BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
AYAT KE-38
Firman-Nya (رب هب لي من لدنك ذرية طيبة إنك سميع الدعاء) (“Ya Rabb-ku, berikanlah kepadaku dari sisi Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Mahamendengar doa.”) ketika Zakariya melihat bahwa Allah Ta’ala telah memberikan rezeki kepada Maryam berupa buah-buahan musim dingin pada musim kemarau dan buah-buahan musim kemarau pada musim dingin, maka pada saat itu ia berkeinginan keras untuk mendapatkan seorang anak meskipun sudah tua, tulang-tulangnya sudah mulai rapuh dan rambutnya pun telah memutih, sedang istrinya sendiri juga sudah tua dan bahkan mandul. Namun demikian, ia tetap memohon kepada Rabbnya dengan suara yang lembut seraya berdoa sebagaimana lafaz tersebut di atas.
AYAT KE-39
Firman-Nya (فنادته الملائكة وهو قائم يصلي في المحراب) (“Kemudian Malaikat [Jibril] memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab.”) Maksudnya, Malaikat menyerukan kepadanya dengan seruan yang didengar olehnya, sedang pada saat itu ia dalam keadaan berdiri mengerjakan salat di mihrab, tempat di mana ia beribadah, menyendiri, bermunajat, dan mengerjakan salat. Lalu Allah Ta’ala memberitahukan kabar gembira yang disampaikan oleh Malaikat, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menggembirakanmu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya.” Yaitu dengan seorang anak yang lahir dari tulang sulbimu yang diberi nama Yahya. Qatadah dan yang lainnya berkata, “Diberi nama Yahya, karena Allah Ta’ala menghidupkannya dengan keimanan.”
Firman-Nya (مصدقا بكلمة من الله) (“Yang membenarkan kalimat [yang datang] dari Allah Ta’ala.”) Mengenai firman-Nya di atas ini, Al-‘Aufi dan selainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dan juga Al-Hasan, Qatadah, `Ikrimah, Mujahid, Abu Asy-Sya’tsa’, As-Suddi, Ar-Rabi’ bin Anas, Adh-Dhahhak, dan yang lainnya berkata tentang ayat ini, bahwa yang dimaksudkan dengan, Kalimat yang datang dari Allah Ta’ala’ adalah `Isa bin Maryam. Ar-Rabi’ bin Anas berkata: “Dia (Yahya) adalah orang yang pertama kali percaya akan datangnya `Isa bin Maryam. Dan Qatadah berkata, “(Dia Yahya) diatas Sunnah dan manhajnya.” Sedangkan Ibnu Juraij meriwayatkan, mengenai firman-Nya ini dari Ibnu `Abbas berkata: “Yahya dan `Isa adalah saudara sepupu. Dan Yahya adalah orang yang pertama kali membenarkan `Isa. Dan kalimat Allah Ta’ala yang dimaksud adalah `Isa itu sendiri. Yahya itu lebih tua daripada `Isa. Hal yang sama juga dikatakan oleh As-Suddi.
Firman-Nya (وسيدا) (“Menjadi panutan.”) Abul `Aliyah, Ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah, Sa’id bin Jubair, dan selain mereka berkata: “Yaitu, yang penyantun.” Sedangkan Qatadah berkata: “Ia itu sebagai panutan dalam (hal) ilmu dan ibadah.” Ibnu ‘Abbas, Ats-Tsauri, dan Adh-Dhahhak berkata: “Sayyidan berarti yang santun dan penuh ketakwaan.” Sa’id bin Al-Musayyab berkata: “Sayyidan berarti orang yang sangat paham dan berilmu.” Dan ‘Athiyyah berkata: “Ia adalah panutan dalam (hal) akhlak dan agamanya.” ‘Ikrimah berkata: “la adalah orang yang tidak pernah dikendalikan oleh amarah.” Sedangkan Ibnu Zaid berkata: “Maksudnya adalah orang yang mulia.” Dan Mujahid serta ulama yang lain berkata: “Artinya adalah, yang mulia di sisi Allah Ta’ala.”
