BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


Kursus Bimbingan Belajar Bahasa Arab Ilmu Nahwu, Sharaf, I'rab & TOAFL


IDGHAM (الإدغام)

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.


(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.

(1) Pengertain Idgham; (2) Tata Cara Idgham; (3) Pembagian Idgham (Shaghir & Kabir); (4) Tujuan Idgham; (5) Syarat-Syarat Idgham; (6) Hukum Idgham yang Diwajibkan; (7) Hukum Idgham yang Diperbolehkan/Jaiz; (8) Hukum Idgham yang Dilarang; (9) Lafaz-Lafaz yang Syadz.


PEMBAHASAN ILMU SHARAF TERLENGKAP : klik disini


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)

BAB 27 : IDGHAM (الإدغام) I. PENGERTIAN (تعريف الإدغام) Idgham adalah mendatangi atau mengucapkan dua huruf, yang satu mati dan yang lain berharakat dari makhraj yang sama, dengan pngucapan yang tidak ada pemisah diantara keduanya. Contoh: (مَدْدًا) (مَدًّا). Sedangkan antara meng-I’lal dan meng-Idgham-kan itu yang didahulukan adalah meng-I’lal. II. TATA CARA IDGHAM (طريقة الإدغام) Dua huruf yang sama ini ketika di-Idgham-kan diucapkan dengan sekali pengucapan (dengan sekali mengangkat lidah) tidak diucapkan dua huruf. A. Jika terdapat dua huruf yang sama yang keduanya berharakat, maka wajib meng-Idgham-kan huruf yang pertama pada huruf yang kedua, dan harus mematikan huruf yang pertama karena huruf yang berharakat tidak mungkin bisa di-Idgham-kan. Contoh: (مَدَّ). Lafaz ini asalnya (مَدَدَ), Dal yang pertama dimatikan supaya bisa di-Idgham-kan, maka menjadi (مَدْد), kemudian Dal yang pertama di-Idgham-kan pada Dal yang kedua, karena sama di dalam jenisnya, maka menjadi (مَد). B. Jika huruf yang pertama sudah tidak berharakat, maka langsung meng-Idgham-kan huruf yang pertama pada huruf yang kedua. Contoh: (مَدًّا). Yang asalnya (مددا), Dal yang pertama langsung di-Idgham-kan pada dal yang kedua karena sama di dalam jenisnya, maka menjadi (مدّا). III. PEMBAGIAN IDGHAM (أقسام الإدغام) A. Idgham Shaghir (الإدغام الصغير) adalah Idgham yang huruf pertamanya Sukun dari asal. B. Idgham Kabir (الإدغام الكبير) adalah Idgham yang kedua hurufnya sama-sama berharakat kemudian huruf yang pertama di-Sukun-kan atau memindah harakat huruf yang pertama pada huruf sebelumya. Adapun alasan dikatakan Idgham kabir karena dalam Idgham kabir terdapat dua tahapan, yaitu men-Sukun-kan dan memasukkan (ادغام) sedangkan di dalam Idgham shaghir hanya memasukkan saja. IV. TUJUAN IDGHAM (هدف الإدغام) Yaitu untuk mencari keringanan (lit-tahfif) di dalam mengucapkan lafaz, dikarenakan lafaz yang terdapat dua huruf yang sama dan tidak di-Idgham-kan itu hukumnya sangat berat, disebabkan lidah terangkat dua kali, sedang jika di-Idgham-kan lidah akan terangkat satu kali di dalam dua huruf yang sama. V. SYARAT-SYARAT IDGHAM (شروط الإدغام) A. Berkumpulnya dua huruf yang sama di dalam satu kalimat. Jika terdapat dua huruf yang sama yang berkumpul dalam dua kalimat, maka hukumnya boleh di-Idgham-kan (tidak wajib). Contoh: (جَعَلَ لَكَ) boleh di-Idgham-kan menjadi (جَعَلَّك). Hal ini disyaratkan memenuhi dua syarat yaitu: 1. Bukan merupakan dua hamzah. Karena jika berupa dua hamzah, hukumnya sangat jelek jika di-Idgham-kan. Contoh: (قَرَأَ أَيَة). 