BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Wahyu Hestya
6. PERKARA YANG HARAM BAGI ORANG YANG BERJUNUB DAN YANG
SEMACAMNYA
Orang yang junub, haid, dan nifas diharamkan melakukan
perkara yang diharamkan bagi orang yang berhadats kecil, termasuk shalat,
thawaf, menyentuh Al-Qur'an atau sebagiannya. Orang yang junub juga diharamkan membaca
Al-Qur'an dan memasuki masjid. Hukum secara terperinci adalah sebagaimana
berikut (Ad-Durrul Mukhtar, jilid 1 halaman 158-161; Asy-Syarhul Kabir,
jilid 1 halaman 138 dan berikutnya, 172-174; Asy-Syarhush Shaghir, jilid
1 halaman 776-215; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah, halaman 29 dan seterusnya; Bidayatul
Mujtahid, jilid 1 halaman 46 dan berikutnya; Al-Muhadzdzab, jilid 1
halaman 30; Mughnil Muhtaj, jilid 1 halaman 71 dan berikutnya; Kasysyaful
Qina', jilid 1 halaman 168-170; Fathul Qadir, jilid 1 halaman
114-116).
A. Shalat
Begitu juga sujud tilawah diharamkan bagi
orang yang sedang junub dan yang semacamnya secara ijma. Hal ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Ma’idah ayat 6 yang artinya, "... Jika
kamu junub maka mandilah...."
B. Thawaf mengelilingi Ka'bah
Meskipun itu thawaf sunnah, karena kedudukan
thawaf adalah sama seperti shalat, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dalam hadits, "Sesungguhnya thawaf di Baitullah
itu adalah shalat. Oleh karena itu, apabila kamu thawaf, hendaklah kamu sedikit
bercakap.” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Al-Hakim
dan Ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas. Ia adalah hadis shahih (Nailul Authar jilid
1 halaman 207).
C. Menyentuh mushaf Al-Qur'an
Karena firman Allah Ta’ala dalam Surah
Al-Waqiah ayat 79 yang artinya, "Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba
yang disucikan." Maksudnya adalah bagi mereka yang telah bersuci.
Hal ini juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, "Tidak boleh menyentuh Al-Qur'an, melainkan orang
yang telah bersuci.” Diriwayatkan oleh An-Nasa'i, Abu Dawud dalam kumpulan
hadits mursal dari Amr bin Hazm. Dalam sanadnya, ia adalah perawi yang matruk.
Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi juga meriwayatkannya dari lbnu Umar. Namun, dalam
sanadnya terdapat juga orang yang diperselisihkan (mukhtalaffih). Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dan dia mengakuinya sebagai hadits yang
shahih sanadnya dari Hakim bin Hizam. Ath-Thabarani meriwayatkannya dari Utsman
bin Abil Ash. Ali bin Abdul Aziz juga meriwayatkannya dari Ats-Tsauban tetapi
sanadnya sangat lemah (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 196-197).
Tiga perkara yang disebut di atas adalah haram
bagi orang yang berhadats besar dan juga yang berhadats kecil. Adapun bagi
orang yang junub dan yang semacamnya (yaitu yang berhadats
besar), perkara yang haram bagi mereka ditambah dengan
perkara-perkara berikut ini.
D. Membaca Al-Qur'an dengan lidahnya
Walaupun hanya untuk satu huruf dan meskipun
tidak sampai satu ayat –menurut pendapat yang terpilih di kalangan ulama Hanafi
dan Syafi'i- dengan syarat ia melakukannya itu dengan maksud membaca Al-Qur'an.
Kalau dia melakukannya dengan tujuan berdoa, memuji Allah dan memulakan
sesuatu, ataupun dengan tujuan mengajar, ber-isti'adzah dan berdzikir,
maka hukumnya tidak haram, Contohnya adalah seorang membaca ayat berikut ini
ketika menaiki kendaraan dengan membaca Surah Az-Zukhruf ayat 13 yang artinya, "...
Mahasuci (Allah) yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya
tidak mampu menguasainya."
Juga, seperti contoh apabila dia turun dari
kendaraan dengan mengucapkan Surah Al-Mukminun ayat 29 yang artinya, "Ya
Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkahi.”
Kemudian juga, seperti orang yang ditimpa bencana
kemudian berkata Surah Al-Baqarah ayat 156 yang artinya, “Sesungguhnya kami
milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.”
