Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
(1) Pengertian Ibdal; (2) Huruf-Huruf Ibdal (Ha’, Dal, Hamzah, Ta’, Mim, Wawu, Tha’, Ya’ & Alif); (3) Kaidah-Kaidah Ibdal; Soal-Soal Latihan.
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
BAB 26 : IBDAL (الإبدال) I. PENGERTIAN IBDAL (تعريف الإبدال) Ibdal
adalah membuang atau melepas huruf dan meletakkan huruf lain pada
tempatnya huruf yang dibuang. Ibdal itu menyerupai I’lal, di tinjau dari
segi sama-sama melakukan perubahan, hanya saja I’lal khusus masuk pada
huruf illat sedangkan Ibdal bisa masuk pada huruf Shahih dan juga huruf
illat. II. HURUF-HURUF IBDAL (حروف الإبدال) Huruf Ibdal ada sembilan, yaitu: Ha’ (هـ), Dal (د), Hamzah (أ), Ta’ (ت), Mim (م), Wawu (و), Tha’ (ط), Ya’ (ي) dan Alif (ا). III. KAIDAH-KAIDAH IBDAL (قواعد الإبدال) . Wawu dan Ya’ diganti hamzah, apabila jatuh setelah alif zaidah. Begitu pula alif yang berada di akhir kata dan sesudah alif zaidah juga harus diganti hamzah. Lafaz
(حَمْرَى) dengan menambahkan alif mad pada sebelum akhir (حَمْرَاى)
seperti halnya penambahan Alif Mad pada lafaz (كِتَابٌ). Kemudian alif
yang kedua diganti hamzah supaya memungkin seseorang untuk mengucapkan
lafaz tersebut dikarenakan keduanya mati, maka menjadi (حَمْرَاءُ). Dan
apabila Wawu atau Ya’ yang jatuh setelah alif zaidah tersebut diiringi
atau disertai dengan Ha’ Ta’nits yang bertujuan untuk membedakan
Mudzakkar dan Mu’annats, maka Wawu atau Ya’ tersebut juga diganti
hamzah. Apabila
Ha’ Ta’nis tersebut bukan untuk membedakan Mudzakkar dan Mu’annats,
maka Wawu’ atau Ya’ terebut ditetapkan. Contoh: (هِدَايَةٌ عَدَاوَةٌ). B. Huruf Wawu dan Ya’ diganti hamzah ketika menjadi ‘Ain-nya Isim Fa’il dan di-I’lal pada Fi’il-nya. (قَالَ)
dan (بَاعَ) asalnya adalah (قَوَلَ) dan (بَيَعَ), Wawu dan Ya’ tersebut
berharakat dan huruf sebelumnya berharakat Fathah, maka Wawu atau Ya’
diganti alif. C.
Huruf mad zaidah yang berada di Isim Shahih akhir dan sebagai huruf
ketiga itu harus diganti hamzah apabila Isim tersebut mengikuti Wazan
(مفَاعِلُ). Baik huruf mad tadi berupa alif, Wawu, atau Ya’. Adapun
ketika mad zaidah yang berada di Isim Shahih akhir dan sebagai huruf
ketiga itu ketika di Jamakkan mengikuti Wazan (مفَاعِلُ) menjadi Mu’tal
Lam, maka Jamak-nya diikutkan Wazan (فَعَالَى). Lafaz
(قَضَايَا) asalnya adalah (قَضَايِيُ), kemudian Ya’ yang pertama
diganti hamzah karena ia bertempat setelah alif taksir (قَضَائِيُ),
kemudian harakatnya hamzah diganti Fathah, karena untuk meringankan
(قَضَائَيُ), dalam hal ini terdapat Ya’ yang berharakat dan jatuh
setelah huruf yang berharakat Fathah, maka Ya’ diganti alif (قَضَاءَا),
kemudian hamzah diganti Ya’ (قَضَايَا). D.
Apabila alifnya Jamak yang mengikuti Wazan (مَفَاعِلُ) itu berada di
antara dua huruf illat pada Isim Shahihul akhir, maka huruf illat yang
kedua diganti hamzah. E.
Apabila ada Wawu yang berharakat dhammah dan berada sesudah huruf yang
Sukun atau sesudah huruf yang dibaca dhammah pula, maka Wawu boleh
diganti hamzah dan boleh pula ditetapkan (tidak diganti hamzah). Tetapi
yang diganti lebih baik dari pada yang tidak. F.
