkata,
wajib hukumnya membaca dengan suara keras bagi imam ketika shalat Witir pada
bulan Ramadhan, shalat ldul Fitri dan Idul Adha, dan shalat Tarawih. Wajib juga
hukumnya bagi imam dan munfarid untuk membaca dengan suara pelan ketika shalat
Gerhana, shalat Istisqa’ dan shalat-shalat sunnah yang dilakukan pada siang
hari. Adapun untuk shalat-shalat sunnah pada malam hari, maka di situ terdapat
pilihan.
Orang yang shalat sendirian boleh membaca dengan
suara keras ataupun pelan dalam shalat jahriyyah, baik itu tepat waktu maupun shalat
qadha dalam waktunya atau pada selain waktunya. Akan tetapi, membaca dengan
suara keras lebih afdhal pada shalat jahriyyah malam hari. Adapun pada
shalat-shalat sirriyyah, maka menurut pendapat yang shahih, wajib baginya untuk
membaca dengan suara pelan. Sedangkan yang shalat sebagai makmum, wajib baginya
untuk diam dalam posisi apa pun.
Ulama Malikiyyah berkata, disunnahkan membaca
dengan suara keras pada setiap shalat sunnah yang dilakukan pada malam hari.
Dan membaca dengan suara pelan pada setiap shalat sunnah yang dilakukan pada siang
hari, kecuali shalat sunnah yang bergandengan dengan khotbah, seperti shalat Idul
Fitri dan Idul Adha, dan shalat Istisqa'. Pada shalat itu, disunnahkan untuk
membaca dengan suara keras. Sedangkan yang menjadi makmum, disunnahkan untuk
membaca dengan suara pelan.
Ulama Syafi'iyyah berkata, disunnahkan membaca
dengan suara keras pada shalat ldul Fitri dan Idul Adha, shalat gerhana bulan,
shalat Istisqa', shalat Tarawih, Witir Ramadhan, dan dua rakaat setelah thawaf
baik malam maupun waktu subuh. Selain shalat-shalat tersebut disunnahkan untuk
membaca dengan suara pelan, kecuali pada shalat-shalat sunnah pada malam hari
yang membacanya harus seimbang antara keras dan pelan. Maksud seimbang di sini
adalah terkadang membaca dengan suara keras dan terkadang pelan karena
mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun,
syaratnya tidak mengganggu orang yang sedang tidur atau
sedang shalat atau sejenisnya. Adapun yang dihitung dalam
shalat qadha fardhu pada waktunya adalah waktu qadha menurut pendapat yang mu'tamad.
Kemudian untuk perempuan, suara kerasnya di bawah suara lelaki. Dan waktu mengeraskan
suara bagi perempuan adalah jika tidak ada orang lain.
Ulama Hanabilah berkata, disunnahkan mengeraskan
suara pada shalat Id, shalat Istisqal shalat gerhana matahari, Tarawih, dan Witir
jika dilaksanakan setelah shalat Tarawih. Untuk shalat-shalat yang lain,
disunnahkan untuk membaca dengan suara pelan. Adapun orang yang shalat
sendirian, maka ia diperbolehkan memilih antara suara keras dan pelan dalam
shalat jahriyyah, sebagaimana pendapat ulama Hanafiyyah.
Hukum berdoa di tengah bacaan
Disunnahkan untuk meminta rahmat dan ampunan ketika
membaca ayat tentang rahmat, dan disunnahkan untuk memohon perlindungan dari api
neraka ketika membaca ayat adzab, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika
membaca ayat tentang surga dan neraka juga berdoa, “Aku berlindung kepadaAllah
dari api neraka dan celakalah penduduk neraka.” HR. Ahmad dan Ibnu Majah
dari Abdurrahman bin Abi Laila dari ayahnya.
Dan beliau tidak melewati ayat-ayat ancaman, kecuali
berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak pula melewati ayat-ayat
yang menceritakan kabar gembira, kecuali berdoa dan memohon kepada-Nya. HR.
Ahmad dari Aisyah.
Demikian juga ketika membaca ayat, “Bukankah
(Allah yang berbuat) demikian berkuasa (pula) menghidupkan orang mati?” (Al-Qiyaamah:
40) beliau bertasbih, “Mahasuci Engkau, ya Allah,” Lantas beliau
menangis. Disunnahkan juga untuk membaca tasbih pada ayat semisal, “Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.” (Al-Waaqi'ah:
74)
Disunnahkan juga ketika sampai pada akhir
surah At-Tiin dan akhir surah Al-Qiyaamah untuk membaca, (بلى وأنا على ذلك من
الشاهدين) “Demikian
juga saya termasuk orang-orang yang bersaksi.” Sedangkan pada akhir surah Al-Mursalaat, disunnahkan
untuk membaca, “Aamannaa billaah.”