Firman-Nya (وحصورا) (“Yang menahan diri.”) Dalam kitabnya, Asy-Syifa’, Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Ketahuilah bahwa pujian Allah Ta’ala pada Yahya bahwa ia sebagai “hashuuran” bukanlah seperti yang dikemukakan oleh sebagian orang, di antara mereka menyebutkan bahwa Yahya itu tidak memiliki kemaluan. Pendapat ini secara tegas ditentang oleh para ahli tafsir yang terkemuka dan ulama yang kritis. Dalam hal ini mereka berkata: “Penafsiran seperti itu merupakan suatu kekurangan dan aib serta tidak layak bagi para Nabi. Dan makna yang benar adalah, bahwa Yahya itu ma’shum (terpelihara) dari perbuatan dosa, seakan-akan Yahya itu dibentengi dari dosa.” Ada juga yang berpendapat, bahwa Yahya itu menahan dirinya dari nafsu syahwat. Dari sini, tampak bahwa ketidakmampuan untuk menikah itu merupakan suatu kekurangan. Dan yang merupakan keutamaan adalah adanya kemampuan dalam menikah, namun Yahya menolaknya, baik karena melalui mujahadah (usaha keras) seperti yang dilakukan Isa maupun karena diberikan kemampuan oleh Allah Ta’ala untuk melakukan hal tersebut, seperti yang dialami oleh Yahya sendiri.
Menikah itu -bagi orang yang mampu dan sanggup menunaikan semua kewajiban yang timbul akibat menikah dengan tidak melalaikan kewajiban kepada Rabb-nya- adalah merupakan derajat yang tinggi, yaitu derajat yang diperoleh Nabi Muhammad, yang dengan istri-istri yang dimilikinya, beliau tidak pernah lalai untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Bahkan hal itu menjadikan beliau bertambah ibadahnya, yaitu dengan memelihara mereka, menunaikan kewajiban kepada mereka, memberikan nafkah, serta memberikan bimbingan kepada mereka. Bahkan secara tegas beliau menyatakan bahwa istri itu bukan bagian yang diperoleh dari dunianya, meski ia merupakan bagian dunia bagi orang lain.” Lalu beliau bersabda:
Maksud dari ungkapan itu adalah, bahwa beliau memuji Yahya sebagai orang yang terpelihara. Yang demikian itu bukan karena tidak menggauli wanita, melainkan karena ia ma’shum, terpelihara dari berbagai macam perbuatan keji dan kotor. Dan kema’shumannya itu tidak menghalanginya untuk menikahi, mencumbui, dan menjadikan hamil wanita yang halal baginya. Bahkan dapat dipahami lahirnya keturunan baginya melalui doa yang dipanjatkan Zakariya di atas, di mana Zakariya berdoa, “Berikanlah kepadaku dari sisi-Mu seorang anak yang baik.” Seolah-olah ia (Zakariya) mengucapkan: “Seorang anak yang memiliki anak cucu, keturunan, dan pengganti.”
Firman-Nya (ونبيا من الصالحين) (“Dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang yang salih.”) Ini merupakan kabar gembira kedua, yaitu berita pengangkatan Yahya sebagai Nabi setelah berita gembira sebelumnya, yaitu kelahiran Yahya. Berita kedua ini lebih tinggi kedudukannya daripada berita pertama, sebagaimana firman-Nya kepada ibunya Musa dalam Surah Al-Qashash ayat 7 yang artinya: “Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul.” Pada saat Zakariya meyakini berita gembira ini, maka ia merasa heran terhadap lahirnya anak dari dirinya setelah usia tua.
AYAT KE-40
Firman-Nya (رب أني يكون لي غلام وقد بلغني الكبر وامرأتي عاقر قال) (“Zakariya berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul.’ Ia berkata,”) yaitu malaikat.
Firman-Nya (كذلك الله يفعل ما يشاء) (“Demikianlah Allah Ta’ala berbuat apa yang dikehendaki-Nya”) artinya, demikian itulah urusan Allah Ta’ala yang besar (agung) itu, tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan (tidak mampu diperbuat)-Nya, dan tidak ada suatu hal (perkara) yang memberatkan-Nya.
AYAT KE-41
Firman-Nya (قال رب اجعل لي آية) (“Zakaria berkata, ‘Berikanlah kepadaku suatu tanda [bahwa istriku hamil]”) yaitu tanda yang menunjukkan akan lahirnya seorang anak dariku.
