BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Asbabun Nuzul ayat ini: “Ibnu Abi Hatim menceritakan, dari Jundub bin Abdullah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus sebuah delegasi, dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai pemimpin. Ketika Abu Ubaidah berangkat, ia pun menangis, karena berat meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau pun menahan kepergian Abu Ubaidah. Selanjutnya beliau mengutus Abdullah bin Jahsy untuk menggantikan posisi Abu Ubaidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menitipkan sepucuk surat kepadanya dan memerintahkan agar ia tidak membacanya hingga ia sampai di suatu tempat ini dan itu, seraya berpesan, “Janganlah engkau memaksa seseorang dari para sahabatmu untuk pergi bersamamu.” Setelah membaca isi surat itu, ia pun berucap: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun” dan berkata, “Aku patuh dan taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.” Selanjutnya ia menyampaikan berita itu dan membacakan surat itu kepada mereka, lalu ada dua orang yang pulang kembali. (Dalam sirah diceritakan, tidak ada seorang pun dari mereka yang kembali pulang. Tetapi Sa’ad bin Abi Waqqash dan Atabah bin Ghazwan tertinggal di belakang, karena kehilangan unta. Mereka berdua terlambat karena mencari unta tersebut dan kembali pulang ke Madinah setelah delegasi itu berangkat) (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani di dalam Kitab Al-Kabir, Al-Baihaqi di dalam Sunannya, yang bersumber dari Jundub bin Abdillah)
Firman-Nya (يسألونك عن الشهر الحرام قتال فيه قل قتال فيه كبير) mereka yang tersisa terus berjalan hingga bertemu dengan Ibnu Al-Hadhrami, maka mereka membunuhnya, sedang mereka tidak mengetahui bahwa hari itu termasuk bulan Rajab atau Jumadil Tsaniyah. Lalu orang-orang musyrik mengatakan kepada kaum Muslimin: “Kalian telah berperang pada bulan Haram.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini bahwasanya tidak boleh berperang pada bulan haram itu, namun apa yang kalian kerjakan, hai orang-orang musyrik lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan haram ini, yaitu kalian kufur kepada Allah Ta’ala, kalian halangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dari Masjidil Haram dan kalian mengusir penduduk yang tinggal di sekitar Masjidil Haram yaitu ketika mereka mengusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Di sisi Allah, hal itu jelas lebih besar dosanya daripada pembunuhan.
Mengenai firman Allah Ta’ala ini, Al-Aufi mengemukakan, dari Ibnu Abbas, yaitu bahwa orang-orang musyrik menghalangi dan melarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk Masjidil Haram pada bulan Haram. Kemudian Allah Ta’ala membukakan jalan bagi Nabi-Nya pada bulan Haram tahun berikutnya. Karena itulah, orang-orang musyrik menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berperang pada bulan Haram.
Firman-Nya (وصد عن سبيل الله وكفر به والمسجد الحرام وإخراج أهله منه أكبر عند الله) maka Allah Ta’ala berfirman dalam ayat ini. Maksudnya lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan Haram ini. Maksudnya yaitu, jika kalian telah melakukan pembunuhan pada bulan haram, tetapi mereka telah menghalangi kalian dari jalan Allah Ta’ala dan Masjidil Haram, kafir kepada-Nya, dan mengusir kalian darinya, padahal kalian adalah penduduk asli di sana, maka hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah Ta’ala daripada pembunuhan yang kalian lakukan terhadap salah seorang dari mereka.
Firman-Nya (والفتنة أكبر من القتل) maksudnya, mereka sebelumnya telah menekan (mengintimidasi) orang muslim dalam urusan agamanya sehingga mereka berhasil mengembalikannya kepada kekufuran setelah keimanannya. Maka perbuatan seperti itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan.