Kapan dan Bagaimana Cara Membaca Surah?
Ulama Syafi'iyyah berkata, bagi makmum dalam
shalat jahriyyah tidak diperkenankan membaca surah, karena dia diperintahkan
untuk mendengarkan bacaan sang imam. Akan tetapi jika posisinya jauh dari imam,
atau dalam shalat sirriyah, maka menurut pendapat yang lebih shahih, makmum
boleh membaca surah. Karena, percuma saja dia diam kalau tidak dapat
mendengarkan bacaan imam. Sedangkan ulama selain Syafi'iyyah berkata, tidak ada
bacaan surah untuk makmum secara mutlak.
Ulama Malikiyyah dan Hanabilah berkata, disunnahkan
bagi seseorang untuk memulai bacaan surah dengan basmalah. Dan disunnahkan juga
untuk membaca surah secara sempurna. Artinya, tidak membaca beberapa ayat dari
surah, meski ayat itu panjang. Bagi makmum disunnahkan untuk membaca surah dengan
suara pelan dalam shalat-shalat sirriyah, dalam rakaat terakhir shalat Maghrib,
dan dalam dua rakaat terakhir shalat Isya.
Mengulang satu surah dalam dua rakaat hukumnya
makruh menurut mayoritas ulama. Dan seharusnya, surah yang dibaca pada rakaat kedua
berbeda dengan surah yang dibaca pada rakaatpertama dengan mengikuti urutan
surah ke bawah, bukan ke atas. Artinya, ketika pada rakaat pertama membaca
surah Al-Bayyinah, maka pada rakaat kedua jangan membaca misalnya surah Al-Qadar.
Karena, surah ini posisinya di atas surah Al-Bayyinah.
Ulama Hanafiyyah berkata, “Boleh hukumnya mengulang
satu surah dalam dua rakaat.” Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam shalat
fardhu disunnahkan untuk memendekkan bacaan pada rakaat kedua daripada bacaan pada
rakaat pertama. Abu Hanifah dan Abu Yusuf berkata, “Yang disunnahkan untuk memanjangkan
bacaan hanyalah pada rakaat pertama shalat Subuh saja.” Akan tetapi, fatwa yang
dikeluarkan Muhammad sama seperti pendapat mayoritas ulama, yaitu memanjangkan rakaat
pertama daripada rakaat kedua pada tiap shalat karena mengikuti sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shalat
Zhuhur dan Ashar, juga riwayat Muslim dalam shalat Subuh. Riwayat ini dikiaskan
untuk shalat yang lain.
Para fuqaha sepakat bahwa bacaan surah dalam
shalat sesuai dengan urutan mushaf adalah termasuk sunnah, dan jika urutannya terbalik
hukumnya makruh. Namun, hukum makruh ini tidak berlaku jika membaca akhir atau
pertengahan surah karena Abu Sa'id berkata, “Kami diperintahkan untuk
membaca surah Al-Faatihah dan ayat yang mudah bagi kami.” Menggabungkan dua
surah dalam satu rakaat shalat sunnah hukumnya boleh, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah menggabungkan surah Al-Baqarah, Ali 'lmran, dan
surah An-Nisaa' dalam satu rakaat shalat sunnah. Adapun dalam shalat fardhu,
sunnahnya cukup hanya satu surah selain Al-Faatihah, karena seperti itulah tuntunan
shalat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ukuran Panjang Pendeknya Surah yang Dibaca dalam Shalat
Disunnahkan bagi seorang imam shalat berjamaah
untuk membaca surah yang termasuk thiwaalul mufashshal (surah-surah yang
banyak pemisahnya, dan pemisahnya dengan basmalah) pada waktu shalat Subuh. Hukum
sunnah ini telah disepakati oleh para ulama fiqih. Demikian halnya dengan
bacaan surah dalam shalat Zhuhur menurut pendapat Maliki, Hanafi, dan Syafi'i.