Firman-Nya (قال آيتك ألا تكلم الناس ثلاثة أيام إلا رمزا) (“Allah Ta’ala berfirman, ‘Tandanya bagimu adalah kamu tidak bisa berkata-kata kepada manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat.’”) yakni hanya berupa isyarat karena kamu tidak bisa berbicara, padahal pada saat itu engkau dalam keadaan sehat dan normal, sebagaimana dalam firman-Nya Surah Maryam ayat 10 yang artinya: “Selama tiga malam, padahal kamu sehat.” Kemudian Allah Ta’ala menyuruhnya untuk banyak berzikir, bertakbir dan bertasbih dalam keadaan seperti itu.
Firman-Nya (واذكر ربك كثير) (“Dan sebutlah [nama] Rabb-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbih di waktu petang dan pagi hari.”) akan dikemukakan dari sisi lain dalam pembahasan masalah ini pada Surah Maryam.
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥۖ
قَالَ رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ
ٱلدُّعَآءِ ٣٨
فَنَادَتۡهُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَهُوَ
قَآئِمٞ يُصَلِّي فِي ٱلۡمِحۡرَابِ أَنَّ ٱللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحۡيَىٰ
مُصَدِّقَۢا بِكَلِمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَسَيِّدٗا وَحَصُورٗا وَنَبِيّٗا مِّنَ
ٱلصَّٰلِحِينَ ٣٩
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي غُلَٰمٞ
وَقَدۡ بَلَغَنِيَ ٱلۡكِبَرُ وَٱمۡرَأَتِي عَاقِرٞۖ قَالَ كَذَٰلِكَ ٱللَّهُ
يَفۡعَلُ مَا يَشَآءُ ٤٠
قَالَ رَبِّ ٱجۡعَل لِّيٓ ءَايَةٗۖ قَالَ
ءَايَتُكَ أَلَّا تُكَلِّمَ ٱلنَّاسَ ثَلَٰثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا رَمۡزٗاۗ وَٱذۡكُر
رَّبَّكَ كَثِيرٗا وَسَبِّحۡ بِٱلۡعَشِيِّ وَٱلۡإِبۡكَٰرِ ٤١
Artinya: “Di sanalah Zakariya berdoa kepada Rabb-nya seraya berkata: ‘Ya Rabbku, berilah aku dari sisi-Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Mahamendengar doa “. Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab (katanya): ‘Sesungguhnya Allah Ta’ala menggembirakanmu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah Ta’ala, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang salih.’ Zakariya berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul.’ Allah Ta’ala berfirman: ‘Demikianlah, Allah Ta’ala berbuat apa yang dikehendaki-Nya’. Berkata Zakariya: ‘Berilah aku suatu tanda (bahwa istriku telah mengandung).’ Allah Ta’ala berfirman: ‘Tandanya bagimu, kamu tidak dapat berkata-kata dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Rabbmu sebanyak-banyaknya serta bertasbihlah di waktu petang dan pagi hari.’” AYAT KE-38
Firman-Nya (رب هب لي من لدنك ذرية طيبة إنك سميع الدعاء) (“Ya Rabb-ku, berikanlah kepadaku dari sisi Mu seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Mahamendengar doa.”) ketika Zakariya melihat bahwa Allah Ta’ala telah memberikan rezeki kepada Maryam berupa buah-buahan musim dingin pada musim kemarau dan buah-buahan musim kemarau pada musim dingin, maka pada saat itu ia berkeinginan keras untuk mendapatkan seorang anak meskipun sudah tua, tulang-tulangnya sudah mulai rapuh dan rambutnya pun telah memutih, sedang istrinya sendiri juga sudah tua dan bahkan mandul. Namun demikian, ia tetap memohon kepada Rabbnya dengan suara yang lembut seraya berdoa sebagaimana lafaz tersebut di atas.
