BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


6. HUKUM ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT

Umat Islam sepakat mengatakan bahwa shalat adalah kewajiban bagi setiap orang Islam yang baligh, berakal, dan dalam keadaan suci. Artinya ketika dia tidak dalam keadaan haid atau nifas, sedang gila, atau ketika pingsan. Shalat adalah ibadah badaniah yang pelaksanaannya tidak dapat digantikan oleh orang lain. Oleh sebab itu, seseorang tidak boleh menggantikan shalat orang lain. Sama seperti puasa, seseorang juga tidak boleh menggantikan puasa orang lain.

Umat Islam juga sepakat bahwa siapa yang mengingkari kewajiban shalat, maka dia menjadi kafir (murtad). Karena, kewajiban shalat telah ditetapkan dengan dalil qath'i dari Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma, seperti yang telah dijelaskan di atas. Orang yang meninggalkan shalat karena malas (takaasul) dan tidak mengambil sikap peduli (tahaawun) terhadap shalat, maka dia dianggap fasik dan maksiat. Kecuali, jika orang tersebut baru saja memeluk Islam (dan baru mengenal ajaran-ajaran Islam), ataupun dia hidup di lingkungan yang tidak bercampur dengan orang Islam untuk beberapa waktu. Sehingga, tidak ada orang yang memberitahunya tentang kewajiban mengerjakan shalat.
Orang yang meninggalkan shalat akan dihukum di dunia dan juga di akhirat. Hukuman di akhirat telah disebutkan dalam Al-Qur'an, "(Setelah melihat orang yang bersalah itu, mereka berkata) Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar? Mereka menjawab, 'Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat."' (Al-Muddatstsir: 42-43)
Allah juga berfirman, "Maka celakalah orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap shalatnya." (Al-Maa'uun: 4-5)
Begitu juga dengan firman Allah Ta’ala, "Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat." (Maryam: 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka Allah dan Rasul-Nya berlepas tanggung jawab untuk melindunginya.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad dari Makhul. Ini adalah hadis mursal yang baik (mursal jayyid).
Menurut pandangan ahli fiqih, hukuman di dunia bagi orang yang malas melakukan shalat dan orang yang tidak mengambil perhatian tentang shalat, adalah seperti berikut.
Menurut pendapat yang difatwakan dalam madzhab Hanafi (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 326; Muraqil Falah halaman 60), orang yang meninggalkan shalat karena malas adalah fasik. Dia hendaklah dipenjara dan dipukul dengan kuat hingga berdarah, sehingga dia mau melakukan shalat dan bertobat, ataupun mati di dalam penjara. Orang yang meninggalkan puasa pada bulan Ramadhan juga dikenakan hukuman yang sama, tetapi tidak boleh dibunuh kecuali dia mengingkari kewaiibannya, ataupun menganggap enteng salah satu dari keduanya (shalat dan puasa) seperti sengaja makan (menunjukkan bahwa dia tidak puasa) tanpa udzur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Tidak halal darah seorang Muslim kecuali salah satu dari tiga hal: orang yang sudah menikah yang melakukan zina, membunuh orang dan orang yang meninggalkan agamanya sekaligus berpisah dari jamaah.” Muttafaqun ‘alaihi.
Kelompok ulama Hanafi menambahkan, seseorang yang melakukan shalat dihukumi sebagai Muslim jika memenuhi empat syarat: hendaklah dia shalat pada waktunya; bersama-sama dengan jamaah; membaca adzan pada waktunya; melakukan sujud tilawah ketika mendengar bacaan ayat sajdah.
Menurut zahir ar-riwayah, orang kafir tidak boleh dihukumi sebagai Muslim jika dia berpuasa atau menunaikan haji atau mengeluarkan zakat.
