BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Firman-Nya (يؤتي الحكمة من يشاء) Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: “Yaitu pengetahuan mengenai Al-Qur’an, yang meliputi ayat-ayat nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, yang didahulukan dan yang diakhirkan, halal dan haram, dan semisalnya.” Ibnu Abi Najih menceritakan dari Mujahid: “Yang dimaksud dengan hikmah di sini adalah tepat dalam ucapan.” Sedangkan Abu Aliyah mengatakan: “Hikmah berarti rasa takut kepada Allah Ta’ala, karena sesungguhnya rasa takut kepada Allah merupakan pokok dari setiap hikmah.” Ibrahim An-Nakha’i mengemukakan: “Hikmah berarti pemahaman.” Ibnu Wahab menceritakan dari Malik, Zaid bin Aslam mengatakan: “Hikmah berarti akal.”
Imam Malik mengatakan: “Sesungguhnya terbetik di hatiku bahwa hikmah itu adalah pemahaman tentang agama Allah Ta’ala dan sesuatu yang dimasukkan-Nya ke dalam hati yang berasal dari rahmat dan karunia-Nya. Yang dapat memperjelas hal itu adalah bahwa anda mungkin mendapatkan seseorang yang ahli dalam urusan dunianya, jika ia berbicara tentangnya. Dan anda mendapatkan orang lain yang lemah dalam urusan dunianya tetapi ia sangat ahli dan luas pandangannya dalam bidang agama, ini merupakan karunia yang diberikan kepadanya dan dihalangi dari orang yang pertama. Jadi, hikmah berarti pemahaman dalam agama Allah Ta’ala.” Sedangkan as-Suddi mengemukakan, “Hikmah berarti kenabian.”
Yang benar, sebagaimana dikatakan oleh Jumhurul ulama, hikmah itu tidak dikhususkan pada kenabian saja, tetapi lebih umum dari itu. Yang tertinggi dari derajat hikmah adalah kenabian, sedangkan risalah lebih khusus lagi. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan: aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Firman-Nya (وما يذكر إلا أولوا الألباب) maksudnya tidak ada yang mengambil pelajaran dari suatu nasihat dan peringatan kecuali orang-orang yang memiliki hati dan akal, yaitu ia memahami apa yang sedang dibicarakan dan makna yang terkandung dalam firman Allah Ta’ala.
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
يُؤۡتِي ٱلۡحِكۡمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن
يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ
أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٢٦٩
Artinya: “Allah memberikan hikmah (kepahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan as-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” Firman-Nya (يؤتي الحكمة من يشاء) Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: “Yaitu pengetahuan mengenai Al-Qur’an, yang meliputi ayat-ayat nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, yang didahulukan dan yang diakhirkan, halal dan haram, dan semisalnya.” Ibnu Abi Najih menceritakan dari Mujahid: “Yang dimaksud dengan hikmah di sini adalah tepat dalam ucapan.” Sedangkan Abu Aliyah mengatakan: “Hikmah berarti rasa takut kepada Allah Ta’ala, karena sesungguhnya rasa takut kepada Allah merupakan pokok dari setiap hikmah.” Ibrahim An-Nakha’i mengemukakan: “Hikmah berarti pemahaman.” Ibnu Wahab menceritakan dari Malik, Zaid bin Aslam mengatakan: “Hikmah berarti akal.”
Imam Malik mengatakan: “Sesungguhnya terbetik di hatiku bahwa hikmah itu adalah pemahaman tentang agama Allah Ta’ala dan sesuatu yang dimasukkan-Nya ke dalam hati yang berasal dari rahmat dan karunia-Nya. Yang dapat memperjelas hal itu adalah bahwa anda mungkin mendapatkan seseorang yang ahli dalam urusan dunianya, jika ia berbicara tentangnya. Dan anda mendapatkan orang lain yang lemah dalam urusan dunianya tetapi ia sangat ahli dan luas pandangannya dalam bidang agama, ini merupakan karunia yang diberikan kepadanya dan dihalangi dari orang yang pertama. Jadi, hikmah berarti pemahaman dalam agama Allah Ta’ala.” Sedangkan as-Suddi mengemukakan, “Hikmah berarti kenabian.”
Yang benar, sebagaimana dikatakan oleh Jumhurul ulama, hikmah itu tidak dikhususkan pada kenabian saja, tetapi lebih umum dari itu. Yang tertinggi dari derajat hikmah adalah kenabian, sedangkan risalah lebih khusus lagi. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan: aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"لَا
حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فسلَّطه عَلَى
هَلَكته فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا
وَيُعَلِّمُهَا"
Artinya: “Tidak diperbolehkan dengki kecuali terhadap dua orang: Seorang yang diberi harta kekayaan oleh Allah, lalu ia menghabiskannya dalam kebenaran, dan seorang yang diberikan hikmah oleh Allah, lalu ia memutuskan perkara (urusan) berdasarkan hikmah itu dan ia mengajarkannya.” (HR. Ahmad 1/432. Hadis tersebut juga diriwayatkan Ibnu Majah melalui beberapa jalan, dari Ismail bin Abi Khalid) Firman-Nya (وما يذكر إلا أولوا الألباب) maksudnya tidak ada yang mengambil pelajaran dari suatu nasihat dan peringatan kecuali orang-orang yang memiliki hati dan akal, yaitu ia memahami apa yang sedang dibicarakan dan makna yang terkandung dalam firman Allah Ta’ala.
PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########