BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤۡتِيَهُ ٱللَّهُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحُكۡمَ وَٱلنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَادٗا لِّي مِن دُونِ ٱللَّهِ وَلَٰكِن كُونُواْ رَبَّٰنِيِّ‍ۧنَ بِمَا كُنتُمۡ تُعَلِّمُونَ ٱلۡكِتَٰبَ وَبِمَا كُنتُمۡ تَدۡرُسُونَ ٧٩ وَلَا يَأۡمُرَكُمۡ أَن تَتَّخِذُواْ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةَ وَٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ أَرۡبَابًاۗ أَيَأۡمُرُكُم بِٱلۡكُفۡرِ بَعۡدَ إِذۡ أَنتُم مُّسۡلِمُونَ ٨٠
Artinya: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan penyembah Allah.’ Akan tetapi (dia berkata): ‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’ (QS. 3:79) Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para Nabi sebagai Rabb. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam.” (QS. 3:80)

Asbabun Nuzul ayat ini adalah : “Ketika para pendeta kalangan Yahudi dan Nasrani dari penduduk Najran berkumpul di tempat Rasulullah dan mengajak mereka kepada Islam, Abu Rafi’ Al-Qurazhi berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau menginginkan kami menyembahmu sebagaimana orang-orang Nasrani itu menyembah `Isa bin Maryam?” Lalu seseorang dari penduduk Najran yang menganut agama Nasrani, disebut ar-Ra-is berkata, “Apakah itu yang engkau kehendaki dari kami, wahai Muhammad, dan apa untuk itu Pula engkau menyeru kami?” Maka Rasulullah bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari menyembah selain Allah atau menyuruh menyembah selain Allah. Bukan untuk itu Dia mengutusku dan bukan itu pula yang Dia perintahkan kepadaku.” Atau senada dengan hal ini. Karena ucapan kedua orang inilah, Allah menurunkan ayat ini.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Al-Baihaqi yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “Ya Rasulullah, apakah mengucapkan salam kepada tuan itu sebagaimana memberi salam kepada teman kami? Apakah tidak perlu sujud kepada tuan?” Nabi menjawab: “Jangan, cukup kamu menghormat Nabimu, dan beritahukan yang hak kepada yang layak engkau beritahu, karena sesungguhnya tidak dibenarkan seseorang bersujud kepada selain Allah.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai penegasan atas ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Diriwayatkan oleh Abd Ar-Razzaq di dalam Tafsirnya, yang bersumber dari Al-Hasan)

Firman-Nya (ماكان لبشر أن يؤتيه الله الكتاب والحكم والنبوة ثم يقول للناس كونوا عبادا لي من دون الله) (“Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.’”) Maksudnya, tidak pantas bagi orang yang telah Allah turunkan kepadanya kitab, hikmah, dan kenabian untuk mengatakan kepada manusia, “Beribadahlah kepadaku di samping beribadah kepada Allah.” Jika hal itu tidak dibenarkan bagi seorang Nabi dan Rasul, maka lebih tidak dibenarkan lagi dilakukan oleh orang yang bukan Nabi dan Rasul. Oleh karena itu Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak pantas bagi seorang mukmin menyuruh manusia menyembah dirinya, yang demikian itu karena ada satu kaum yang sebagian mereka menyembah sebagian lainnya, yaitu Ahlul Kitab, mereka menyembah para pendeta dan rahib mereka.” Sebagaimana Allah berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 31 yang artinya: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah.”

Dalam kitab Al-Musnad dan Sunan At-Tirmidzi, sebagaimana akan dijelaskan bahwa `Adi bin Hatim berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا عَبَدُوهُمْ. قَالَ: "بَلَى، إنَّهُمْ أَحَلُّوا لَهُمُ الْحَرَامَ وحَرَّمُوا عَلَيْهِمُ الْحَلالَ، فَاتَّبَعُوهُمْ، فَذَلِكَ عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ"
Artinya: “Ya Rasulullah, mereka tidak menyembah para pendeta dan rahib. Beliau menjawab, “Tidak, bahkan mereka (para pendeta dan rahib itu) menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal bagi mereka, lalu mereka pun mengikutinya. Maka yang demikian itulah penyembahan mereka terhadap para pendeta dan rahib mereka.”

Orang-orang bodoh dari kalangan para pendeta dan rahib serta pemuka kesesatan termasuk dalam kecaman dan celaan ini. Berbeda dengan para Rasul dan para pengikutnya dari kalangan ulama yang konsisten, mereka hanya menyuruh kepada apa yang diperintahkan Allah Ta’ala serta apa yang disampaikan oleh para Rasul yang mulia. Mereka juga melarang apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala dan apa yang disampaikan oleh para Rasul. Karena, para Rasul merupakan duta antara Allah Ta’ala dan makhluk-Nya dalam menunaikan risalah yang mereka bawa, serta menyampaikan amanat. Mereka melaksanakan tugasnya itu dengan amat baik dan sangat sempurna, menasehati umat manusia dan menyampaikan kebenaran kepada mereka.

Firman-Nya (ولكن كونوا ربانيين بما كنتم تعلمون الكتاب وبما كنتم تدرسون) (“Akan tetapi [dia berkata: ‘Hendaklah kamu menjadi orang orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’”) Artinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan kepada umat manusia, “Jadilah kalian hamba-hamba rabbani.” Ibnu ‘Abbas, Abu Razin, dan ulama lainnya berkata, “Jadilah orang-orang bijak, para ulama dan orang-orang yang bersabar.” Sedangkan Al-Hasan dan ulama lainnya berkata, “Jadilah fuqaha (orang yang faham tentang agama).” Hal yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu’Abbas, Sa’id bin Jubair, Qatadah, `Atha’ Al-Khurasani, `Athiyyah Al-‘Aufi, dan Ar-Rabi’ bin Anas. Diriwayatkan pula dari Al-Hasan bahwa maknanya adalah ahli ibadah dan ahli takwa.

Firman-Nya (بما كنتم تعلمون الكتاب وبما كنتم تدرسون) (“Karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya,”) Adh-Dhahak berkata, “Suatu hal yang wajib bagi orang yang belajar Al-Qur’an untuk menjadi seorang faqih, “tu’allimuuna” artinya kalian memahami maknanya.” Dan kata “tu’allimuuna” ini dibaca dengan cara ditasydidkan, karena berasal dari kata “at-ta’liim”.

Firman-Nya (وبما كنتم تدرسون) (“Dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya.”) Maksudnya, kalian menghafal lafaz-lafaznya.

Firman-Nya (ولا يأمركم أن تتخذوا الملائكة والنبيين أربابا) (“Dan [tidak wajar pula baginya] menyuruh kamu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai Rabb.”) Yakni tidak patut ia menyuruh kalian untuk menyembah seseorang selain Allah Ta’ala, baik itu Nabi, Rasul yang diutus, ataupun Malaikat yang didekatkan. Firman-Nya (أيأمركم بالكفر بعد إذ أنتم مسلمون) (“Apakah patut ia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah [menganut agama] Islam?”) Artinya tidak ada yang melakukan hal seperti itu kecuali orang yang menyeru kepada penyembahan selain Allah Ta’ala. Orang yang menyeru kepada penyembahan selain Allah Ta’ala berarti ia telah mengajak kepada kekafiran. Sedangkan para Nabi hanya memerintahkan untuk beriman, yaitu beribadah kepada Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Anbiyaa ayat 25 yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada ilah (yang haq) melainkan Aku, maka beribadahlah kepada-Ku.”


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)