BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

PEMBACAAN BUKU-BUKU MAULID NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASSALAM 

Di antara rangkaian acara peringatan Maulid Nabi adalah membaca kisah-kisah tentang kelahiran Rasulullah. Al-Hafizh as-Sakhawi menuliskan sebagai berikut: 


وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْمَوْلِدِ فَيَنْبَغِيْ أَنْ يُقْتَصَرَ مِنْهُ عَلَى مَا أَوْرَدَهُ أَئِمَّةُ الْحَدِيْثِ فِيْ تَصَانِيْفِهِمْ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ كَالْمَوْرِدِ الْهَنِيِّ لِلْعِرَاقِيِّ – وَقَدْ حَدَّثْتُ بِهِ فِيْ الْمَحَلِّ الْمُشَارِ إِلَيْهِ بِمَكَّةَ-، وَغَيْرِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ بَلْ ذُكِرَ ضِمْنًا كَدَلاَئِلِ النُّـبُوَّةِ لِلْبَيْهَقِيِّ، وَقَدْ خُتِمَ عَلَيَّ بِالرَّوْضَةِ النَّـبَوِيَّةِ، لأَنَّ أَكْثَرَ مَا بِأَيْدِيْ الْوُعَّاظِ مِنْهُ كَذِبٌ وَاخْتِلاَقٌ، بَلْ لَمْ يَزَالُوْا يُوَلِّدُوْنَ فِيْهِ مَا هُوَ أَقْبَحُ وَأَسْمَجُ مِمَّا لاَ تَحِلُّ رِوَايَتُهُ وَلاَ سَمَاعُهُ، بَلْ يَجِبُ عَلَى مَنْ عَلِمَ بُطْلاَنُهُ إِنْكَارُهُ، وَالأَمْرُ بِتَرْكِ قِرَائِتِهِ، عَلَى أَنَّهُ لاَ ضَرُوْرَةَ إِلَى سِيَاقِ ذِكْرِ الْمَوْلِدِ، بَلْ يُكْتَفَى بِالتِّلاَوَةِ وَالإِطْعَامِ وَالصَّدَقَةِ، وَإِنْشَادِ شَىْءٍ مِنَ الْمَدَائِحِ النَّـبَوِيَّةِ وَالزُّهْدِيَّةِ الْمُحَرِّكَةِ لِلْقُلُوْبِ إِلَى فِعْلِ الْخَيْرِ وَالْعَمَلِ لِلآخِرَةِ وَاللهُ يَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ. 


Artinya: “Adapun pembacaan kisah kelahiran Nabi maka seyogyanya yang dibaca hanya yang disebutkan oleh para ulama ahli hadits dalam karangan-karangan mereka yang khusus berbicara tentang kisah kelahiran Nabi, seperti al-Maurid al-Haniyy karya al-‘Iraqi (Aku juga telah mengajarkan dan membacakannya di Makkah), atau tidak khusus -dengan karya-karya tentang maulid saja- tetapi juga dengan menyebutkan riwayat-riwayat yang mengandung tentang kelahiran Nabi, seperti kitab Dala-il an-Nubuwwah karya al-Baihaqi. Kitab ini juga telah dibacakan kepadaku hingga selesai di Raudlah Nabi. Karena kebanyakan kisah maulid yang ada di tangan para penceramah adalah riwayat-riwayat bohong dan palsu, bahkan hingga kini mereka masih terus memunculkan riwayat-riwayat dan kisah-kisah yang lebih buruk dan tidak layak didengar, yang tidak boleh diriwayatkan dan didengarkan, justru sebaliknya orang yang mengetahui kebatilannya wajib mengingkari dan melarang untuk dibaca. Padahal sebetulnya tidak mesti ada pembacaan kisah-kisah maulid dalam peringatan maulid Nabi, melainkan cukup membaca beberapa ayat al-Qur’an, memberi makan dan sedekah, didendangkan bait-bait Mada-ih Nabawiyyah (pujian-pujian terhadap Nabi) dan syair-syair yang mengajak kepada hidup zuhud, mendorong hati untuk berbuat baik dan beramal untuk akhirat. Dan Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki” 


Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam Kajian Sejarah, Hukum & Dalil Pelaksanaannya

Terdapat ulama yang mengarang kitab tentang kebolehan peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam diantaranya: (1) Husnul Maqshad fi Amalil Maulid karya Imam Jalaluddin as Suyuthi (2) Khulashatul Kalam fi Ihtifal bi Maulidi Khairil Anam karya Syeikh Abdulloh bin Syeikh Abu Bakar bin Salim (3) Ihtifal bil Maulid karya DR. Said Ramadhan Buthi (4) Haulal Ihtifal bil Maulid Nabawi karya Prof. DR. Muhammad bin Alwi Al Maliki (5) Ihtifal bil Maulid Bainal Muayyidin wal Mu’aridlin karya Abil Hasanain Abdulloh al Husaini al Makky, dan lain-lain.
PERINGATAN MAULID NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASSALAM DI INDONESIA 


Perayaan maulid Nabi Muhammad saw, merupakan salah satu fenomena sosial keagamaan masyarakat di Indonesia. Perayaan maulid menggambarkan eksistensi budaya lokal yang sarat dengan nuansa keagamaan dan diwariskan secara. turun-temurun pada suatu masyarakat. Perayaan maulid tersebut, menurut Murtadha Al-Amily dalam bukunya “Perayaan Maulid Khaul dan Hari-Hari Besar Islam Bukan Sesuatu Yang Haram”, merupakan manifestasi rasa kecintaan kepada Nabi dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikannya sebagai wasilah untuk membersihkan diri dan memurnikannya. 


Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan Maulid Nabi atau Muludan dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan syahadatain (dua kalimat syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam. Itulah sebabnya perayaan Maulid Nabi disebut Perayaan Syahadatain, yang oleh lidah Jawa diucapkan Sekaten.

Dua kalimat syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu perayaan Maulid Nabi. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat terlebih dulu memasuki pintu gerbang "pengampunan" yang disebut gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata "gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di samping Gerebeg Mulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri) dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Belum didapatkan keterangan yang memuaskan mengenai bagaimana perayaan maulid masuk ke Indonesia. Namun terdapat indikasi bahwa orang-orang Arab Yaman yang banyak datang di wilayah ini adalah yang memperkenalkannya, disamping pendakwah-pendakwah dari Kurdistan. Ini dapat dilihat dalam kenyataan bahwa sampai saat ini banyak keturunan mereka maupun syaikh-syaikh mereka yang mempertahankan tradisi perayaan maulid. Di samping dua penulis kenamaan kitab Maulid berasal dari Yaman (al-Diba’i) dan dari Kurdistan (al-Barzanji), yang jelas kedua penulis tersebut mendasarkan dirinya sebagai keturunan Rasulullah, sebagaimana terlihat dalam kasidah-kasidahnya.

Dapat dipahami bahwa tradisi keagamaan perayaan maulid merupakan salah satu sarana penyebaran Islam di Indonesia, Islam tidak mungkin dapat tersebar dan diterima masyarakat luas di Indonesia, jika saja proses penyebarannya tidak melibatkan tradisi keagamaan. Yang jelas terdapat fakta yang kuat bahwa tradisi perayaan maulid merupakan salah satu ciri kaum muslim tradisional di Indonesia. Dan umumnya dilakukan oleh kalangan sufi. Maka dari segi ini dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa masuknya perayaan maulid bersamaan dengan proses masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh pendakwah yang umumnya merupakan kaum sufi. Hal itu dilakukan karena dasar pandangan ahl al-sunnah wa al-jama’ah, corak Islam yang mendominasi warna Islam Indonesia, lebih fleksibel dan toleran dibanding dengan kelompok lain. Mempertahankan tradisi menjadi sangat penting maknanya dalam kehidupan keagamaan mereka, berdasarkan pada kaidah ushuliyah, al-muhafadzah li al qadim al-shalih, wa al-ahdza min jadid al ashlah. Inilah kemudian dalam wacana keilmuan disebut sebagai Islam Tradisional.

Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam Kajian Sejarah, Hukum & Dalil Pelaksanaannya
Sebenarnya melaksanakan maulid boleh kapan saja, adapun maulidan di hari Jumat sebab berlandasan kepada hadits Nabi yang artinya: “Perbanyaklah shalawat atasku di hari Jumat dan malam jumat, dan barangsiapa bershalawat sekali maka Allah akan bershalawat atasnya 10 kali."

Mengenai perayaan di bulan Rabiul Awal maka ada baiknya kita lihat sejarah. Ketika seseorang berpuasa asyura mereka berpuasa atas keberhasilan Nabi Musa, dan ketika hari raya Idul Adha kita berkorban mengenang jasa Nabi Ismail, dan saat Rabiul Awal kita memperingati lahirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda yang artinya: "Maka Allah mengasihani seseorang yang menjadikan hari kelahirannya sebagai hari raya (untuk mensyukuri) agar menjadi penyakit yang parah bagi orang yang di hatinya terdapat penyakit."

Kelahiran Nabi Muhammad merupakam kelahiran yang istimewa karena pada bulan ini tidak ada perayaan lain selain kelahirannya. Sementara kalau kita lihat bulan lain terdapat banyak keistimewaannya. Oleh karena itu ini menunjukkan bahwa keagungannya secara istiqlaliyah atau terkhusus kepada beliau saja.

Dari beberapa pertanyaan di atas kita bisa simpulkan bahwa maulid Nabi bukanlah hal yang dilarang agama. Karena maulid Nabi adalah ungkapan kita dan bentuk syukur kita dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sebenarnya peringatan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh kapan saja, apalagi dilaksanakan di hari jum’at berlandaskan kepada hadist dalam Kitab Sunan Baihaqi nomer hadist 5490 yang berarti: “Perbanyaklah shalawat atasku di hari Jum’at dan malam Jum’at, dan barangsiapa bershalawat sekali maka Allah akan bershalawat atasnya 10 kali.” 