Adapun menurut Hanabilah untuk shalat Zhuhur cukup dengan membaca surah yang
sedang; tidak
terlalu panjang ayatnya. Sedangkan untuk shalat Ashar dan
Isya, disunnahkan untuk membaca surah yang sedang. Berbeda dengan shalat
Maghrib yang disunnahkan untuk membaca surah yang pendek. Akan tetapi, ulama Malikiyyah
berpendapat bahwa bacaan surah dalam shalat Ashar itu sama dengan bacaan surah
dalam shalat Maghrib; artinya membaca surah-surah pendek. Dalil yang mereka
pakai adalah surat dari Umar untuk Abu Musa yang berisi, "Bacalah surah
yang panjang dalam shalat Subuh, bacalah surah yang sedang dalam shalat Zhuhur
dan bacalah surah yang pendek dalam shalat Maghrib." (Diriwayatkan
oleh Abu Hafsh)
Dalil yang dipakai adalah hadits riwayat Abu
Hurairah yang berbunyi, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang shalatnya
sama seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selain si fulan.”
Sulaiman bin Yasar berkata, “Lantas aku shalat di belakang beliau. Dan
ketika shalat Subuh beliau membaca surah yang panjang, dalam shalat Maghrib
dengan surah pendek, dan pada shalat Isya dengan surah sedang.” HR. Ahmad
dan An-Nasa’i. Redaksinya dari An-Nasa’i.
Hikmah membaca surah panjang pada shalat Subuh
dan Zhuhur karena waktunya panjang dan agar orang-orang yang lalai, juga masih
sempat mendapatkannya, baik lalai karena tertidur pada akhir malam maupun
tertidur dalam qailulah. Adapun dalam shalat Ashat hikmahnya karena saat itu
orang-orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sedangkan dalam shalat Isya
karena cenderung sudah mulai kantuk. Dan dalam shalat Maghrib karena waktunya
pendek.
Hadits yang menuturkan panjang pendek bacaan
dalam shalat adalah hadits riwayat Jabir bin Samurah, bahwa dalam shalat Subuh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surah Qaaf, atau surah lain yang
panjangnya hampir sama dengan surah Qaaf. Dan shalat beliau terbilang lama.
Riwayat lain menyebutkan bahwa beliau dalam shalat Zhuhur membaca surah Al-Lail,
dalam shalat Ashar membaca surah yang panjangnya sama dengan surah Al-Lail, dan
dalam shalat Subuh beliau membaca surah yang lebih panjang dari surah itu. HR.
Ahmad dan Muslim.
Riwayat lain mengatakan bahwa jika matahari
sudah tergelincir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan
shalat Zhuhur dengan membaca surah Al-Lail. Demikian juga pada shalat Ashar dan
shalat-shalat lainnya, kecuali shalat Subuh yang bacaan surahnya lebih panjang
daripada shalat-shalat lainnya. HR. Abu Dawud (Nailul Authar jilid 2
halaman 231).
Dari lbnu Majah,lbnu Umar berkata, “Dalam
shalat Maghrib Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surah Al-Kafiruun
dan Al-lkhlaash.”
Bagi seorang imam, secara umum disunnahkan
untuk meringankan bacaan shalat, karena ada hadits riwayatJabirbahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda “Hai Mu'adz! Apakah engkau ingin menimbulkan bencana
(dengan memanjangkan bacaan shalat?” Jika engkau shalat (menjadi lmam), maka
bacalah surah Al-A'laa, surah Asy-Syams, atau surah Al-Lail.” Muttafaqun
‘alaihi (Nailul Authar jilid 2 halaman 235).
Dalam riwayat Imam Bukhari dan lainnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja yang menladi imam
shalat, maka ringankanlah bacaannya. Karena, di antara makmum terdapat orang
yang lemah, sakit, dan punya kepentingan lain.”
Batasan Panjang Pendek Surah
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai ketentuan
panjang pendek surah. Ulama Hanafiyyah dalam pendapat yang mu'tamad berkata,
surah-surah yang termasuk thiwaalul mufashshal itu dari surah Al-Hujuraat
hingga akhir surah Al-Buruj (sekitar empat puluh atau lima puluh ayat),
sedangkan aushaatul mufashshal mulai dari surah Ath-Thaariq sampai awal
surah Al-Bayyinah (sekitar lima belas ayat), dan surah-surah pendek atau qishaarul
mufashshal dimulai dari surah Al-Bayyinah sampai akhir Al-Qur'an (atau sekitar
lima ayat tiap rakaatnya).