Imam-imam lain mengatakan (Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 42; Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 87; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 238; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 327 dan seterusnya; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 51; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 263; Al-Mughni jilid 1 halaman 442) bahwa orang yang meninggalkan shalat tanpa udzur walaupun hanya meninggalkan shalat sekali saja, hendaklah dia diminta supaya bertobat dalam masa tiga hari sama seperti orang yang murtad. Menurut ulama Syafi’i dan jumhur, meminta bertobat dalam kasus ini adalah Sunnah. Adapun meminta supaya orang murtad bertobat adalah wajib. Sebab, murtad dapat menyebabkan orang itu kekal di dalam neraka. Oleh sebab itu, ia wajib diselamatkan. Ini tidak sama dengan meninggalkan shalat karena malas, karena ia tidak menyebabkan kafir.
Jika dia enggan bertobat, hendaklah dia dibunuh. Menurut ulama Maliki dan Syafi'i, pembunuhannya itu adalah atas dasar hukum had, bukan atas dasar hukuman kufur (murtad). Artinya, dia tidak dihukumi kafir, tetapi dihukum seperti hukuman hudud yang lain seperti zina, qadhaf, mencuri dan sebagainya. Setelah mati, dia hendaklah dimandikan, dishalatkan dan dikubur di pekuburan orang Islam. Dalil mereka yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak dihukumi kafir, adalah firman Allah Ta’ala, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki...." (An-Nisaa': 48)
Di samping firman Allah Ta’ala tersebut, terdapat juga beberapa hadits. Di antaranya adalah hadits Ubadah ibnush Shamit, "Allah Ta’ala mewajibkan shalat lima kali kepada para hamba-Nya. Siapa yang melakukannya dan tidak mengabaikan hak-haknya dengan maksud menganggap enteng, maka Allah Ta’ala menjanjikan dia masuk ke dalam surga. Dan siapa yang tidak melakukannya, maka Allah Ta’ala tidak berjanji dengannya. Jika Dia mau, Dia menghukumnya. Dan jika Dia mau, Dia akan mengampuninya.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah (Nailul Authar jilid 1 halaman 294).
Juga, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, "Sesungguhnya perkara pertama yang di hisab (ditanya) kepada manusia pada Hari Akhir adalah shalat yang wajib. Jika dia menyempurnakannya, maka tidak ditanya lagi. Jika tidak, maka dia ditanya lagi, 'Lihatlah, apakah dia melakukan shalat sunnah.' Jika dia melakukan shalat sunnah, maka disempurnakanlah shalat wajibnya itu dengan sunnahnya. Begitulah yang dilakukan terhadap semua amalan fardhu yang lain.” Diriwayatkan oleh Imam Hadis yang Lima. Ada juga hadis-hadis lain dalam dua masalah ini (Nailul Authar jilid 1 halaman 295 dan seterusnya).
Oleh karena itu, orang yang meninggalkan shalat tidak dianggap kafir. Karena, kufur berhubungan dengan masalah i'tikad, sedang i'tikad orang tersebut adalah betul. Tetapi jika meninggalkannya karena mengingkari kewajibannya, maka dia menjadi kafir. Para ulama mengulas hadits-hadits berikut yang dijadikan hujjah oleh golongan Hambali sebagai dalil bagi orang yang dihalalkan darahnya, atau orang yang patut dikenakan hukuman seperti hukuman kafir, yaitu dibunuh. Imam Ahmad rahimahullah (Al-Mughni jilid 2 halaman 442-447) berkata, “Seseorang yang meninggalkan shalat adalah dihukum bunuh karena kekufurannya.” Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, "Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan shalat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka (jangan diganggu, fa khalluu sabiilahum). Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (At-Taubah: 5)
Jadi, siapa yang meninggalkan shalat, maka dia tidak memenuhi syarat al-takhliyyah (dibiarkan/dibebaskan), sehingga dia tetap dihukum bunuh. Oleh karena itu, orang yang tidak melakukan shalat tidak boleh dibebaskan. Hal ini juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, "Yang membedakan seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” Diriwayatkan oleh al-jama’ah, kecuali Al-Bukhari dan An-Nasa’i (Nailul Authar jilid 1 halaman 291) Hadits ini menunjukkan bahwa meninggalkan shalat membawa kepada kekufuran.