2. Huruf sebelum huruf yang pertama bukan huruf yang mati selainnya huruf yang lain (Wawu, alif dan Ya’). Jika berupa huruf mati maka tidak boleh di-Idgham-kan seperti lafaz: (شَهْرُ رَمَضَانَ). Catatan: Kenapa lafaz (قَوِي) yang asalnya (قَوِو) tidak di Idgham-kan? Karena di dalam lafaz ini terdapat dua sebab yang menuntut dua hal yang berbeda, yaitu: 1. Wawu yang huruf sebelumnya berharakat kasrah itu menuntut di-I’lal dengan cara diganti Ya’. 2. Kumpulnya dua Wawu dalam lafaz (قوو) menuntut di-Idgham-kan. B. Berkumpulnya dua huruf yang sama bukan dipermulaan kalimat. Jika dipermulaan, maka tidak boleh di-Idgham-kan seperti lafaz: (دَدَن). Catatan: 1. Seperti lafaz (تَتَابَع). Boleh di-Idgham-kan menjadi (اِتَّابَع), sedang prosesnya yaitu mematikan Ta’ yang pertama supaya bisa di-Idgham-kan, maka menjadi (تْتَابَع) kemudian mendatangkan hamzah washal supaya bisa mengucapkan lafaz yang awalnya mati, maka menjadi (اِتَّابَع). 2. Seperti lafaz (تَتَرَّسَ). Boleh di-Idgham-kan menjadi (اِتَّرَس) dengan cara menambahkan hamzah washal. Jika berkumpul dua Ta’ dalam permulaan Fi’il mudlore’ maka hukumnya tidak boleh di-Idgham-kan, karena akan menyebabkan mnarik hamzah washal, sedang di dalam Fi’il mudlori’ itu tidak ada yang awalnya didahului dengan hamzah washal, yang diperbolehkan adalah meringankan (mentahfif) dengan cara membuang salah satu huruf Ta’. Contoh: (تَتَذَكَّرَ) boleh diucapkan (تَذَكَّرَ). C. Bukan lafaz yang mengikuti lafaz (فُعَلٌ). Jika mengikuti Wazan ini , maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: (صفف). D. Bukan lafaz yang mengikuti lafaz (فُعُلٌ). Jika mengikuti Wazan ini , maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: (ذلل). E. Bukan lafaz yang mengikuti lafaz (فِعَلٌ). Jika mengikuti Wazan ini , maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: (كلل). Catatan: Lafaz yang mengikuti Wazan (فُعُلٌ فُعَلٌ فِعَلٌ) tidak boleh di-Idgham-kan karena Wazannya berbeda dengan Wazan Fi’il. Hal ini karena Idgham itu cabangan dari idhar, sedang Fi’il itu cabangan dari Isim (karena tercetak dari mashdar), oleh karena itu, hukum yang cabangan yaitu Idgham diberikan kepada lafaz yang bercabangan yaitu Fi’il-nya supaya sesuai, sedang Isim bisa di-Idgham-kan dengan syarat Wazannya sesuai dengan Wazannya Fi’il. F. Bukan lafaz yang mengikuti lafaz (فَعَلٌ). Jika mengikuti Wazan ini , maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: (لبب). Catatan: 1. Lafaz yang mengikuti Wazan (فَعَلٌ) tidak boleh di-Idgham-kan, walaupun lafaznya sama dengan Wazannya Fi’il, hal ini untuk menunjukkan ringannya kalimat Isim (karena hanya menunjukkan pada makna saja, tanpa disertai zaman), selain itu untuk mengingatkan bahwa Idgham yang ada di dalam kalimat Isim itu hukumnya cabangan (karena aslinya di dalam Fi’il). Dengan demikian bisa diketahui bahwa sebab yang menuntut Idgham di dalam Fi’il itu lebih kuat dibanding sebab Idgham yang ada di dalam Isim. 2. Sebab Idgham di dalam Fi’il lebih kuat dibanding Isim, hal ini karena Fi’il itu hukumnya berat karena makna yang ditunjukkan itu meliputi dua hal yaitu yang pertama menunjukkan makna dengan sendirinya dan yang kedua disertai dengan zaman, dan jika lafaznya ada dua huruf yang sama maka menjadi lebih berat, sehingga menuntut untuk di-Idgham-kan supaya menjadi ringan. 