Begitu juga tidak haram apabila Al-Qur'an itu
terbaca tanpa disadari dan tanpa maksud untuk membacanya. Jika dia membaca
dengan maksud membaca Al-Qur'an saja, ataupun membaca Al-Qur'an sebagai dzikir,
maka hukumnya adalah haram.
Membaca Bismillah dan Alhamdulillah, Fatihah,
ayat Al-Kursi dan juga Al-lkhlash dengan niat dzikir ketika berhadats besar tidak
diharamkan. Maksud dzikir di sini adalah niat untuk mengingat Allah Ta’ala. Hal
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Aisyah, "Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa mengingat Allah Ta’ala pada
setiap waktu."
Di antara perkara yang diharamkan karena junub
adalah membaca Al-Qur'an dengan cara melantunkannya bagi orang yang boleh
bertutur dan dengan secara isyarat bagi mereka yang bisu, walaupun yang dibaca
itu hanya sebagian ayat saja seperti satu huruf. Karena, ia akan merendahkan kehormatan
Al-Qur'an. Dalil pengharamannya adalah hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Imam
At-Tirmidzi dan Abu Dawud, "Seorang yang junub dan haid tidak boleh membaca
apa pun dari Al-Qur'an.” Dinyatakan oleh Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ dan
ia menyatakan bahwa ia adalah hadis yang lemah, tetapi terdapat hadis-hadis
lain yang mendukungnya.
Hal ini juga berdasarkan hadits Ali, "Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengajar kami Al-Qur'an dalam semua keadaan,
selagi beliau tidak berjunub.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. Dia
menganggapnya sebagai hadis shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh penyusun
Sunan Arba’ah yang lain (Subulus Salam jilid 1 halaman 88).
Ulama Hambali membolehkan orang junub membaca
sebagian ayat Al-Qur'an, meskipun diulang-ulang. Karena, sebagian ayat tidak mempunyai
sifat i'jaz selagi bagian ayat itu tidak panjang. Mereka juga sependapat
dengan ulama Hanafi yang membolehkan mengeja Al-Qur'an, karena ia tidak dianggap
sebagai membaca Al-Qur'an. Membaca secara perlahan (sirr) yang tidak
dianggap sah jika dilakukan ketika shalat, juga dibolehkan. Begitu juga, boleh
melihat Al-Qur'an tanpa membacanya dengan keras, melainkan ia membacanya dengan
diam (membaca di dalam hati), karena yang seperti ini juga tidak dianggap
sebagai membaca.
Ulama Maliki menetapkan bahwa bacaan sedikit
yang dibolehkan bagi orang yang junub, adalah membaca ayat dengan tujuan
mendapatkan perlindungan, seperti membaca ayat Al-Kursi, Al-lkhlash dan Al-Mu'awwidzatain,
ataupun yang dibaca dengan maksud mengobati orang yang sakit, ataupun yang
dibaca dengan maksud untuk mengemukakan dalil dan argumen terhadap suatu hukum
seperti mengucapkan Surah Al-Baqarah ayat 275 yang artinya, "... Padahal
Allah Ta’ala telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...."
Pendapat yang mu'tamad di kalangan ulama
Maliki adalah wanita yang sedang haid dan nifas ketika darahnya sedang keluar
tidak diharamkan membaca Al-Qur'an yang hanya sedikit, baik dalam waktu yang
bersamaan dia dalam keadaan junub ataupun tidak. Keadaannya berbeda apabila
darahnya sudah berhenti dan dia belum mandi. Dalam keadaan darah berhenti, dia
tidak boleh membaca Al-Qur'an sama sekali hingga dia mandi. Dalil yang
digunakan oleh mereka ialah
al-istihsan karena masa
haid agak lama.
Ulama sepakat bahwa orang yang junub, haid,
dan nifas tidak haram memandang Al-Qur'an, karena junub tidak melibatkan
penglihatan.
E. Beri'tikaf di dalam masjid
Para ulama sepakat mengenai masalah ini.
