BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Ayat ini turun berkenaan dengan Al-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi (seorang anggota komplotan Zukhra yang memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menampakkan keislaman, padahal hatinya bertolak-belakang dengan hal itu. Di kala pulang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia melewati kebun dan ternak kaum Muslimin. Ia membakar tanamannya dan membunuh ternak-ternaknya. Maka turunlah ayat ini mengingatkan kaum Muslimin akan bahaya tipu daya mulut manis.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi)
Asbabun Nuzul dalam riwayat lainnya adalah: “Ketika pasukan kaum Muslimin (di antaranya terdapat Ashim dan Murtsid) terdesak, berkatalah dua orang kaum munafik: ‘Celakalah mereka yang terperdaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh yang akibatnya tidak merasakan hidup tentram lagi bersama keluarganya, ataupun melanjutkan tuntunan ajaran agamanya.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai peringatan kepada kaum Muslimin agar tidak tertarik oleh bujukan manis tentang kehidupan dunia.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Ada juga yang berpendapat bahwa ayat tersebut berlaku umum bagi orang-orang munafik dan juga orang-orang yang beriman secara keseluruhan. Demikian menurut pendapat Qatadah, Mujahid, Rabi’ bin Anas, dan beberapa ulama lainnya. Dan pendapat inilah yang benar. Muhammad bin Ka’ab mengemukakan: “Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki, dan setelah itu berlaku umum.” Dan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi ini pun baik dan benar.
Firman-Nya (ويشهد الله على ما في قلبه) Ibnu Muhaishin membacanya dengan memfathahkan “ya” dan mendhammahkan lafaz Allah, yang berarti: meskipun orang ini berhasil mempedaya kalian, namun Allah Ta’ala mengetahui keburukan dalam hatinya. Hal ini serupa dengan firman-Nya dalam Surah Al-Munafiqqun ayat 1 yang artinya: “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasul Allab.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
Sedangkan jumhur ulama membacanya sesuai dengan di atas yang maksudnya orang munafik itu menampakkan keislaman kepada manusia, dan menantang Allah Ta’ala untuk membongkar kekufuran dan kemunafikan yang ada di dalam hatinya, seperti firman-Nya dalam Surah An-Nisaa ayat 108 yang artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.” Demikian makna yang diriwayatkan Ibnu Ishaq, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas. Ada pula yang mengatakan: “Artinya bahwa jika orang munafik itu menampakkan keislaman di hadapan manusia ia bersumpah dan mempersaksikan Allah Ta’ala kepada mereka (para manusia) bahwa apa yang ada di dalam hatinya sesuai dengan ucapannya. Makna seperti ini benar dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir dan disandarkan kepada Ibnu Abbas dari Mujahid.
Firman-Nya (وهو ألذ الخصام) secara bahasa, ‘al-aladdu’ berarti yang menyimpang. Seperti firman-Nya dalam Surah Maryam ayat 97 yang artinya: “Dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.” ‘Luddan’ berarti yang menyimpang (baca: membangkang). Demikian itulah keadaan orang munafik ketika melakukan pembangkangan. Ia berdusta, menyimpang dari kebenaran, tidak konsisten, bahkan sebaliknya, ia suka mengada-ada dan berbuat keji. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, beliau pernah bersabda:
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, secara marfu’, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ
فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ
أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ ٢٠٤
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya
tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang
paling keras.” Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Ayat ini turun berkenaan dengan Al-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi (seorang anggota komplotan Zukhra yang memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menampakkan keislaman, padahal hatinya bertolak-belakang dengan hal itu. Di kala pulang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia melewati kebun dan ternak kaum Muslimin. Ia membakar tanamannya dan membunuh ternak-ternaknya. Maka turunlah ayat ini mengingatkan kaum Muslimin akan bahaya tipu daya mulut manis.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari As-Suddi)
Asbabun Nuzul dalam riwayat lainnya adalah: “Ketika pasukan kaum Muslimin (di antaranya terdapat Ashim dan Murtsid) terdesak, berkatalah dua orang kaum munafik: ‘Celakalah mereka yang terperdaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh yang akibatnya tidak merasakan hidup tentram lagi bersama keluarganya, ataupun melanjutkan tuntunan ajaran agamanya.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai peringatan kepada kaum Muslimin agar tidak tertarik oleh bujukan manis tentang kehidupan dunia.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas)
Ada juga yang berpendapat bahwa ayat tersebut berlaku umum bagi orang-orang munafik dan juga orang-orang yang beriman secara keseluruhan. Demikian menurut pendapat Qatadah, Mujahid, Rabi’ bin Anas, dan beberapa ulama lainnya. Dan pendapat inilah yang benar. Muhammad bin Ka’ab mengemukakan: “Sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki, dan setelah itu berlaku umum.” Dan pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Qurazhi ini pun baik dan benar.
Firman-Nya (ويشهد الله على ما في قلبه) Ibnu Muhaishin membacanya dengan memfathahkan “ya” dan mendhammahkan lafaz Allah, yang berarti: meskipun orang ini berhasil mempedaya kalian, namun Allah Ta’ala mengetahui keburukan dalam hatinya. Hal ini serupa dengan firman-Nya dalam Surah Al-Munafiqqun ayat 1 yang artinya: “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasul Allab.’ Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.”
Sedangkan jumhur ulama membacanya sesuai dengan di atas yang maksudnya orang munafik itu menampakkan keislaman kepada manusia, dan menantang Allah Ta’ala untuk membongkar kekufuran dan kemunafikan yang ada di dalam hatinya, seperti firman-Nya dalam Surah An-Nisaa ayat 108 yang artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.” Demikian makna yang diriwayatkan Ibnu Ishaq, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas. Ada pula yang mengatakan: “Artinya bahwa jika orang munafik itu menampakkan keislaman di hadapan manusia ia bersumpah dan mempersaksikan Allah Ta’ala kepada mereka (para manusia) bahwa apa yang ada di dalam hatinya sesuai dengan ucapannya. Makna seperti ini benar dikemukakan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, dan menjadi pilihan Ibnu Jarir dan disandarkan kepada Ibnu Abbas dari Mujahid.
Firman-Nya (وهو ألذ الخصام) secara bahasa, ‘al-aladdu’ berarti yang menyimpang. Seperti firman-Nya dalam Surah Maryam ayat 97 yang artinya: “Dan agar kamu memberi peringatan dengannya kepada kaum yang membangkang.” ‘Luddan’ berarti yang menyimpang (baca: membangkang). Demikian itulah keadaan orang munafik ketika melakukan pembangkangan. Ia berdusta, menyimpang dari kebenaran, tidak konsisten, bahkan sebaliknya, ia suka mengada-ada dan berbuat keji. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam, beliau pernah bersabda:
"آيَةُ
الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا
خَاصَمَ فَجَرَ"
Artinya: “Tanda-tanda orang
munafik itu ada tiga: Jika berbicara berdusta, jika berjanji ingkar, dan
jika bertengkar ia berbuat jahat.” Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, secara marfu’, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
"إن
أَبْغَضَ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الْأَلَدُّ الْخَصِمُ"
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah penentang yang paling keras.” (HR. Al-Bukhari 4523).
PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########