3. Sebab Idgham di dalam Isim itu tidak sekuat sebab Idgham Fi’il, karena kalimat Isim itu hukumnya ringan. Karena makna yang ditunjukkan itu hanya satu yaitu menunjukkan makna saja tanpa disertai zaman, dan jika lafaznya ada dua huruf yang sama maka menjadi berat, namun tidak seberat di dalam Fi’il, kemudian disyaratkan Wazan Isim sesuai dengan Wazannya Fi’il, supaya beratnya sama dengan yang ada pada Fi’il. G. Awalnya dua huruf yang sama tidak bertemu huruf yang di-Idgham-i. Jika awalnya huruf yang sama bertemu dengan huruf yang di-Idgham-i maka hukumnya tidak boleh di-Idgham-kan, karena akan menyebabkan bertemunya dua huruf yang mati, lalu menuntut mengubah kalimat tanpa menghasilkan sesuatu yang ringan diucapkan. Contoh: (جُسَّسٌ). Jika di-Idgham-kan menjadi (جُسَسٌّ), yang hukumnya tidak lebih ringan disbanding (جُسَّسٌ). H. Tidak terjadi pengharakatan yang baru datang (harakat bukan asal) pada huruf yang kedua. Jika huruf yang kedua berharakat tetapi bukan harakat asal maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: (اُخْصُصَ بِي). Lafaz ini asalnya (اُخْصُصْ اَبِي) kemudian harakat Fathahnya lafaz (ابي) dipindah pada shad-nya lafaz (اخصص), kemudian hamzah dibuang supaya lebih ringan di dalam pengucapan. I. Lafaz yang terdapat dua huruf yang sama bukan termasuk lafaz yang di-ilhaq-kan (disamakan) tashrif-nya dengan lafaz lain. Jika termasuk lafaz yang di-ilhaq-kan maka tidak boleh di-Idgham-kan. Contoh: 1. Lafaz (هَيْلَلَ). Lafaz ini asalnya (هَلَّ), kemudian ditambah huruf Ya’ supaya tasyrifnya sama dengan lafaz (فَعْلَلَ), lam dua yang sama tidak di-Idgham-kan, karena jika di-Idgham-kan tujuan mengilhaqkan tidak tercapai. 2. Lafaz (جلبب). Lafaz ini asalnya (جَلَبَ), kemudian ditambah dengan huruf yang sejenis dengan lam Fi’il yaitu Ba’. Supaya seluruh pentasyrifannya sama dengan Wazan (فعلل), dan ba’ tidak di-Idgham-kan karena bisa menyebabkan tidak tercapainya tujuan ilhaq. J. Huruf yang kedua tidak mengalami penyukunan yang sifatnya baru datang (bukan asal). Jika mengalami penyukunan maka hukumnya tidak boleh di-Idgham-kan. Penyukunan huruf yang kedua biasanya disebabkan dua hal yaitu: 1. Bertemu dlomir rafa’ yang muttasil. Contoh: (ظَلِلْتُ). 2. Karena dibaca jazm. Contoh: (اُحْلُلْ, لَمْ يَحْلُلْ). VI. HUKUM IDGHAM YANG DIWAJIBKAN (وجوب الإدغام) A. Idgham diwajibkan dalam dua huruf yang satu jenis apabila berkumpul dalam satu kalimat, baik keduanya berharakat. Contoh: (مَرَّ يَمُرُّ) asalnya (مَرَرَ يَمْرُرُ), atau huruf yang pertama Sukun sedangkan huruf yang kedua berharakat seperti (مَدًّا) dan (عَضًّا) asalnya (مَدْدَا) dan عَضْضًا(). Adapun perkataan penyair (الحَمْدُ لِلهِ العَلِّيِّ اْلاَجْلَلِ), maka termasuk keadaan darurat dalam kalam sYa’ir. Sedangkan yang sesuai dengan kaidah sharaf adalah (الاَجَلِّ). B. Kemudian apabila huruf yang pertama dari kedua huruf yang satu jenis itu Sukun, maka langsung di-Idgham-kan pada huruf yang kedua tanpa melakukan perubahan. Contoh: (شَدٍّ) dan (صَدٍّ) asalnya (شَدْدٍ) dan (صَدْدٍ). Dan apabila huruf yang pertama berharakat, maka harakatnya dibuang (di-Sukun-kan) kemudian di-Idgham-kan apabila huruf sebelumnya berharakat atau berupa huruf mad seperti (رَدَّ) dan (رَادٌّ) asalnya (رَدَدَ) dan (رَادِدٌ), sedangkan apabila huruf yang sebelumnya Sukun, maka memindahkan harakatnya huruf yang pertama pada huruf sebelumnya seperti (يَرُدُّ) asalnya (يَرْدُدُ). C. Wajib meng-Idgham-kan dua huruf (مثلين) yang bersandingan yang mana huruf pertama Sukun, apabila berada dalam dua kalimat yang seperti satu kalimat, hanya saja apabila huruf yang kedua berupa dhamir, maka wajib meng-Idgham-kan secara lafaz dan penulisan, sedangkan