Setiap kata yang di dalamnya terdapat berkumpulnya dua huruf Wawu
yang di depan, maka Wawu yang pertama wajib diganti hamzah selama Wawu
yang kedua tadi tidak gantian (berasal) dari alifnya (مُفَاعَلَةٌ). Adapun
jika Wawu yang kedua tadi merupakan gantian (berasal) dari alifnya
(مُفَاعَلَةٌ), maka Wawu yang pertama boleh ditetapkan dan boleh diganti
hamzah. G.
Apabila Fa’-nya Fi’il yang mengikuti Wazan (اِفْتَعَلَ) itu berupa
Wawu atau Ya’, maka harus diganti Ta’ dan kemudian di Idgham-kan
(masukkan) kedalam Ta’-nya. Yang
demikian tadi dengan syarat bahwa Ya’ tersebut tidak berasal (gantian)
dari hamzah. Kalau Ya’ berasal dari hamzah, maka tidak boleh diganti
Ta’. Namun ada juga yang diganti Ta’, tetapi hukumnya sedikit. Yang termasuk ini adalah hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: (إِذَا كَانَ أَيْ الثَوْبُ قَصِيْرًا فَلْيَتَّزِرْ بِهِ) H.
Apabila Fa’ Fi’il-nya Fi’il yang mengikuti Wazan (إفتَعَلَ) itu berupa
Tsa’, maka Ta’-nya wajib diganti Tsa’ kemudian di-Idgham-kan. I. Dan apabila Fa’-nya berupa Dal, Dzal, atau Za’, maka huruf Ta’-nya wajib diganti dal. Dan apabila Fa’-nya berupa Shad, Dhad, Tha’, atau Zha’, maka Ta’-nya wajib diganti Tha’. Boleh juga di Idgham-kan setelah mengganti Dal dan Tha’, dengan huruf yang sejenis dengan huruf yang jatuh sebelumnya. Atau sebaliknya, yaitu dengan mengganti huruf Tsa’ dengan Ta’, Dzal dengan Dal, Zha’ dengan Tha’. J.
Fi’il yang Fa’ Fi’il-nya berupa Tsa’, Dzal, Dal, Za’, Shad, Dhad,
Tha’, atau Zha’ yang mengikuti Wazan (تَفَعْلَلَ) (تَفَعَّلَ)
(تَفَاعَلَ) itu sekiranya huruf Ta’ pada Wazan itu kumpul dengan
huruf-huruf tersebut diatas, maka boleh dilakukan penggantian huruf Ta’
dengan huruf yang sesuai (sejenis) dengan huruf sesudahnya, kemudian
huruf pengganti Ta’ tadi di-Idgham-kan ke dalam huruf sesudahnya.
Sesudah demikian maka sulit dibaca karena huruf pertamanya berupa huruf
yang Sukun, maka wajib mendatangkan hamzah Washal. Ta’ disamakan dengan huruf sesudahnya dan di-Idgham-kan Menambahkan hamzah Washal Dan terkadang tidak berupa huruf-huruf yang telah disebutkan di atas. Contoh: (اِشَّاجَرَ) (اِسَّمَعَ). K.
Apabila ada huruf Ta’, yang mati sebelum huruf dal, maka huruf Ta’
wajib diganti dal dan kemudian di-Idgham-kan ke dalam huruf dal
sesudahnya. L.
Apabila ada huruf Nun mati yang berada sebelum huruf Mim atau Ba’,
maka huruf Nun itu harus diganti Mim. Penggantian hanya dalam pelafalan,
tidak dalam penulisan. M. Huruf Wawu diganti Mim sesudah huruf Ha’ yang ada padanya dibuang. Dan
pada saat lafal tersebut di-mudhaf-kan, maka huruf mim boleh
dikembalikan berupa huruf aslinya yaitu Wawu, dan boleh huruf mim
sebagai pengganti Wawu tadi ditetapkan. Mim dikembalikan berupa Wawu Mim sebagai pengganti Wawu ditetapkan N. Apabila ada dua hamzah berkumpul dalam satu kalimat, maka diperinci: 1.
Hamzah yang pertama berharakat dan yang kedua Sukun. Wajib mengganti
hamzah kedua dengan huruf ‘illat yang sesuai dengan harakatnya hamzah
pertama. Harakat hamzah pertama: i. Fathah. Hamzah kedua diganti alif. ii. Kasrah. Hamzah kedua diganti Ya’. iii. Dhammah. Hamzah kedua diganti Wawu. 2.
