يَكَادُ ٱلۡبَرۡقُ يَخۡطَفُ
أَبۡصَٰرَهُمۡۖ كُلَّمَآ أَضَآءَ لَهُم مَّشَوۡاْ فِيهِ وَإِذَآ أَظۡلَمَ
عَلَيۡهِمۡ قَامُواْۚ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمۡعِهِمۡ
وَأَبۡصَٰرِهِمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ٢٠
Artinya: “Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila kegelapan menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia meleyapkan pendengaran dan pengelihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”
Firman-Nya (yakaadu al-barqu yakhthafu abshaarahum) berarti kuat dan hebatnya kilat tersebut serta lemahnya pengelihatan dan ketidak teguhan orang-orang munafik dalam beriman.
Firman-Nya (kullamaa adhaa’a lahum masyau fiihi wa idzaa adzlama ‘alahim qaamuu) menurut Ibnu Ishak, dari Ibnu Abbas, artinya mereka mengetahui kebenaran dan berbicara mengenai kebenaran tersebut. Jika mereka mengetahui kebenaran itu, maka mereka tetap iika istiqamah. Namun jika mereka kembali kepada kekafiran, maka berhenti dalam keadaan bingung. Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ar-Rabi’ bin Anas dan As-Suddi, dengan sanadnya dari beberapa sahabat, dan merupakan pendapat yang paling benar dan jelas.
Dan begitulah keadaan yang akan mereka alami pada hari kiamat kelak, yaitu ketika manusia diberi cahaya dengan keimanannya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya yang dapat menerangi perjalanan beberapa mil, dan ada yang diberi kurang atau lebih dari itu. Ada juga yang cahayanya terkadang mati dan kadang-kadang menyala. Ada juga yang kadang-kadang berjalan dan kadang berhenti. Bahkan ada juga yang cahayanya mati sama sekali, mereka itulah orang munafik tulen yang Allah Ta’ala sebutkan melalui firman-Nya dalam Surah Al-Hadiid ayat 13 yang artinya: “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: ‘Tunggulah kami supaya kami dapat sebagian dari cahayamu.” Dikatakan (kepda mereka): ‘Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahanya (untukmu).”
Dan mengenai orang-orang yang beriman, Allah Ta’ala berfirman dalam Surah At-Tahrim ayat 8 yang artinya: “Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia. Sedangkan cahaya mereka memancarkan di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dengan demikian, Allah Ta’ala telah membagi orang-orang kafir menjadi dua macam, yaitu yang menyerukan (kepada kekafiran) dan yang hanya ikut-ikutan sebagaimana yang disebutkan-Nya dalam Surah Al-Hajj ayat 3 yang artinya: “Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat.” Dan Allah Ta’ala juga telah membagi orang-orang mukmin di awal Surah Al-Waqiah dan di akhirnya, juga pada Surah Al-Insan menjadi dua bagian; pertama, sabiqun yaitu mereka yang didekatkan kepada Allah Ta’ala, dan kedua adalah ashab al-yamin, yaitu orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dari ayat-ayat di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang beriman terbagi menjadi dua bagian, yaitu orang-orang yang didekatkan dan orang-orang yang berbuat kebajikan. Sedangkan orang-orang kafir juga terbagi dua, yaitu penyeru kepada kekafiran dan ikut-ikutan. Dan orang-orang munafik juga terbagi dua, yaitu orang munafik murni dan orang munafik yang dalam dirinya masih ada iman dan masih ada juga kemunafikan. Sebagaimana tertuang dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعها: مَنْ إِذَا حَدّث كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"
