BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


Kursus Bimbingan Belajar Bahasa Arab Ilmu Nahwu, Sharaf, I'rab & TOAFL


INNA & SAUDARA-SAUDARANYA (إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا)

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.

(1) Pengertian Inna & Saudara-Saudaranya; (2) Fungsinya (Huruf Inna, Ka’anna, Lakinna, La’alla & Laita); (3) Perbedaan Inna & Anna; (4) Inna dengan Dhamir Muttashil/Kata Ganti; (5) Kondisi Inna Harus Dibaca Inna/Di-Kasrah-kan; (6) Kondisi Inna Harus Dibaca Anna/Di-Fathah-kan; (7) Kondisi yang Membolehkan Dibaca Inna atau Anna; (8) Perihal Peletakan Lam Ibtida’; (9) Perihal Huruf Maa yang Menyertai Inna & Saudara-Saudaranya; (10) Perihal Lafaz yang Ma’thuf/Mengikuti Huruf Inna; (11) Perihal Inna yang Dibaca Takhfif/In; (12) Perihal An Taukid Takhfif dari Anna; (13) Perihal Ka-an Takhfif dari Ka-Anna; (14) Ketentuan-Ketentuan Lainnya; Soal-Soal Latihan.


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
 
PEMBAHASAN ILMU NAHWU TERLENGKAP (klik disini)


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)
 
BAB 15 : INNA & SAUDARA-SAUDARANYA (إِنَّ وَأَخَوَاتُهَا) I. PENGERTIAN (تعريف إن وأخواتها) Inna & saudara-saudaranya adalah sekelompok huruf (kata depan) yang biasanya berada sebelum isim pada suatu jumlah ismiyyah (kalimat yang tersusun dari mubtada’ dan khabar) didahului oleh Inna atau saudara-saudaranya, maka akan mengakibatkan mubtada’ menjadi manshub dan dinamakan isim Inna, dan khabar tetap marfu dan dinamakan khabar Inna. Contoh sebelum ditambah huruf Inna (اللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيْمُ) setelah ditambah menjadi (إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيْمٌ). II. FUNGSI INNA & SAUDARA-SAUDARANYA (إعمال إن وأخواتها) A. Huruf (إِنَّ) atau (أَنَّ) artinya sesungguhnya atau bahwasanya. Berfungsi untuk memperkuat pernyataan (للتوكيد). Contoh: (إِنَّ الْإِمْتِحَانَ سَهْلٌ). B. Huruf (كَأَنَّ) artinya seakan-akan, seperti, bagaikan. Berfungsi untuk penyerupaan (للتشبيه). Contoh: (كَأَنَّكَ أَسَدٌ) C. Huruf (لَكِنَّ) artinya tetapi. Berfungsi untuk penyusul perkataan (للإستدراك). Contoh: (وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ) D. Huruf (لَعَلَّ) artinya semoga atau jangan-jangan. 1. Untuk mengharap sesuatu yang mungkin (للترجي). Contoh: (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ) 2. Untuk mengharap perkara yang dibenci (لإشفاق). Contoh: (لَعَلَّ زَيْدًا هَالِكٌ) E. Huruf (لَيْتَ) artinya seandainya, sekiranya (للتمني). Berfungsi untuk mengharap sesuatu yang tidak mungkin terjadi (للتمني). Contoh: (لَيْتَ الشَّبَابَ يَعُودُ) III. PERBEDAAN (إِنَّ) & (أَنَّ) A. (أَنَّ) sebelumnya harus didahului Amil. Contoh: (بَلَغَنِي أَنَّ زَيْدًا مُنْطَلِقٌ). Sedangkan (إن) tidak disyaratkan didahului Amil. B. (أن) termasuk Maushul Harfi yang Shilah-nya berupa Isim, sedangkan (إن) bukan termasuk Maushul Harfi. C. (أن) apabila Khabar-nya berupa lafaz yang Musytaq, disa di-taqdir-kan dengan Mashdar Khabar-nya. Sedangkan dalam (إن) tidak bisa di-taqdir-kan dengan Mashdar. IV. DENGAN DHAMMIR MUTTASHIL (KATA GANTI) (اتصال إن بالضمائر المتصلة) Kata ganti (أَنَا) menjadi (إِنِّي / إِنَّنِي). Kata ganti (نَحْنُ) menjadi (إِنَّا / إِنَّنَا). Kata ganti (هُوَ) menjadi (إِنَّهُ). Kata ganti (هُمَا) menjadi (إِنَّهُمَا). Kata ganti (هُمْ) menjadi (إِنَّهُمْ). Kata ganti (هِيَ) menjadi (إِنَّهَا). Kata ganti (هُنَّ) menjadi (إِنَّهُنَّ). Kata ganti (أَنْتَ) menjadi (إِنَّكَ). Kata ganti (أَنْتُمَا) menjadi (إِنَّكُمَا). Kata ganti (أَنْتِ) menjadi (إِنَّكِ). V. KONDISI (إِنَّ) HARUS DIBACA (إِنَّ) ATAU DI-KASRAH-KAN (مواضع إن المكسورة وجوبا) A. Ketika berada di awal kalimat. 1. Ibtida’ Hakikat, yaitu tidak didahului dengan sesuatu yang ada hubungannya dengan kalimatnya (إن). Contoh: (إِنَّ الحَبِيْبَ هُوَ الحَبِيْبُ الأَوَّلُ) 2. Ibtida’ Hukman, yaitu apabila didahului dengan sesuatu yang ada hubungannya. i. Terletak setelah (ألا) Istifhamiyyah. Contoh: (أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ) ii. Terletak setelah (حيث). Contoh: (أَجْلِسُ حَيْثُ إِنَّ زَيْدًا جَالِسٌ) iii. Menjadi Khabar dari Isim Dzat. Contoh: (زَيْدٌ إِنَّهُ قَائِمٌ) iv. Terletak setelah (إذ). Contoh: (جِئْتُكَ إِذْ إِنَّ زَيْدًا غَائِبٌ) B. Ketika menjadi permulaan shilah maushul. Contoh: (زُرْتُ الَّذِي إِنَّ أُمَّهُ مَرِيْضَةٌ) C. Ketika menjadi penyempurna sumpah, dengan pengertian bahwa Inna menjadi jawab qasam (reaksi suatu sumpah) dan khabar-nya memakai lam ibtida’ (لام الابتداء). Contoh: (وَاللهِ إِنَّ مُحَمَّدًا لَرَسُوْلُ اللهِ) (وَالعَصْرُ إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ) D. Ketika masuk pada kalimat yang merupakan isi hikayat atau cerita. Contoh: (قَالَ زَيْدٌ: إِنَّ أَبِي طَيَّارٌ) (الَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيْبَةٌ قَالُوْا إِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ) E. Ketika masuk pada kalimat yang menempati kedudukan hal yang disebut jumlah haliyah (الجملة الحالية). Contoh: (تَعَلَّمَ زَيْدٌ وَإِنَّهُ نَاعِسٌ) (زُرْتُهُ وَإِنِّي ذُوْ أَمَلٍ) F. Ketika berada setelah (ظن وأخواتها) atau af’al al-qulub (أفعال القلوب) yang dihubungkan dengan lam ibtida’ (di-Ta’liq) yakni amal-nya digagalkan. Contoh: (ظَنَنْتُ زَيْدًا سَارِقًا - ظَنَنْتُ زَيْدٌ لَسَارِقٌ - ظَنَنْتُ إِنَّ زَيْدُا لَسَارِقٌ) G. Ketika berada setelah (أَلاَ اْلاِسْتِفْتَاحِيَّةِ). H. Ketika berada setelah (حَيْثُ). Contoh: (جْلِسْ حَيْثُ إِنَّ زَيْدًا جَالِسٌ) I. Apabila jumlah inna menjadi sifat. Contoh: (مَرَرْتُ بِرَجُلٍ إِنَّهُ فَاضِلٌ) J. Apabila jumlah inna menjadi khabar dan isim dzat. Contoh: (زَيْدٌ إِنَّهُ قَارِئٌ) VI. KONDISI (إِنَّ) HARUS DIBACA (أَنَّ) ATAU DI-FATHAH-KAN (مواضع أن المفتوحة وجوبا) A. Huruf (إِنَّ) sebagai Fa’il. Contoh: (أَعْجَبَنِي أَنَّكِ جَمِيْلَةٌ = أَعْجَبَنِي جِمَالُكِ) B. Huruf (إِنَّ) sebagai Na’ibul Fa’il. Contoh: (قُلْ أُوْحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الجِنِّ) C. Huruf (إِنَّ) sebagai maf’ul bih. Contoh: (رَأَيْتُ أَنَّكُمْ نَشِيْطُوْنَ = رَأَيْتُ نَشَاطَكُمْ) D. Huruf (إِنَّ) menjadi majrur bil harfi (yang di-jar-kan oleh huruf jar). Contoh: (رَغِبْتُ عَنْ أَنَّ رَجُلًا كَسْلَانُ - رَغِبْتُ عَنْ كَسْلَانِ رَجُلٍ) E. Huruf (إِنَّ) sebagai Mubtada. Contoh: (وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأَرْضَ خَاشِعَةً) taqdir-nya (...رُؤْيَتُكَ...) F. Huruf (إِنَّ) di-Jar-kan karena Idhafah. Contoh: (مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُوْنَ) taqdir-nya (مِثْلَ كَوْنِكُمْ تَنْطِقُوْنَ) G. Huruf (إِنَّ) menjadi Khabar dari Isim dari lafaz yang Musytaq dari Mashdar Qaul. Contoh: (إِعْتِقَادِي أَنَّكَ فَاضِلٌ) taqdir-nya (اِعْتِقَادِي كَوْنُكَ فَاضِلٌ) H. Huruf (إِنَّ) yang menjadi Ma’thuf. Contoh: (اذْكُرُوْا نِعْمَتِي الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ) taqdir-nya (وَكَوْنِي فَضَّلْتُكُمْ) I. Huruf (إِنَّ) yang menjadi Mubdal Minhu. Contoh: (وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللهُ إِحْدَى الطَائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ) taqdir-nya (كَوْنُهَا لَكُمْ) VII. KONDISI YANG MEMBOLEHKAN DIBACA (إِنَّ) ATAU (أَنَّ) (مواضع أن أو إن جوازا) A. Jika (إِنَّ) berada setelah (إذا الفجائية) yang artinya tiba-tiba. Contoh: (خَرَجْتُ مِنَ البَيْتِ فَإِذَا إِنَّ / أَنَّ أَسَدًا فِي البَابِ) B. Jika (إِنَّ) berada setelah jawab sumpah/jawab qasam tetapi khabar-nya tidak memakai lam ibtida’. Contoh: (وَاللهِ إِنَّ / أَنَّ الإِلَهَ وَاحِدٌ) C. Jika (إِنَّ) berada setelah Fa Jawab/Jaza’. Contoh: (مَنْ يَتَعَلَّمَ فِي صُغْرِهِ فَإِنَّهُ / فَأَنَّهُ مُكْرَمٌ فِي كِبَرِهِ) D. Jika (إِنَّ) berada setelah mubtada’ yang mempunyai makna qaul/perkataan sedangkan khabar (إِنَّ) merupakan perkataan pula dan pembicaranya menceritakan dirinya sendiri. Contoh: (خَيْرُ القَوْلِ إِنِّي / أَنِّي أَحْمَدُ اللهَ). Maksud mana qaul itu adalah kalimat (أَحْمَدُ اللهَ) merupakan kandungan dari qaul itu sendiri dan kalimat (أَحْمَدُ اللهَ) bukan perbuatan. 1. Jika mubtada’ tidak memiliki makna qaul, maka wajib di-fathah-kan. Contoh: (عَمَلِي أَنِّي أَحْمَدُ) 2. Jika khabar (إِنَّ) bukan merupakan perkataan, maka (إِنَّ) harus di-kasrah-kan. Contoh: (قَوْلِي إِنِّي مُؤْمِنٌ) karena kata (مُؤْمِنٌ) bukan qaul. 3. Bergitu pula jika khabar inna merupakan qaul, tetapi pembicara tidak membicarakan dirinya sendiri maka huruf (إِنَّ) harus di-kasrah-kan. Contoh: (قَوْلِي إِنَّ زَيْدًا يَحْمَدُ اللهَ) E. Jika (إن) terletak setelah (حتى) Ibtidaiyyah. Contoh: (مَرِضَ زَيْدٌ حَتَّى أَنَّهُمْ لَا يَرْجُوْنَهُ) F. Jika (إن) terletak setelah lafaz (لا جرم). Contoh: (لَا جَرَمَ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ) VIII. PERIHAL PELETAKAN LAM IBTIDA’ (موضع لام الابتداء) A. Kadang mubtada/khabar memakai lam ibtida’, tetapi jika ditambah huruf (إِنَّ), lam ibtida’ pindah ke khabar. Contoh: (لَزَيْدٌ قَائِمٌ) menjadi (إِنَّ زَيْدًا لَقَائِمٌ) B. Syarat masuknya lam ibtida’ pada khabar Inna yang kasrah hamzahnya adalah: 1. Harus Mutsbat bukan Manfiy. