Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
TAUKID (التوكيد)
(1) Pengertian Taukid; (2) Pembagiannya (Lafzi
& Maknawi); (3) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
PEMBAHASAN ILMU NAHWU TERLENGKAP (klik disini)
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
BAB
20 : TAUKID (التوكيد) I. PENGERTIAN (تعريف التوكيد) Isim taukid adalah
isim tabi’ yang tujuannya menguatkan
matbu’-nya sehingga pendengar tidak bingung dengan pernyataan yang
disampaikan. Matbu’ dalam taukid disebut dengan muakkad. II. PEMBAGIAN
TAUKID (أقسام التوكيد) A.
TAUKID LAFZI (التوكيد اللفظي) adalah mengulang kata muakkad-nya atau
taukid yang memperkuat suatu kata dengan cara mengulang-ulang kata yang
diperkuatnya. Taukid Lafzi bukan hanya memperkuat isim saja, bisa juga
menguatkan fi’il ataupun harf bahkan memperkuat satu kalimat lengkap.
Antara lain: a. Kalimah Isim, contoh: (اِشْتَرَيْتُ كِتَابًا كِتَابًا)
b. Kalimah Fi’il, contoh: (اِشْتَرَيْتُ اِشْتَرَيْتُ كِتَابًا) c.
Kalimah Harf, contoh: (لَا لَا أُحِبُّهُ) d. Jumlah Ismiyyah, contoh:
(زَيْدٌ قَاءِمٌ زَيْدٌ قَاءِمٌ) e. Jumlah Fi’liyyah, contoh:
(اِشْتَرَيْتُ كِتَابًا اِشْتَرَيْتُ كِتَابًا) f. Syibhul Jumlah.
Contoh: (فِيْ الْبَيْتِ فِيْ الْبَيْتِ) g. Dhamir, contoh: (هُوَ هُوَ
عَالِمٌ) h. Isim Fi’il, contoh: (حَذَارٌ حَذَارٌ مِنْ بَطْشٍ) i.
Maradif Lah Isim, contoh: (الإِنْسَانُ الإنْسَانُ مِنَ الطِّيْنِ) j.
Maradif Lah Fi’il, contoh: (جَاءَ أتَيْ زَيْدٌ) k. Maradif Lah Harf.
Contoh: (نَعَمْ أَجَلْ إنَّهُ حَقٌّ) B.
TAUKID MAKNAWI (التوكيد المعنوي) adalah menguatkan dengan menggunakan
kata-kata berikut: (نَفْسٌ – عَيْنٌ – كِلَا – كِلْتَا – كُلٌّ – جَمِيْعٌ
– عَامَةٌ). Lafaz yang mengikuti (اَجْمَعُ) adalah (اَكْتَعُ – اَبْتَعُ
– اَبْصَعُ). Dalam taukid ma’nawi, taukid-nya harus berssambung dengan
dhamir yang kembali ke mat’bu’ atau muakkad-nya. 1. Kata
(نَفْسٌ) dan (عَيْنٌ) artinya diri. Dua kata ini berbentuk mufrad ketika
muakkad-nya mufrad. Adapun ketika muakkad-nya mutsanna dan jamak maka
kedua kata di atas di-jamak-kan mengikuti wazan (أَفْعُل). Contoh:
(حَضَرَ الطَّالِبُ نَفْسُهُ) (مَرَرْتُ بِالطَّالِبَةِ نَفْسِهَا) (جَاءَ
الطَّالِبَانِ أَنْفُسُهُمَا) (حَضَرَتِ الْمَرْأَتَانِ أَعْيُنُهُمَا)
(إِنَّ الطُّلَابَ أَعْيُنَهُمْ قَدْ حَضَرُوْا) (جَاءَتِ النِّسَاءُ
أَنْفُسُهُنَّ). Pada contoh taukid di atas, selalu ada dhamir yang
kembali kepada mat’bu-nya. 2. Kata (كِلَا) dan (كِلْتَا)
artinya diri berdua. Kedua kata di atas khusus untuk men-taukid-kan isim
mutsanna. Kata (كِلَا) untuk mudzakkar dan (كِلْتَا) untuk mu’annats.