Malikiyyah (Asy-Syarhush Shaghir jilid
1 halaman 325; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 247) berkata,
surah-surah yang termasuk thiwaalul mufashshal itu dari Al-Hujuraat
sampai surah An-Naazi'aat, sedang pertengahannya atau ausaathul mufashshal
dimulai dari surah Abasa sampai surah Al-Lail, dan surah-surah pendeknya atau qishaarul
mufashshal dimulai dari surah Adh-Dhuhaa sampai akhir Al-Qur'an.
Ulama Syafi'iyyah (Hasyiyah Syarqawi ‘alaa
Tuhfatuth Thullab jilid 1 halaman 205; Syarhul Mahali ‘alaa Minhaj jilid
1 halaman 154) berkata, surah-surah panjang itu dari Al-Hujuraat sampai An-Naba',
pertengahannya dari An-Naba' sampai Adh-Dhuhaa, dan surah-surah pendeknya dari
Adh-Dhuhaa sampai akhir Al-Qur'an. Disunnahkan pada rakaat pertama shalat Subuh
hari Jumat membaca surah As-Sajdah, dan pada rakaat kedua membaca surah Al-lnsaan.
Dalilnya hadits riwayat Abu Hurairah. HR. Jama’ah kecuali At-Tirmidzi dan Abu
Dawud (Nailul Authar jilid 3 halaman 277).
Ulama Hanabilah (Kasysaful Qina’ jilid
1 halaman 399 dan 402) berkata, “Awal mufashshal adalah surah Qaaf.
Pendapat lain mengatakan Al-Hujuraat.” Hanabilah menjelaskan bahwa bacaan surah
harus sesuai dengan mushaf Utsmani yang sudah jelas shahih, sanadnya mutawatirl
dan sesuai bahasanya. Shalat seseorang tidak sah atau haram hukumnya mendirikan
shalat dengan bacaan yang keluar dari ketentuan mushaf Utsmani, seperti
bacaannya Ibnu Mas'ud dan lainnya yang termasuk bacaan syadz (menyimpang atau
tidak lazim). Maksudnya bacaan yang
kurang memenuhi tiga syarat bacaan mutawatir, yaitu cocok
bahasa Arabnya meski dari satu sisi, sesuai dengan salah satu mushaf Utsmani,
dan sanadnya shahih (Nailul Authar jilid 2 halaman 237).
Batasan Bacaan Keras dan Pelan
Ulama Hanafiyyah berkata, batas minimal bacaan
keras adalah suaranya didengar oleh makmum barisan pertama, tidak cukup hanya didengar
oleh satu atau dua orang makmum di belakangnya. Adapun batas minimal bacaan pelan
adalah, suaranya didengar oleh dirinya sendiri atau didengar oleh satu atau dua
orang di dekatnya.
Ulama Malikiyyah berkata, batas minimal bacaan
keras seorang lelaki adalah suaranya didengar oleh orang lain di dekatnya,
sedangkan batas minimal bacaan pelan seseorang adalah cukup dengan gerakan
lisan. Adapun batas kerasnya suara seorang wanita dalam shalat adalah suaranya
cukup didengar oleh dirinya sendiri.
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah berkata, batas
minimal bacaan keras seseorang adalah cukup didengar oleh orang di sampingnya,
meski hanya satu orang. Sedangkan batas bacaan pelannya adalah, suaranya cukup
didengar dirinya sendiri. Adapun bagi wanita, maka tidak diperbolehkan membaca dengan
bacaan keras jika ada orang lain.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
##########
BIMBINGAN MASUK UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Lebanon / Lebanon - Maroko / Maroko - Mesir / Mesir- Pakistan / Pakistan - Sudan / Sudan - Qatar / Qatar - Saudia Arabia / Arab Saudi Tunisia / Tunisia - Suriah - Yaman / Yaman - Turki - Yordania / Yordania BIMBINGAN BELAJAR MASUK GONTOR : Putra - Putri CONTOH SOAL TES SELEKSI UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Tahun 2010 - Tahun 2011 - Tahun 2012 - Tahun 2014 - Tahun 2015 - Tahun 2016 - Tahun 2017 BELAJAR ILMU KEISLAMAN : Rumah Tahfidz - Ilmu Keislaman - Kursus Bahasa Arab PINTAR TOAFL : Panduan (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Sima'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Qira'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5 / 6 / 7 / 8) Tarakib (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Kitabah (1 / 2 / 3) Kunci Jawaban (1 / 2 / 3 / 4) KAMUS BAHASA ARAB : Idiom (1) BAB KEILMUAN ISLAM : Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq
##########
1 Comments
alhamdullilah dapet ilmu tuntunan sholat sesuai sunnah
ReplyDelete