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
يَسَۡٔلُونَكَ عَنِ ٱلشَّهۡرِ
ٱلۡحَرَامِ قِتَالٖ فِيهِۖ قُلۡ قِتَالٞ فِيهِ كَبِيرٞۚ وَصَدٌّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ
وَكُفۡرُۢ بِهِۦ وَٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ وَإِخۡرَاجُ أَهۡلِهِۦ مِنۡهُ أَكۡبَرُ
عِندَ ٱللَّهِۚ وَٱلۡفِتۡنَةُ أَكۡبَرُ مِنَ ٱلۡقَتۡلِۗ وَلَا يَزَالُونَ
يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ وَمَن
يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ
أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ
هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢١٧
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil-haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” Asbabun Nuzul ayat ini: “Ibnu Abi Hatim menceritakan, dari Jundub bin Abdullah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutus sebuah delegasi, dan menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai pemimpin. Ketika Abu Ubaidah berangkat, ia pun menangis, karena berat meninggalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau pun menahan kepergian Abu Ubaidah. Selanjutnya beliau mengutus Abdullah bin Jahsy untuk menggantikan posisi Abu Ubaidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menitipkan sepucuk surat kepadanya dan memerintahkan agar ia tidak membacanya hingga ia sampai di suatu tempat ini dan itu, seraya berpesan, “Janganlah engkau memaksa seseorang dari para sahabatmu untuk pergi bersamamu.” Setelah membaca isi surat itu, ia pun berucap: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji’uun” dan berkata, “Aku patuh dan taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.” Selanjutnya ia menyampaikan berita itu dan membacakan surat itu kepada mereka, lalu ada dua orang yang pulang kembali. (Dalam sirah diceritakan, tidak ada seorang pun dari mereka yang kembali pulang. Tetapi Sa’ad bin Abi Waqqash dan Atabah bin Ghazwan tertinggal di belakang, karena kehilangan unta. Mereka berdua terlambat karena mencari unta tersebut dan kembali pulang ke Madinah setelah delegasi itu berangkat) (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani di dalam Kitab Al-Kabir, Al-Baihaqi di dalam Sunannya, yang bersumber dari Jundub bin Abdillah)
Firman-Nya (يسألونك عن الشهر الحرام قتال فيه قل قتال فيه كبير) mereka yang tersisa terus berjalan hingga bertemu dengan Ibnu Al-Hadhrami, maka mereka membunuhnya, sedang mereka tidak mengetahui bahwa hari itu termasuk bulan Rajab atau Jumadil Tsaniyah. Lalu orang-orang musyrik mengatakan kepada kaum Muslimin: “Kalian telah berperang pada bulan Haram.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini bahwasanya tidak boleh berperang pada bulan haram itu, namun apa yang kalian kerjakan, hai orang-orang musyrik lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan haram ini, yaitu kalian kufur kepada Allah Ta’ala, kalian halangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dari Masjidil Haram dan kalian mengusir penduduk yang tinggal di sekitar Masjidil Haram yaitu ketika mereka mengusir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Di sisi Allah, hal itu jelas lebih besar dosanya daripada pembunuhan.
Mengenai firman Allah Ta’ala ini, Al-Aufi mengemukakan, dari Ibnu Abbas, yaitu bahwa orang-orang musyrik menghalangi dan melarang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk Masjidil Haram pada bulan Haram. Kemudian Allah Ta’ala membukakan jalan bagi Nabi-Nya pada bulan Haram tahun berikutnya. Karena itulah, orang-orang musyrik menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berperang pada bulan Haram.
Firman-Nya (وصد عن سبيل الله وكفر به والمسجد الحرام وإخراج أهله منه أكبر عند الله) maka Allah Ta’ala berfirman dalam ayat ini. Maksudnya lebih besar dosanya daripada pembunuhan pada bulan Haram ini. Maksudnya yaitu, jika kalian telah melakukan pembunuhan pada bulan haram, tetapi mereka telah menghalangi kalian dari jalan Allah Ta’ala dan Masjidil Haram, kafir kepada-Nya, dan mengusir kalian darinya, padahal kalian adalah penduduk asli di sana, maka hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah Ta’ala daripada pembunuhan yang kalian lakukan terhadap salah seorang dari mereka.
Firman-Nya (والفتنة أكبر من القتل) maksudnya, mereka sebelumnya telah menekan (mengintimidasi) orang muslim dalam urusan agamanya sehingga mereka berhasil mengembalikannya kepada kekufuran setelah keimanannya. Maka perbuatan seperti itu lebih besar dosanya di sisi Allah daripada pembunuhan.
Firman-Nya (ولا يزالون يقاتلونكم حتى يردوكم عن دينكم إن استطاعوا) maksudnya, kemudian mereka akan terus melakukan perbuatan yang lebih keji tanpa ada keinginan untuk bertaubat dan menghentikan diri.
PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########