AYAT KE-39
Firman-Nya (فنادته الملائكة وهو قائم يصلي في المحراب) (“Kemudian Malaikat [Jibril] memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan salat di mihrab.”) Maksudnya, Malaikat menyerukan kepadanya dengan seruan yang didengar olehnya, sedang pada saat itu ia dalam keadaan berdiri mengerjakan salat di mihrab, tempat di mana ia beribadah, menyendiri, bermunajat, dan mengerjakan salat. Lalu Allah Ta’ala memberitahukan kabar gembira yang disampaikan oleh Malaikat, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menggembirakanmu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya.” Yaitu dengan seorang anak yang lahir dari tulang sulbimu yang diberi nama Yahya. Qatadah dan yang lainnya berkata, “Diberi nama Yahya, karena Allah Ta’ala menghidupkannya dengan keimanan.”
Firman-Nya (مصدقا بكلمة من الله) (“Yang membenarkan kalimat [yang datang] dari Allah Ta’ala.”) Mengenai firman-Nya di atas ini, Al-‘Aufi dan selainnya meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dan juga Al-Hasan, Qatadah, `Ikrimah, Mujahid, Abu Asy-Sya’tsa’, As-Suddi, Ar-Rabi’ bin Anas, Adh-Dhahhak, dan yang lainnya berkata tentang ayat ini, bahwa yang dimaksudkan dengan, Kalimat yang datang dari Allah Ta’ala’ adalah `Isa bin Maryam. Ar-Rabi’ bin Anas berkata: “Dia (Yahya) adalah orang yang pertama kali percaya akan datangnya `Isa bin Maryam. Dan Qatadah berkata, “(Dia Yahya) diatas Sunnah dan manhajnya.” Sedangkan Ibnu Juraij meriwayatkan, mengenai firman-Nya ini dari Ibnu `Abbas berkata: “Yahya dan `Isa adalah saudara sepupu. Dan Yahya adalah orang yang pertama kali membenarkan `Isa. Dan kalimat Allah Ta’ala yang dimaksud adalah `Isa itu sendiri. Yahya itu lebih tua daripada `Isa. Hal yang sama juga dikatakan oleh As-Suddi.
Firman-Nya (وسيدا) (“Menjadi panutan.”) Abul `Aliyah, Ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah, Sa’id bin Jubair, dan selain mereka berkata: “Yaitu, yang penyantun.” Sedangkan Qatadah berkata: “Ia itu sebagai panutan dalam (hal) ilmu dan ibadah.” Ibnu ‘Abbas, Ats-Tsauri, dan Adh-Dhahhak berkata: “Sayyidan berarti yang santun dan penuh ketakwaan.” Sa’id bin Al-Musayyab berkata: “Sayyidan berarti orang yang sangat paham dan berilmu.” Dan ‘Athiyyah berkata: “Ia adalah panutan dalam (hal) akhlak dan agamanya.” ‘Ikrimah berkata: “la adalah orang yang tidak pernah dikendalikan oleh amarah.” Sedangkan Ibnu Zaid berkata: “Maksudnya adalah orang yang mulia.” Dan Mujahid serta ulama yang lain berkata: “Artinya adalah, yang mulia di sisi Allah Ta’ala.”
Firman-Nya (وحصورا) (“Yang menahan diri.”) Dalam kitabnya, Asy-Syifa’, Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Ketahuilah bahwa pujian Allah Ta’ala pada Yahya bahwa ia sebagai “hashuuran” bukanlah seperti yang dikemukakan oleh sebagian orang, di antara mereka menyebutkan bahwa Yahya itu tidak memiliki kemaluan. Pendapat ini secara tegas ditentang oleh para ahli tafsir yang terkemuka dan ulama yang kritis. Dalam hal ini mereka berkata: “Penafsiran seperti itu merupakan suatu kekurangan dan aib serta tidak layak bagi para Nabi. Dan makna yang benar adalah, bahwa Yahya itu ma’shum (terpelihara) dari perbuatan dosa, seakan-akan Yahya itu dibentengi dari dosa.” Ada juga yang berpendapat, bahwa Yahya itu menahan dirinya dari nafsu syahwat. Dari sini, tampak bahwa ketidakmampuan untuk menikah itu merupakan suatu kekurangan. Dan yang merupakan keutamaan adalah adanya kemampuan dalam menikah, namun Yahya menolaknya, baik karena melalui mujahadah (usaha keras) seperti yang dilakukan Isa maupun karena diberikan kemampuan oleh Allah Ta’ala untuk melakukan hal tersebut, seperti yang dialami oleh Yahya sendiri.