Memasuki masjid dihukumi haram secara mutlak oleh ulama Hanafi dan Maliki,
meskipun hanya untuk melintas. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan lain-lain dari Aisyah, "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam datang dan (pintu rumah-rumah para sahabat menghadap (bersambung)
ke dalam masjid. Maka, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
'Hendaklah kamu ubah rumah-rumahmu dari mengarah ke dalam masjid, karena aku
tidak menghalalkan masjid bagi mereka yang haid dan junub.” Diriwayatkan
oleh Ibnu Majah, tetapi dalam sanadnya ada perawi yang diperselisihkan.
Al-Bukhari meriwayatkannya dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir dan
menyatakan, “Mereka semua mengatakan hadis ini lemah.”
Hal ini juga berdasarkan hadits Ummu Salamah, "Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke masjid dan berseru dengan suara yang
lantang, bahwa masjid tidak halal bagi orang yang haid dan junub.”
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Majah. Al-Baihaqi menghukuminya sebagai
shahih.
Adapun maksud orang yang melintas yang disebut
dalam sebuah ayat adalah, orang yang
dalam perjalanan musafir. Musafir dikecualikan dari
larangan mengerjakan shalat tanpa mandi. Di samping itu, nash ayat telah
menjelaskan bahwa dia perlu bertayamum.
Ulama Syafi'i dan Hambali mengatakan keharaman
bagi orang junub atau yang semacamnya, adalah berhenti di dalam masjid ataupun
mondar-mandir di dalamnya tanpa ada uzur. Namun, mereka boleh menyeberangi masjid
walaupun tanpa keperluan, berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam Surah An-Nisaa’
ayat 43 yang artinya, "Janganlah kamu mendekati shalat, ketika kamu dalam
keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu
hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekadar melewati jalan
saja.... " Ulama Syafi'i berpendapat, hukum haram ini adalah bagi
orang Islam yang berjunub selain Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
karena bagi beliau tidaklah haram. Adapun orang kafir, maka menurut pendapat
yang ashah, mereka boleh berada di dalam masjid karena mereka tidak ber-i'tiqad
haram berbuat demikian. Tetapi orang kafir, walaupun tidak lunub, maka tidak
boleh memasuki masjid kecuali untuk suatu tuiuan yang penting seperti memeluk
Islam, mendengar bacaan Al-Qur'an dengan syarat diberi izin oleh orang Islam, ataupun
dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian suatu pengaduan dan qadi/hakim
berada di dalam masjid. Mereka tidak boleh masuk ke masiid dengan tujuan untuk
makan atau minum di dalamnya (Mughnil Muhtaj, jilid 1 halaman 71).
Maksudnya adalah menggunakan masjid sebagai
tempat laluan saja. Sa'id bin Manshur juga meriwayatkan dari Jabir, "Di
antara kami ada yang melintas dalam masjid, sedangkan ia sedang junub."
Diriwayatkan juga dari Zaid bin Aslam, "Para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melintas di dalam masjid,
sedangkan mereka berjunub."
Dibolehkannya wanita melintas di dalam masjid
ketika haid dan nifas adalah, dengan syarat tidak ada darah yang menetes (ke
lantai). Jika khawatir kalau-kalau darah menetes di dalam masjid, maka haram
dan dia tidak dibenarkan melintasinya, sama seperti larangan berada di
dalamnya.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
BIMBINGAN MASUK UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Lebanon / Lebanon - Maroko / Maroko - Mesir / Mesir- Pakistan / Pakistan - Sudan / Sudan - Qatar / Qatar - Saudia Arabia / Arab Saudi Tunisia / Tunisia - Suriah - Yaman / Yaman - Turki - Yordania / Yordania BIMBINGAN BELAJAR MASUK GONTOR : Putra - Putri CONTOH SOAL TES SELEKSI UNIVERSITAS TIMUR TENGAH : Tahun 2010 - Tahun 2011 - Tahun 2012 - Tahun 2014 - Tahun 2015 - Tahun 2016 - Tahun 2017 BELAJAR ILMU KEISLAMAN : Rumah Tahfidz - Ilmu Keislaman - Kursus Bahasa Arab PINTAR TOAFL : Panduan (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Sima'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Qira'ah (1 / 2 / 3 / 4 / 5 / 6 / 7 / 8) Tarakib (1 / 2 / 3 / 4 / 5) Kitabah (1 / 2 / 3) Kunci Jawaban (1 / 2 / 3 / 4) KAMUS BAHASA ARAB : Idiom (1) BAB KEILMUAN ISLAM : Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq
##########
0 Comments