Artinya: “Ada tiga hal yang jika ketiganya ada pada seseorang, maka ia seorang munafik murni. Dan barangsiapa yang pada dirinya terdapat salah satu dari ketiganya, maka pada dirinya itu terdapat satu sifat kemunafikan sehingga ia meninggalkannya. Yaitu orang yang apabila berbicara berdusta, apabila berjanji tidak menepati dan apabila diberi kepercayaan berkhianat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Para ulama menjadikan hadis ini sebagai dalil bahwa dalam diri manusia itu mungkin saja terdapat salah satu unsur kemunafikan, baik yang bersifat amali berdasarkan hadis ini maupun I’tiqadi sebagaimana yang telah dijelaskan ayat Alquran dan menjadi pendapat sekelompok ulama Salaf maupun Khalaf. Hadis dari Abu Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"الْقُلُوبُ أَرْبَعَةٌ: قَلْبٌ أَجْرَدُ، فِيهِ مِثْلُ السِّرَاجِ يُزْهر، وَقَلْبٌ أَغْلَفُ مَرْبُوطٌ عَلَى غِلَافِهِ، وَقَلْبٌ مَنْكُوسٌ، وَقَلْبٌ مُصَفَّح، فَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَجْرَدُ فَقَلْبُ الْمُؤْمِنِ، سِرَاجُهُ فِيهِ نُورُهُ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْأَغْلَفُ فَقَلْبُ الْكَافِرِ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْمَنْكُوسُ فَقَلْبُ الْمُنَافِقِ الْخَالِصِ، عَرَفَ ثُمَّ أَنْكَرَ، وَأَمَّا الْقَلْبُ الْمُصَفَّحُ فَقَلْبٌ فِيهِ إِيمَانٌ وَنِفَاقٌ، ومَثَل الْإِيمَانِ فِيهِ كَمَثَلِ الْبَقْلَةِ، يَمُدُّهَا الْمَاءُ الطَّيِّبُ، وَمَثَلُ النِّفَاقِ فِيهِ كَمَثَلِ الْقُرْحَةِ يَمُدّها الْقَيْحُ وَالدَّمُ، فَأَيُّ الْمَدَّتَيْنِ غَلَبَتْ عَلَى الْأُخْرَى غَلَبَتْ عَلَيْهِ"
Artinya: “Hati itu ada empat macam; hati yang bersih yang di dalamnya terdapat semacam pelita yang bersinar, hati yang tertutup lagi terikat, hati yang berbalik dan hati yang berlapis. Hati yang bersih itu adalah hati orang mukmin, dan pelita yang ada di dalamnya itu adalah cahayanya. Hati yang tertutup adalah hati orang kafir. Hati yang berbalik adalah hati orang munafik murni, ia mengetahui Islam lalu ingkar. Sedangkan hati yang berlapis adalah hati orang yang di dalamnya terdapat iman dan kemunafikan. Perumpamaan iman dalam hati itu adalah seperti sayur-sayuran yang disiram air bersih. Sedangkan perumpamaan kemunafikan dalam hati adalah seperti luka yang dilumuri nanah dan darah. Mana di antara keduanya (iman dan kemunafikan) yang mengalahkan yang lainnya, maka dialah yang mendominasinya.” (HR. Imam Ahmad bahwa hadis ini jayyid hasan)
Firman-Nya (wa lau syaa’a Allahu ladzahaba bisam’ihim wa abshaarihim inna Allaha ‘alaa kulli syai’in qadiir) menurut Muhammad bin Ishak menceritakan, Muhammad bin Abi Ikrimah atau Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Karena mereka meninggalkan kebenaran setelah mengetahuinya.”
Firman-Nya (inna Allaha ‘alaa kulli syai’in qadiir) bahwa Ibnu Abbas mengatakan Allah Ta’ala berkuasa atas segala azab atau ampunan yang hendak diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Ibnu Jarir juga mengatakan: “Sesungguhnya Allah menyifati diri-Nya dengan kekuasaan atas segala sesuatu dalam hal ini, karena Dia hendak mengingatkan orang-orang munafik akan kekuatan dan keperkasaan-Nya. Dan Dia juga memberitahukan kepada mereka bahwa Dia meliputi mereka serta sanggup untuk melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.” Makna kata (qaadirun) berarti (qaadirun) yaitu Dzat yang berkuasa. Sebagaimana bentuk kata (‘aliimun) berarti (‘aalimun) yang berarti Mahamengetahui.
PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########