Menikah itu -bagi orang yang mampu dan sanggup menunaikan semua kewajiban yang timbul akibat menikah dengan tidak melalaikan kewajiban kepada Rabb-nya- adalah merupakan derajat yang tinggi, yaitu derajat yang diperoleh Nabi Muhammad, yang dengan istri-istri yang dimilikinya, beliau tidak pernah lalai untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Bahkan hal itu menjadikan beliau bertambah ibadahnya, yaitu dengan memelihara mereka, menunaikan kewajiban kepada mereka, memberikan nafkah, serta memberikan bimbingan kepada mereka. Bahkan secara tegas beliau menyatakan bahwa istri itu bukan bagian yang diperoleh dari dunianya, meski ia merupakan bagian dunia bagi orang lain.” Lalu beliau bersabda:
"حُبِّبَ
إليَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ
Artinya: “Allah Ta’ala menjadikan aku mencintai sebagian dari urusan dunia kalian.” Maksud dari ungkapan itu adalah, bahwa beliau memuji Yahya sebagai orang yang terpelihara. Yang demikian itu bukan karena tidak menggauli wanita, melainkan karena ia ma’shum, terpelihara dari berbagai macam perbuatan keji dan kotor. Dan kema’shumannya itu tidak menghalanginya untuk menikahi, mencumbui, dan menjadikan hamil wanita yang halal baginya. Bahkan dapat dipahami lahirnya keturunan baginya melalui doa yang dipanjatkan Zakariya di atas, di mana Zakariya berdoa, “Berikanlah kepadaku dari sisi-Mu seorang anak yang baik.” Seolah-olah ia (Zakariya) mengucapkan: “Seorang anak yang memiliki anak cucu, keturunan, dan pengganti.”
Firman-Nya (ونبيا من الصالحين) (“Dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang yang salih.”) Ini merupakan kabar gembira kedua, yaitu berita pengangkatan Yahya sebagai Nabi setelah berita gembira sebelumnya, yaitu kelahiran Yahya. Berita kedua ini lebih tinggi kedudukannya daripada berita pertama, sebagaimana firman-Nya kepada ibunya Musa dalam Surah Al-Qashash ayat 7 yang artinya: “Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang dari para Rasul.” Pada saat Zakariya meyakini berita gembira ini, maka ia merasa heran terhadap lahirnya anak dari dirinya setelah usia tua.
AYAT KE-40
Firman-Nya (رب أني يكون لي غلام وقد بلغني الكبر وامرأتي عاقر قال) (“Zakariya berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku telah sangat tua dan istriku pun seorang yang mandul.’ Ia berkata,”) yaitu malaikat.
Firman-Nya (كذلك الله يفعل ما يشاء) (“Demikianlah Allah Ta’ala berbuat apa yang dikehendaki-Nya”) artinya, demikian itulah urusan Allah Ta’ala yang besar (agung) itu, tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan (tidak mampu diperbuat)-Nya, dan tidak ada suatu hal (perkara) yang memberatkan-Nya.
AYAT KE-41
Firman-Nya (قال رب اجعل لي آية) (“Zakaria berkata, ‘Berikanlah kepadaku suatu tanda [bahwa istriku hamil]”) yaitu tanda yang menunjukkan akan lahirnya seorang anak dariku.
Firman-Nya (قال آيتك ألا تكلم الناس ثلاثة أيام إلا رمزا) (“Allah Ta’ala berfirman, ‘Tandanya bagimu adalah kamu tidak bisa berkata-kata kepada manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat.’”) yakni hanya berupa isyarat karena kamu tidak bisa berbicara, padahal pada saat itu engkau dalam keadaan sehat dan normal, sebagaimana dalam firman-Nya Surah Maryam ayat 10 yang artinya: “Selama tiga malam, padahal kamu sehat.” Kemudian Allah Ta’ala menyuruhnya untuk banyak berzikir, bertakbir dan bertasbih dalam keadaan seperti itu.
Firman-Nya (واذكر ربك كثير) (“Dan sebutlah [nama] Rabb-mu sebanyak-banyaknya serta bertasbih di waktu petang dan pagi hari.”) akan dikemukakan dari sisi lain dalam pembahasan masalah ini pada Surah Maryam.
PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########