Mengenai peringatannya pada Bulan Rabi’ul Awal dapat diambil dari cerita sejarah Nabi-Nabi sebelumnya, seperti berpuasa Asyura atas keberhasilan Nabi Musa alaihis salam, berkurban pada hari Idul Adha atas jasa Nabi Ismail alaihis salam dan peringatan Maulid pada Bulan Rabi’ul Awal atas lahirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kelahirannya merupakan hari istimewa karena di bulan tersebut tidak ada perayaan apapun kecuali perayaan kelahirannya. Sementara di bulan-bulan lainnya terdapat banyak keistimewaan. Oleh karena itu, peringatan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk ungkapan bentuk syukur kita dengan adanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

MAHALLUL QIYAM

Mahallul qiyam jika kita artikan ke dalam bahasa Indonesia bermakna tempat kita berdiri. Yakni, sikap berdiri untuk menunjukkan ekspresi kebahagiaan dan dan penghormatan atas lahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian orang menganggap tidak boleh berdiri untuk memuliakan orang lain. Namun dalam hadits sendiri, Rasulullah memerintahkan sahabat Anshor untuk berdiri saat kedatangan pemimpin mereka. Nabi berkata: لسيدكم قوموا (berdirilah atas kedatangan pemimpin kalian!)

Sementara ulama menjelaskan apa kandungan mahallul qiyam di antaranya dalam sebuah syair:


وقد سن أهل العلم والفضل والتقى ¤ قياما على الأقدام مع حسن الامعان
بتشخيص ذات المصطفى وهو حاضر بأي مقام فيه يذكر بل دان

Artinya: "Para ulama memulai pekerjaan ini (mahallul qiyam) dengan meresapi kisah beliau (Nabi) dan membayangkan sosoknya yang agung bahkan dan tidak hanya dalam hal ini namun dalam segala kondisi"

Contoh lain hadits dari Sayyidatina Fatimah Azzahra, putri Nabi yang berdiri jika Nabi hadir; Rasulullah pun begitu saat Fatimah hadir. Dalam Sunan Abi Dawud (5217) disampaikan: "Sayyidatina Fatimah saat masuk menghadap Nabi, maka beliau (Nabi) berdiri dan mencium Fatimah lalu mempersilakan duduk di tempatnya. Begitu pun Rasulullah saat masuk ke hadapan Fatimah maka Fatimah berdiri dari tempat duduknya lalu Nabi menciumnya dan Fatimah mempersilakan Nabi duduk di tempatnya."

Pada praktiknya saat kita berdiri yang kita lakukan adalah memuji, bershalawat, bersyukur atas anugerah Allah yang menghadirkan keistimewaan dari kehadiran kekasihnya, Nabi Muhammad. Allah subhanahu wata'ala menyuruh kita berdzikir kapan saja di mana saja dan kondisi apa saja: 

اذْكُرُوا اللَّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِكُم


Bahkan ulama juga angkat bicara mengenai kebolehan mahallul qiyam dan secara detail dijelaskan dalam satu kitab khusus yang bernama Attarkhis bil Qiyam li Dzawil Fadhl wal Maziyyah min Ahlil Islam yang dikarang oleh Al Imam Nawawi.

PUJIAN SAHABAT KEPADA NABI MUHAMMAD

Dalam kitab Al Isti’ab fi Ma’rifatil Ashab terdapat hadis Kharim bin Aus bin Haritsah yang mana ia berkata: “Aku berhijrah kepada Rasulullah selepas dari Perang Tabuk dan aku memutuskan untuk masuk Islam, lalu aku mendengar Abbas bin Abdul Mutholib berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku ingin memujimu.” Nabi menjawab, “Katakanlah, tidak akan pecah gigimu.” Lalu Abbas mengutarakan sebuah syair yang memuji Rasulullah.


Selain itu, juga terdapat syair-syair yang memuji Rasulullah di antaranya sahabat Ka’ab bin Zuhair bin Abi Sulma, Hasan bin Tsabit, Bujair bin Zuhair al Muzani, Abbas bin Madras dan Nabigha al Ja’di. Ulama juga tak ketinggalan memuji Rasulullah dalam syairnya, di antaranya al Imam al Hafidz ibn Daqiq, al Imam al Hafidz Ibnu Hajar al Astqalani dan al Imam Aminus Syuara’ Ahmad Syauqi.

Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam Kajian Sejarah, Hukum & Dalil Pelaksanaannya

KITAB BERZANZI

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa'at kepadanya di Hari Kiamat." Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

Wallahu A'lam Bish Showab
 
*Penulis adalah lulusan Fakultas Syariah Islamiyyah Universitas Al-Azhar, Mesir & Pascasarjana Konsentrasi Ekonomi & Keuangan Syariah Universitas Indonesia, Jakarta


SEBELUMNYA : BAGIAN PERTAMA ===> klik disini
SEBELUMNYA : BAGIAN KEDUA ===> klik disini
SEBELUMNYA : BAGIAN KETIGA ===> klik disini