Contoh yang serupa juga dapat dilihat dalam hadits Buraidah, "Perjanjian antara kami dengan kamu adalah shalat, Siapa yang meninggalkannya, maka sesungguhnya dia menjadi kafir.” Diriwayatkan oleh Imam Hadis yang Lima, juga Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ia dishahihkan oleh An-Nasa’i dan Al-Iraqi. Di samping itu, ada juga hadis-hadis yang lain lagi (Nailul Authar jilid 1 halaman 293 dan seterusnya).
Imam Asy-Syaukani menganggap pendapat ini sebagai pendapat yang rajih. Dia mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir dan halal dibunuh. Sebagian jenis kufur; ada yang menyebabkan menghalanginya mendapat keampunan dan mendapat syafa'at. Di sini lebih cenderung kepada pendapat pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat tidak menjadi kafir. Hal ini disebabkan terdapat banyak hadits qath'i yang menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak akan kekal di dalam neraka setelah dia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang mengatakan, 'Tiada tuhan
selain Allah,' dan dia mengufurkan perkara-perkara yang disembah selain Allah, maka harta dan darahnya diharamkan bagi orang lslam yang lain (untuk menguasainya), dan pahalanya terserah kepada Allah.” Ditakhrij oleh Imam Muslim dari Thariq Al-Asyja’i (Jami’ul Ushul jilid 1 halaman 161)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, "Akan keluar dari api neraka, yaitu siapa saja yang mengatakan tiada tuhan selain Allah Ta’ala, dan dalam hatinya ada kebajikan seberat biji gandum. Kemudian keluar dari neraka siapa yang mengatakan tiada tuhan selain Allah, dan dalam hatinya ada kebaikan seberat biji tepung (lebih kecil dari yang sebelumnya), dan keluar dari api neraka siapa saja yang mengatakan tiada tuhan selain Allah, dan dalam hatinya terdapat kebajikan seberat atom.” Ditakhrij oleh Imam Al-Bukhari dan Anas. Arti Al-Burrah adalah sebiji gandum.
Cara membunuh orang yang meninggalkan shalat jika dia tidak mau bertobat menurut jumhur -selain ulama Hanafi- adalah dengan cara memancung batang lehernya.
Kewajiban menjalankan shalat berlaku sepanjang umur. Kewajiban shalat tidak akan gugur dalam kondisi apa pun, baik dalam keadaan mukim, safar ataupun sakit. Oleh sebab itu, setiap Muslim diwajibkan shalat selagi dia masih hidup dan tidak dalam keadaan pingsan atau hilang kesadaran.
Islam telah menetapkan kemudahan-kemudahan dalam menjalankan shalat, seperti dibolehkannya shalat khauf dan shalat bagi orang sakit. Shalat dalam keadaan apa pun hendaknya dilakukan sesuai dengan kemampuannya, baik dengan cara berdiri, duduh tidur miring, telentang, memberi isyarat dengan kepala atau dengan mata, atau hanya sekadar melaksanakan rukun-rukunnya dengan hati.
Barangsiapa yang anggota tubuhnya terkena darah karena habis operasi kedokteran, atau badannya terhubungkan dengan tempat yang ada darahnya, atau bagian tubuhnya ditutup karena untuk mengobati bagian yang patah, maka hendaklah orang tersebut melakukan shalat dalam kondisi yang ada. Kemudian setelah dia sembuh, hendaklah ia mengulangi shalatnya (i'aadah).


PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab




##########
 
BIMBINGAN MASUK UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Lebanon / Lebanon - Maroko / Maroko - Mesir / Mesir- Pakistan / Pakistan - Sudan / Sudan - Qatar / Qatar - Saudia Arabia / Arab Saudi  Tunisia / Tunisia - Suriah - Yaman / Yaman - Turki - Yordania / Yordania BIMBINGAN BELAJAR MASUK GONTOR : Putra - Putri CONTOH SOAL TES SELEKSI UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Tahun 2010 - Tahun 2011 - Tahun 2012 - Tahun 2014 - Tahun 2015 - Tahun 2016 - Tahun 2017 BELAJAR ILMU KEISLAMAN : Rumah Tahfidz - Ilmu Keislaman - Kursus Bahasa Arab PINTAR TOAFL : Panduan (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Sima'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Qira'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5 / 6 / 7 / 8) Tarakib (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Kitabah (1 / 2 / 3) Kunci Jawaban (1 / 2 / 3 / 4) KAMUS BAHASA ARAB : Idiom (1) BAB KEILMUAN ISLAM : Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq
##########