apabila huruf yang kedua bukan berbentuk dhamir, maka wajib meng-Idgham-kan secara lafaz saja. Contoh:: (سَكَتُّ، سَكَتَّـا، عَنَّا، عَلَيَّ، اُكْتُبْ بِالقَلَمِ، قُلْ لَهُ، اِسْتَغْفِرْ رَبَّكَ). VII. HUKUM IDGHAM YANG DIPERBOLEHKAN/JAIZ (جواز الإدغام) A. Huruf yang pertama dari dua huruf yang sama (مثلين) berharakat sedangkan huruf yang kedua di-Sukun-kan dengan Sukun yang bukan asal (عارض) karena di-jazm-kan dan sebagainya. Contoh: (لَمْ يَمُدَّ وَمُدَّ) dengan meng-Idgham-kan dan (لم يمدُدْ) dengan tidak meng-Idgham-kan, dan ini lebih baik, demikian pula di dalam Al-Qur’an (يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ) (وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوْبِهِمْ). . Apabila ‘Ain (عين) Fi’il dan Lam (لام) Fi’il suatu kalimat berupa Ya’ (ياء) yang Lazim serta Ya’ yang kedua berharakat. Contoh: (عَيِيَ وحَيِيَ), maka boleh juga kita ucapkan dengan Idgham (عَيَّ وحَيَّ). C. Apabila pada permulaan Fi’il Madhi terdapat dua Ta’ (تاء). Contoh: (تَتَابَعَ وتَتَبَّعَ) maka hukum Idgham diperbolehkan serta menambahkan hamzah washal dipermulaannya agar tidak dimulai dengan huruf yang Sukun. Contoh: (اِتَّابَع واِتَّبَع). kemudian apabila yang demikian adalah Fi’il Mudhari’, maka tidak boleh di-Idgham-kan, bahkan diperbolehkan meringankannya (تخفيف) dengan membuang salah satu Ta’-nya, contoh: (تَتَجَلَّى وتَتَلَظَّى) menjadi (تَجَلَّى وتَلَظَّى), contoh lain firman Allah Ta’ala (تَنَزَّلَ المَلَائِكَةُ وَالرُوْحُ نَارًا تَلَظَّى) maksudnya (تَتَنَزَّلُ وَتَتَلَظَّى). Dan yang demikian ini sering sekali digunakan. . Dua huruf yang sama bersandingan dalam dua kalimat serta sama-sama berharakat. Contoh: (جَعَلَ لِي وَكَتَبَ بِالقَلَمِ), maka boleh di-Idgham-kan dengan men-Sukun-kan huruf yang pertama: (جَعْلْ لِي وَكَتَبْ بِالقَلَمِ), hanya saja dalam hal ini peng-Idgham-an khusus secara lafaz bukan secara tulisan. VIII. HUKUM IDGHAM YANG DILARANG (ممنوع الإدغام) A. Apabila kedua huruf mitslain menjadi permulaan kata. Contoh: (دَدَنٍ ودَدًا ودَدٌ ودَدَانِ وتَتَرٍ ودَنَنٍ). . Keduanya berada pada kalimat Isim yang mengikuti Wazan (فُعَلٍ). Contoh: (دُرَرٍ وجُدَدٍ وصُفَفٍ) atau mengikuti Wazan (فُعُلٌ). Contoh: (سُرُرٍ وذُلُلٍ وجُدُدٍ) atau mengikuti Wazan (فِعَلٍ). Contoh: (لِمَمٍ وكِلَلٍ وحِلَلٍ) atau mengikuti Wazan (فَعَلٍ). Contoh: (طَلَلٍ ولَبَبٍ وخَبَبٍ). C. Keduanya berada pada Wazan yang ditambah untuk disamakan (dengan Wazan Fi’il Ruba’i), baik tambahannya adalah salah satu dari dua huruf tersebut atau bukan. Contoh: (جَلْبَبَ) dan (هَيْلَلَ). D. Huruf pertama dari huruf mitslain bersambung dengan huruf yang menjadi target Idgham (مدغم فيه). Contoh: (هَلَّلَ ومهَلَّلٍ، شَدَّدَ ومشَدَّدٍ) apabila dalam contoh ini masih di-Idgham-kan lagi, maka akan terjadi pengulangan Idgham yang tidak diperbolehkan. E. Dalam Wazan (أَفْعَلَ) yang berfaidah Ta’ajjub. Contoh: (أَعْزَزْ بِالعِلْمِ ! وأَحْبَبْ بِهِ) maka tidak boleh di-Idgham-kan menjadi (أَعَزَّ بِهِ! وأَحَبَّ بِهِ). F. Salah satunya di-Sukun-kan (bukan Sukun yang asal) dikarenakan bertemu dengan dhamir rafa’ mutaharrik. Contoh: (مددْتُ، مددْنَا، مددْتَ، مددْتُمْ ومددْتُنَّ). G. Berapa lafaz Syadz (شاذ) yang tidak di-Idgham-kan oleh orang Arab. IX. LAFAZ-LAFAZ YANG SYADZ (الألفاظ الشاذة) Lafaz-lafaz yang sudah memenuhi syarat diatas tetapi tidak di-Idgham-kan itu hukumnya Syadz, dan hal ini hanya mendengar dari kalangan orang arab. Contoh: (اَلِل).