BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

ثُمَّ أَفِيضُواْ مِنۡ حَيۡثُ أَفَاضَ ٱلنَّاسُ وَٱسۡتَغۡفِرُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ١٩٩
Artinya: “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafat) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha-pengampun lagi Mahapenyayang.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa orang-orang Arab wukuf di Arafah, sedang orang-orang Quraisy wukuf di lembahnya (Muzdalifah). Maka turunlah ayat ini yang mengharuskan wukuf di Arafah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abbas)

Asbabun Nuzul lainnya adalah: “Orang-orang Quraisy wukuf di dataran rendah Muzdalifah, dan selain orang Quraisy, wukuf di dataran tinggi Arafah, kecuali Syaibah bin Rabi’ah. Maka turunlah ayat ini yang mengharuskan wukuf di Arafah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir yang bersumber dari Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq)

Firman-Nya (ثم أفيضوا) kata (ثم) dalam ayat ini digunakan untuk menyambungkan pernyataan dengan pernyataan secara berurutan dan tertib. Seolah-olah Allah Ta’ala memerintahkan orang yang telah berwuquf di Arafah agar bertolak ke Muzdalifah untuk dzikir kepada Allah di Masy’arilharam. Juga memerintahkan supaya wuqufnya di Arafah dikerjakan bersama orang banyak, sebagaimana orang banyak melakukannya di Arafah kecuali orang-orang Quraisy, di mana mereka tidak pergi dari Tanah Haram, dan mereka berwuquf di pinggiran Tanah Haram, di Tanah Halal yang terdekat seraya mengatakan: “Kami adalah keluarga Allah yang berada di negeri-Nya dan tinggal di rumah-Nya.”

Firman-Nya (من حيث أفاض الناس) Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Orang-orang Quraisy dan yang seagama dengan mereka berwuquf di Muzdalifah. Mereka menamakannya al-humus, sedangkan orang-orang Arab lainnya berwuquf di Arafah. Setelah Islam datang, Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk datang ke Arafah dan berwuquf di sana, setelah itu bertolak darinya. Inilah maksud firman Allah Ta’ala ini. Demikian juga yang dikatakan Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Qatadah, As-Suddi, dan ulama lainnya. Dan inilah yang menjadi pilihan Ibnu Jarir, selain itu ia menyatakan bahwa ini merupakan ijma’ (kesepakatan) para ulama.

Imam Ahmad meriwayatkan, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, ia menceritakan: “Aku pernah kehilangan unta di Arafah, lalu aku pergi mencarinya, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berwuquf di sana.” Lalu kukatakan, “Sesungguhnya daerah ini termasuk al-humus, mengapa ia berwuquf di sini?” Hadis ini riwayat Al-Bukhari dan Muslim. Kemudian Al-Bukhari juga meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan kata (أفاض) (bertolak) dalam ayat tersebut adalah bertolak dari Muzdalifah menuju ke Mina untuk melempar jumrah.

Firman-Nya (واستغفروا الله إن الله غفور رحيم) maksudnya sering kali Allah Ta’ala memerintahkan untuk berdzikir (mengingat-Nya) setelah selesai menunaikan ibadah. Oleh karena itu diriwayatkan dalam Sahih Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seusai salat senantiasa beristighfar (memohon ampun) kepada Allah Ta’ala sebanyak tiga kali. Dan dalam kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa beliau menganjurkan membaca tasbih, tahmid, dan takbir (masing-masing) sebanyak tiga puluh tiga kali.

Ibnu Mardawaih juga menyebutkan hadis yang diriwayatkan Al-Bukhari, dari Syidad bin Aus, katanya, Rasulullah pernah bersabda:

"سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ أَنْ يَقُولَ الْعَبْدُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، خَلَقْتِنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أبوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيّ، وَأَبُوءُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ. مَنْ قَالَهَا فِي لَيْلَةٍ فَمَاتَ فِي لَيْلَتِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ قالها في يَوْمِهِ فَمَاتَ دَخَلَ الْجَنَّةَ"
Artinya: “Sayyidul istighfar (penghulunya istighfar) adalah ucapan seorang hamba, ‘Ya Allah, Engkaulah Rabb-ku, tiada Ilah yang hak kecuali Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu, dan aku senantiasa memegang teguh janji-Mu sekuat tenagaku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah kuperbuat. Aku mengakui anugerah nikmat-Mu bagi diriku, dan aku juga mengakui dosaku maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau’. Barangsiapa mengucapkannya pada malam hari, lalu meninggal dunia pada malam itu, maka ia masuk surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada siang hari, lalu ia meninggal maka ia masuk surga.” (HR. Al-Bukhari 6306)

Dan diriwayatkan dalam kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Umar, bahwa Abu Bakar pernah berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ، عَلمني دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي؟ فَقَالَ: "قُلِ: اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي، إنَّك أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ"
Artinya: “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu doa yang dapat kupanjatkan dalam Salatku.” Maka Rasulullah saw. pun bersabda: “Ucapkanlah, Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzhalimi diriku sendiri, dan tidak ada dapat mengampuni dosa selain Engkau, maka berikanlah kepadaku ampunan dari sisi-Mu, dan sayangilah aku, sesungguhnya Engkau Mahapengampun Mahapenyayang.’” (HR. Al-Bukhari 7378 dan Imam Muslim 2705).

Dan hadis yang membahas tentang istighfar ini sangat banyak.


PEMBAHASAN LENGKAP TAFSIR ALQURAN & ASBABUN NUZUL


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)