BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa ada seorang wanita yang sulit mempunyai anak, berjanji kepada dirinya, jika putranya hidup, maka ia akan menjadikannya Yahudi. Dan ketika Bani Nadhir diusir, dan di antara mereka terdapat anak-anak kaum Anshar, maka mereka berkata, “Kami tidak mendakwahi anak-anak kami.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat (لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي) sebagai teguran bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Hibban, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Asbabun Nuzul riwayat lainnya adalah: “Berkenaan dengan Al-Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Firman-Nya (لا إكراه في الدين) maksudnya, janganlah kalian memaksa seseorang memeluk agama Islam. Karena sesungguhnya dalil-dalil dan bukti-bukti itu sudah demikian jelas dan gamblang, sehingga tidak perlu ada pemaksaan terhadap seseorang untuk memeluknya. Tetapi barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala dan dilapangkan dadanya serta diberikan cahaya bagi hati nurainya, maka ia akan memeluknya. Dan barangsiapa yang dibutakan hatinya oleh Allah Ta’ala, dikunci mati pendengaran dan pandangannya, maka tidak akan ada manfaat baginya paksaan dan tekanan untuk memeluk Islam. Para ulama menyebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah berkenaan dengan beberapa orang kaum Anshar, meskipun hukumnya berlaku umum.

Ulama yang lainnya mengatakan: “Ayat tersebut telah dinaskh (dihapus) dengan ayat qital (perang), dan bahwasanya kita diwajibkan mengajak seluruh umat manusia memeluk agama yang lurus, yaitu Islam. Jika ada salah seorang di antara mereka menolak memeluknya dan tidak mau tunduk kepadanya, atau tidak mau membayar jizyah, maka ia harus dibunuh. Dan inilah makna pemaksaan.” Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Fath ayat 16 yang artinya: “Kamu akan diajak untuk (memerangi) kaum yang mempunyai kekuatan yang besar, kamu akan memerangi mereka atau mereka menyerah (masuk Islam).” Diriwayatkan bahwa dalam hadis sahih disebutkan:

"عَجِبَ رَبُّكَ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُونَ إِلَى الْجَنَّةِ فِي السَّلَاسِلِ"
Artinya: “Rabbmu merasa kagum kepada kaum yang digiring ke dalam surga dengan rantai.” (HR. Al-Bukhari 3010)

Maksudnya, para tawanan yang dibawa ke negeri Islam dalam keadaan diikat dan dibelenggu, setelah itu mereka masuk Islam, lalu amal perbuatan mereka dan hati mereka menjadi baik, sehingga mereka menjadi penghuni surga.

Firman-Nya (فمن يكفر بالطاغوت ويؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها والله سميع عليم) maksudnya, barangsiapa yang melepaskan diri dari sekutu-sekutu (tandingan), berhala, serta apa yang diserukan oleh setan berupa penyembahan kepada selain Allah Ta’ala, mengesakan-Nya, serta menyembah-Nya, dan bersaksi bahwa tiada Ilah yang haq selain Dia, berarti ia telah benar-benar tegar dan teguh berjalan di jalan yang tepat lagi lurus.

Umar mengatakan: “Bahwa al-jibt itu berarti sihir dan thaghut berarti setan. Bahwasanya keberanian dan sikap pengecut merupakan tabiat yang melekat pada diri manusia. Orang yang berani akan memerangi orang-orang yang tidak dikenalnya, sedangkan seorang pengecut lari meninggalkan ibunya. Sesungguhnya kemuliaan seseorang adalah pada agama, kehormatan dan akhlaknya, meskipun ia orang Parsi ataupun rakyat jelata.” Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari Umar. Lalu ia menyebutkannya. Dan makna yang diberikan Umar bahwa thaghut berarti setan mempunyai landasan yang sangat kuat, ia mencakup segala macam kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah, yaitu berupa penyembahan berhala, berhukum, dan memohon bantuan kepadanya.

Firman-Nya (فمن يكفر بالطاغوت و يؤمن بالله فقد استمسك بالعروة الوثقى لا انفصام لها) maksudnya, ia telah berpegang teguh kepada agama dengan sarana yang sangat kuat. Dan Allah Ta’ala menyerupakan hal itu dengan tali sangat kuat yang tidak akan putus. Tali tersebut sangatlah kokoh, kuat keras ikatannya.

Firman-Nya (العروة الوثقى) Mujahid mengatakan: “Yang dimaksud dengan al-‘urwatul wutsqaa; adalah iman.” Sedangkan As-Suddi mengemukakan: “Yaitu Islam.” Sedangkan Sa’id bin Jubair dan Adh-Dhahhak mengatakan: “Yaitu kalimat Laa ilaaHa illallaaH.” Dari Anas bin Malik: “Yang dimaksud dengan al-‘urwatul wutsqaa; adalah Al-Qur’an.” Dan dari Salim bin Abi Al-Ja’ad, ia mengatakan: “Cinta dan benci karena Allah.” Semua ungkapan di atas benar, tidak bertentangan satu dengan lainnya.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Muhammad bin Qais bin ‘Ubadah, menceritakan, suatu ketika aku berada di dalam masjid, lalu datang seseorang yang terpancar kekhusyuan dari wajahnya. Kemudian orang itu mengerjakan salat dua rakaat secara singkat. Orang-orang di masjid itu berkata: “Inilah seorang ahli syurga.” Ketika orang itu keluar, aku mengikutinya hingga masuk ke rumahnya. Maka aku pun masuk ke rumahnya bersamanya. Selanjutnya aku ajak ia berbicara, dan setelah sedikit akrab, maka aku pun berkata kepadanya: “Sesungguhnya ketika engkau masuk masjid, orang-orang berkata ini dan itu.” Ia berujar: “Subhanallah, tidak seharusnya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Akan aku ceritakan kepadamu mengapa aku demikian. Sesungguhnya pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, aku bermimpi ini dan mimpi itupun kuceritakan kepada beliau. Aku pernah bermimpi seolah-olah berada di sebuah taman yang sangat hijau.

Ibnu Aun mengatakan: “Orang itu menyebutkan warna hijau dan keluasan taman itu.” Di tengah-tengah taman itu terdapat tiang besi yang bagian bawahnya berada di bumi dan yang bagian atas berada di langit. Di atasnya terdapat tali. Dikatakan kepadaku, “Naiklah ke atasnya.” Aku tidak sanggup,” jawabku. Kemudian datang seorang pelayan kepadaku. -Ibnu Aun mengatakan: yaitu seorang pelayan muda menyingsingkan bajuku dari belakang seraya berkata: “Naiklah.” Maka aku pun menaikinya hingga aku berpegangan pada tali itu. Ia berkata: “Berpegangteguhlah pada tali itu!.” Setelah itu aku bangun dari tidur dan tali itu berada tanganku. Selanjutnya aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kuceritakan semuanya itu kepada beliau, maka beliau bersabda:

"أَمَّا الرَّوْضَةُ فَرَوْضَةُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعَمُودُ فَعَمُودُ الْإِسْلَامِ وَأَمَّا الْعُرْوَةُ فَهِيَ الْعُرْوَةُ الْوُثْقَى، أَنْتَ عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى تَمُوتَ"
Artinya: “Taman itu adalah taman Islam, dan tiang itu adalah tiang Islam, sedangkan tali itu adalah tali yang sangat kuat. Engkau akan senantiasa memeluk Islam sampai mati.” (HR. Al-Bukhari 3813, Muslim 2484 dan Ahmad 5/452. Imam Ahmad mengatakan: “Ia adalah Abdullah bin Salam.”)


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)