Apabila dalam keadaan manshub dan majrur, alif tatsniyah-nya diganti
menjadi ya’ tatsniyah. Contoh: (جَاءَ الطَّالِبَانِ كِلَاهُمَا) (جَاءَتِ
الطَّالِبَتَانِ كِلْتَاهُمَا) (أُحِبُّ وَالِدَيَّ كِلَيْهِمَا)
(مَرَرْتُ بِأُخْتَيَّ كِلْتَيْهِمَا) 3. Kata (جَمِيعُ), (كُلُّ)
dan (عَامَّة) artinya semua atau seluruh. Ketiga isim taukid di atas
berfaidah menguatkan muakkad yang berbentuk jamak. Biasanya ketiga kata
di atas diterjemahkan dengan “semuanya” atau “seluruhnya”. Contoh:
(حَضَرَ الطُّلَابَ كُلُّهُمْ) (حَضَرَ الْقَوْمُ عَامَّتُهُمْ) (حَضَرَ
الطُّلَابَ جَمِيْعُهُمْ) (إِنَّ الطُّلَابَ عَامَّتَهُمْ قَدْ حَضَرُوْا)
(وَعَلَى النَّاسِ كُلِّهُمْ أَنْ يَعْبُدُوا اللهَ). 4. Ada juga
disebutkan kata (أَجْمَع) dan tasrif-annya setelah kata (كُلُّ) yang
faidahnya memperkuat taukid. Kata (أَجْمَع) digunakan untuk mufrad
mudzakkar, kata (جَمْعَاء) untuk mu’annats-nya, kata (أَجْمَعُون)
digunakan untuk jamak mudzakkar, dan kata (جُمَع) digunakan untuk jamak
mu’annats. Selain itu tidak ada dhamir yang merujuk pada taukid jenis
ini. Contoh: (جَاءَ الرُّكُبُ كُلُّهُ أَجْمَعُ) (هَبَّتِ المَدِينَةُ
كُلُّهَا جَمْعَاءُ) ( حَضَرَ الرِّجَالُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ) (جَاءَتِ
النِّسَاءُ كُلُّهُنَّ جُمَعُ) (فَسَجَدَ المَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ
أَجْمَعُونَ). Kadang-kadang juga kata (أَجْمَع) tidak didahului oleh
kata (كُلّ). Contoh: (جَاءَ الرِّجَالُ أَجْمَعُونَ) (أُغويَنَّهُمْ
أَجْمَعِيْنَ) 5. Lafaz yang mengikuti (اَجْمَعُ) adalah
(اَكْتَعُ – اَبْتَعُ – اَبْصَعُ). Contoh: (جَاءَ الْقَوْمُ اَجْمَعُوْنَ
اَكْتَعُوْنَ اَبْتَعُوْنَ اَبْصَعُوْنَ) III. KETENTUAN-KETENTUAN LAINNYA
(الضوابط الأخرى) A. Lafaz (كُلٌّ) dan (نَفْسٌ) harus mudhaf pada
dhamir yang sesuai. Contoh: (جَاءَ زَيْدٌ نَفْسُهُ) B.
Kata-kata (نَفْسُ), (عَينُ), (كُلُّ), (جَمِيعُ), (عَامَّةُ), (كِلَا)
dan (كِلْتَا) menjadi taukid apabila terletak setelah muakkad atau isim
yang diberi taukid dan bersambung dengan dhamir yang kembali ke
muakkad-nya sebagaimana dalam contoh-contoh sebelumnya. Namun, apabila
tidak ada muakkad-nya maka kedudukannya sesuai dengan posisinya dalam
jumlah. Contoh: (جَاءَ نَفْسُ الرَّجُلِ) (كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ
رَهِينٌ) (حَضَرَ جَمِيعُ الأعْضَاءِ) (كِلا الرَّجُلَينِ حَاضِرَانِ). C.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa taukid merupakan bagian dari isim
tawabi’. Yang diikuti dari matbu’-nya adalah i’rab-nya. Contoh: (جَاءَ
الضَّيْفُ عَيْنُهُ، وَالزَّائِرَةُ نَفْسُهَا، وَالْجِيْرَانُ
جَمِيْعُهُم، ونظرنا إلى الطُلَاّبِ عَامَّتِهم، ثم كرَّمْنا الناجِحِيْنَ
كُلَّهم، وصَفَّقْنَا لِلْمُتَقَدِّمَيْنِ كِلَيْهِما، والْمُتقدِّمَتَيْنِ
كِلْتَيْهِما) D. Setelah (كُلُّ) didatangkan (أَجْمَعُ),
setelah lafaz (كلّهم) didatangkan (أَجمعين), setelah lafaz (كلها)
didatangkan (جمعاء), dan setelah lafaz (كلهنّ) didatangkan (جُمَعُ).
Terkadang orang-orang Arab menggunakan lafaz untuk tujuan taukid tanpa
didahului dengan lafaz. Ibnu Malik beranggapan bahwa hal seperti ini
sedikit pemakaiannya. E. Hukum men-taukid-kan dengan isim
nakirah. Menurut Ulama Nahwu Bashrah, tidak boleh men-taukid-kan isim
Nakirah samar dan tidak berfaidah. Menurut Ulama Nahwu Kuffah, boleh
men-taukid-kan isim nakirah karena taukid yang dimaksud dapat memberi
faidah. Contoh: (صُمْتُ شَهْرًا كُلُّهُ) F. Men-taukid-kan dhamir
muttashil pada lafaz (كُلٌّ) dan (نَفْسٌ): 1.
Men-taukid-kan dhamir muttashil rafa’ dengan memakai (كُلٌّ) dan
(نَفْسٌ) tidak diperbolehkan, kecuali jika didahului dhamir munfashil.