Hamzah yang kedua Sukun dan yang pertama berharakat. Dalam hal ini
tidak biasa bertempat pada permulaan ( موضع الفاء) dikarenakan susahnya
membaca huruf yang mati yang berada dipermulaan. Apabila terletak pada
urutan kedua (موضع العين), maka hamzah yang pertama di-idgham-kan pada
hamzah yang kedua. Sedangkan apabila terletak pada urutan ketiga (موضع
اللام), maka hamzah kedua diganti Ya’, dikarenakan jatuh setelah hamzah
yang Sukun. 3.
Keduanya Berharakat. Apabila harakat hamzah kedua itu Fathah dan huruf
sebelumnya berharakat Fathah atau dhammah, maka hamzah kedua diganti
Wawu. Sedangkan apabila harakat sebelumnya kasrah, maka hamzah diganti Ya’. Apabila
hamzah yang kedua berharakat dhammah dan dia bertempat pada akhir
kalimat, maka hamzah yang kedua diganti Ya’, baik jatuh setelah fathah,
dhammah atau kasrah. Sedangkan
apabila tidak berada di akhir kalimat, maka hamzah yang kedua diganti
Wawu, baik jatuh setelah fathah, kasrah atau dhammah. Apabila
ada dua hamzah berkumpul pada satu kalimat, hamzah pertama berharakat
Fathah serta menunjukkan mutakalim dan hamzah yang kedua berharakat
dhammah, maka hamzah yang kedua boleh diganti Wawu dan boleh tidak. Apabila ada alif yang jatuh setelah kasrah atau jatuh setelah Ya’ Tashghir, maka alif tersebut diganti diganti Ya’. O. Apabila ada Wawu bertempat pada akhir kalimat serta dalam keadaan: 1. Jatuh setelah kasrah. 2. Jatuh setelah Ya’ Tashghir 3. Jatuh sebelum Ta’ Ta’nits 4. Jatuh sebelum dua huruf tambahan pada Wazan (فَعْلَانُ). Maka Wawu harus diganti Ya’. Jatuh setelah kasrah Jatuh setelah Ya’ Tashghir Jatuh sebelum Ta’ Ta’nist Jatuh sebelum dua huruf tambahan pada Wazan alif dan nun P. Wawu jatuh setelah kasrah dan bertempat pada Mashdar dari Fi’il yang Mu’tal ‘Ain. Q. Wawu jatuh setelah kasrah serta dalam keadaan: 1. Menjadi ‘Ain Fi’il-nya Mashdar yang mengikuti Wazan (فِعَلٌ), maka harus di-Shahih-kan. 2. Menjadi ‘Ain Fi’il-nya jamak yang ketika Mufrad ‘Ain Fi’il tersebut di-I’lal atau berharakat Sukun, maka Wawu diganti Ya’. 3. Menjadi ‘Ain Fi’il-nya jamak yang mengikuti Wazan (فِعَلَةٌ), maka Wawu harus di-Shahih-kan. 4.
Menjadi ‘Ain Fi’il-nya jamak yang mengikuti Wazan (فِعَلٌ), maka boleh
diShahihkan dan boleh diganti Ya’, akan tetapi diganti Ya’ lebih baik. R.
Wawu jatuh setelah harakat Fathah dan bertempat pada lam Fi’il serta
bertempat pada urutan empat ke atas, maka Wawu diganti Ya’. S. Alif jatuh setelah harakat dhammah, maka harus diganti Wawu. T. Ya’ mati ketika Isim Mufrad dan jatuh setelah harakat Dhammah, maka Ya’ diganti Wawu. U.
Kalimat yang ‘Ain Fi’il nya berupa huruf ‘illat ya (معتل يائي), ketika
jama mengikuti Wazan (فُعْلٌ), maka dhammah yang sebelum Ya’ tersebut
dibaca kasrah. V.
Ya’ ketika dalam keadaan: (1) Menjadi lam Fi’il; (2) Jatuh sebelum
Ta’ Ta’nis; (3) Jatuh sebulum tambahan alif dan nun serta huruf sebelum
Ya’ berharakat dhammah. Maka Ya’ diganti Wawu. .Ya’ yang menjadi ‘Ain Fi’il-nya kalimat yang ikut Wazan (فُعْلَى) serta menunjukan sifat, maka boleh dua bentuk: 1. Ya’ boleh ditetapkan dengan mengganti harakat dhammah pada huruf sebelum Ya’ tersebut menjadi kasrah; 2. Ya’ diganti Wawu dengan menetapkan harakat dhammah pada huruf sebelum Ya’ tersebut.
0 Comments