Adapun ketika dalam keadaan marfu’, manshub atau majrur, wajib
mengikuti. Contoh: (جِئْتُ أَنَا نَفْسِي #أكْرَمْتُهُمْ أنْفُسَهُمْ
#مَرَرْتُ بِهِمْ أنْفُسِهِمْ) 2. Namun ketika men-taukid-kannya
selain dengan lafaz dan, maka tidak didahului dhamir munfashil lagi.
Contoh: (قُوْمُوْا كُلُّكُمْ) G. Men-taukid-kan Dhamir
Munfashil pada Dhamir Muttashil. Dhamir munfashil rafa’ boleh digunakan
untuk men-taukid-kan semua dhamir muttashil, apabila dhamir
muttashil-nya dalam keadaan marfu’. Contoh: (قُمْتَ أنْتَ
#أكْرَمْتَنِي أنَا) H. Lafaz (نَفْسٌ) dan (عَيْنٌ) dalam bentuk jamak:
1.
Lafaz (نَفْسٌ) bentuk jamak-nya (أنْفُسٌ), dan untuk lafaz (عَيْنٌ)
bentuk jamak-nya (أعْيُنٌ). Contoh: (جَاءَ التِّلَامِيْذُ أنْفُسُهُمْ)
2.
Kemudian untuk mutsanna lebih baik memakai (أنفسهم/ أعين). Namun juga
diperbolehkan mengikuti muakkad-nya (pendapat ini lemah di dalam bahasa
arab). Contoh: ( جَاءَ الرَّجُلَانِ أنْفُسُهُمْ # جَاءَ الرَّجُلَانِ
نَفْسَاهُمَا) Hukum memasukkan Ba’ Zaidah pada lafaz. Boleh hukumnya
memakai ba’ zaidah di dalam huruf taukid. Contoh: (جَاءَ عَلِيٌّ
بِنَفْسِهِ) Manusia diciptakan sebagai makhluk yang lemah. Barang-barang dicuri tadi malam. Lalu mereka menyiksa dengan sesamanya siksa yang disiksakan pada kamu semua. Barangsiapa yang baik hatinya, maka terpuji perbuatannya. Hari ini telah dishadaqahkan sesuatu pada orang miskin. Saya datang pada kekasihku yang kucintai, dengan bermacam gaya pada
kedua lutut dan kedua tangan. Adakalanya pakaiannya aku pakai dan
adakalanya pakaian aku lepas supaya tidak dikenal seorangpun. Aku berjalan di malam hari bersamaan bintang-bintang bersinar terang,
dan ketika wajahmu tampak (wahai kekasih) membuat bintang-bintang yang
bersinar menjadi redup. Wahai Hindun, janganlah kamu menikah dengan lelaki yang impoten/dungu
yang belum Aqiqah hingga tua, yang jimat-jimat penolak bala ditalikan
pada persendiannya namun ia tetap loyo, dan mencari mata kaki kelinci. Jika tidak ada sifat kesabaran, tentunya setiap orang yang memiliki
cinta akan rusak dan hancur hatinya, ketika kendaraan (wanita) yang
menjadi kekasihnya berangkat berpergian. Wahai Jarir, banyak sekali leluhurku, mereka ibarat rembulannya pintu langit atau lampunya siang. Setelah matiku, janganlah kalian kembali (menjadi) orang-orang yang kafir. Yang menyesatkanku juga dzat yang memberi hidayah padaku dengan
petunjuknya. Allahlah yang menyesatkan, kembali (menjadi) memerintahkan
pada petunjuk. Sungguh Allah memberi rejeki pada kalian seperti memberi rejeki pada
burung. Berangkat pagi dalam keadaan lafar, sore hari menjadi kenyang. Baju Yusuf diucapkan pada wajah Nabi Ya’qub, maka menjadi bisa melihat. Tiada seorang itu kecuali cahaya api dan sinarnya. Setelah ia bersinar terang lalu menjadi abu. Bagaimana? Ketika aku melewati rumahnya kaum dan tetangga-tetangga yang mulia. Tengahnya lautan menenggelamkan ayahku dalam zamah Jahiliyyah dan Islam. Fatimah binti Khursub Al-Anmariyyah melahirkan orang-orang sempurna
dari Bani Abbas yang tidak ditemukan orang yang lebih utama dari mereka. Orang-orang mulia keturunan Abu Bakar menaiki kuda-kuda Arab yang sudah berpelana. Dan saya datangi amal-amal manusia, lalu amal itu aku jadikan seperti debu yang berterbangan. Tentunya kamu menjadikan (memperbaiki tembok yang hampir roboh) untuk mencapai upah. Sungguh kalian meyakinkan, siapa dari kita yang lebih pedih siksanya. Saya meyakinkan, ayahnya siapakah Zaid itu? Dan saya tidak meyakinkan apakah dekat atau jauh perkata yang dijanjikan pada kalian? Hampir saja Bumi kita kembali, setelah hadir orang yang menentramkan sehingga banyak hewan liar dan sepi dari orang.
0 Comments