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا لَقَائِمٌ) 2. Bukan jumlah fi’liyyah fi’il madhi mutasharrif dengan Qad. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا لَيَقُوْمُ) atau (إِنَّ زَيْدًا لَقَدْ قَامَ) 3. Khabar-nya harus diakhirkan dari isim-nya. Contoh: (إِنَّ ذَا لَقَدْ سَمَا عَلَى الْعِدَا مُسْتَحْوِذَا) 4. Berada pada khabar mufrad muakhkhar dari isim. Contoh: (إنّ زيدً لكريمٌ) 5. Berada pada khabar jumlah ismiyyah. Contoh: (إنّ زيدًا لخلقُهُ كريمٌ) 6. Berada pada khabar jumlah fi’liyyah fi’il mudhari’. Contoh: (إنّ زيداً ليكرمُ الضيفً) 7. Antara isim-nya dan khabar-nya anna terdapat dhamir fashl. Contoh: (إنَّ الإجتهادَ لهو باَبُ النجاحِ) . Lam ibtida’ juga boleh masuk pada: 1. Ma’mul Khabar yang menengahi antara isim dan khabar inna. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا لَطَعَامَكَ آكِلٌ) 2. Dhamir Fashl (dhamir yang memisah antara isim dan khabar inna). Contoh: (إِنَّ زَيْدًا لَهُوَ القَائِمُ) 3. Isim Inna yang diakhirkan dari khabar-nya. Contoh: (إِنَّ فِي الدَّارِ لَزَيْدًا) IX. PERIHAL HURUF MAA (ما) YANG MENYERTAI INNA & SAUDARA-SAUDARANYA (حرف "ما" لــ "إن وأخواتها") A. Amal (إِنَّ) tidak berfungsi ketika huruf (إِنَّ) ditambah dengan (مَا - إِنَّمَا). Contoh: (إِنَّمَا الخَمْرُ وَالمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ) B. Umumnya pengamalan huruf Inna & saudara-saudaranya dibatalkan jika dimasuki huruf maa (ما), ada juga yang tidak dibatalkan tapi sangat jarang, dan khusus huruf (ليت) boleh batal atau tidak. C. Maa (ما) tambahan yang masuk pada Inna dan saudara-saudaranya yaitu: 1. Maa Kaffah (pencegah) mencegah pengamalan Inna dan saudara-saudaranya. Contoh: (إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ) 2. Maa Muhayyiah (pemantas) untuk memantaskan Inna dan saudara-saudaranya bisa masuk pada kalimat jumlah fi’liyyah. Contoh: (كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ) X. PERIHAL LAFAZ YANG MA’THUF (MENGIKUTI) HURUF INNA (اللفظ المعطوف بــ "إن") A. Bilamana setelah isim dan khabar-nya Inna terdapat isim yang athaf, maka boleh memilih diantara dua irab: 1. Nashab, athaf kepada isim Inna yang di-nashab-kan. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ وَعَمْرًا) 2. Rafa’, athaf kepada mahal-nya isim Inna karena asalnya adalah mubtada yang rafa’, demikian menurut pendapat yang masyhur termasuk Ibnu Malik. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ وَعَمْرٌ). Pendapat lain adalah sebagai mubtada’ dan khabar-nya dibuang, taqdir-nya adalah (إِنَّ زَيْدًا قَائِمٌ وَعَمْرٌ وَكَذَلِكَ) B. Sedangkan jika isim tersebut athaf kepada Inna sebelum sempurna dengan khabar-nya, maka ada dua pendapat: 1. Nashab, demikian menurut jumhur. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا وَعَمْرًا قَائِمَانِ). 2. Rafa’, demikian menurut pendapat yang lain. Contoh: (إِنَّ زَيْدًا وَعَمْرٌ قَائِمَانِ). Pendapat yang ini diperkuat oleh dalil Alqur’an, hikayah perkataan orang arab oleh Imam Syibawaeh dan banyaknya syair-syair arab yang menunjukkan bolehnya me-rafa’-kan isim yang athaf kepada isim Inna sebelum disebut khabar-nya. Contoh: (إِنَّ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَادُوْا وَالصَابِئِيْنَ وَالنَصَارَى مَنْ ءَامَنَ بِاللهِ) (إِنَّكَ وَزَيْدٌ ذَاهِبَانِ) (فَمَنْ يَكُ أَمْسَى بِالمَدِيْنَةِ رَحْلُهُ……فَإِنِّي وَقَيَّارٌ بِهَا لَغَرِيْبٌ) C. Kebolehan me-rafa’-kan isim yang ma’thuf pada isim manshub setelah menyebut khabar-nya (jumhur) atau sebelum menyebut khabar-nya (shahih) berlaku untuk Inna & saudara-saudaranya yang berupa: (إِنَّ - أَنَّ - لَكِنَّ). Tidak berlaku pada (لَيْتَ - لَعَلَّ - كَأَنَّ) XI. PERIHAL INNA YANG DIBACA TAKHFIF IN (إِنْ) (تخفيف "إن") A. Inna yang dibaca In (di-takhfif) dalam kebiasaan orang arab sering di-muhmal-kan atau tidak diamalkan, yakni ada juga yang di-amal-kan tapi jarang. In yang muhmal tersebut harus ditandai dengan Lam untuk membedakan antara In huruf taukid dan In huruf nafi, oleh karenanya sering disebut sebagai Lam Fariqah atau Lam Fashl. Kadang kali tanpa harus ada Lam jika memang sudah jelas diketahui baik secara lafaz atau secara makna, misalnya pembicara bermaksud In takhfif tersebut tidak di-muhmal-kan/diamalkan, maka dapat membedakan dengan In nafiyah yang tidak beramal me-nashab-kan isim. 1. Huruf (إِنْ) muhmal berikut ada Laa (sering). Contoh: (إِنْ زَيْدٌ لَقَائِمٌ) 2. Huruf (إِنْ) muhmal tanpa ada Laa (tanpa). Contoh: (إِنْ زَيْدًا قَائِمٌ) B. Umumnya (إِنْ) yang di-takhfif dari (إِنَّ) tersebut, jarang dipertemukan dengan kalimah fi’il, kecuali pada fi’il-fi’il yang berstatus amil nawasikh atau fi’il yang biasa masuk pada susunan mubtada’ khabar. Contoh: (وَإِنْ كَانَتْ لَكَبَيْرَةٌ إِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هُدَى اللهِ) (وَإِنْ يَكَادُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيَزْلِقُوْنَكَ بِأَبْصَارِهِمْ) (وَإِنْ وَجَدْنَا أَكْثَرَهُمْ لَفَاسِقِيْنَ) (وَإِنْ نَظُنُّكَ لِمَنَ الكَاذِبِيْنَ). Ada juga yang dipertemukan dengan fi’il-fi’il selain nawasikh tapi ini jarang diluar keumumannya. Contoh: (إِنْ يَزِيْنُكَ لِنَفْسِكَ وَإِنْ يَشِيْنُكَ لَهِيَهْ) XII. PERIHAL AN TAUKID (أَنْ) TAKHFIF DARI ANNA (أَنَّ) (تخفيف "أن") A. Apabila (أَنَّ) yang hamzahnya berharakat fathah tersebut di-takhfif (أَنْ), maka ia tetap beramal namun isim-nya berupa dhamir syaen yang terbuang, dan khabar-nya tiada lain adalah kalimat yang ada setelah (أَنْ) tersebut. Contoh: (عَلِمْتُ أَنْ زَيْدٌ قَائِمٌ) ada dhamir syaen yang terbuang taqdir-nya adalah (عَلِمْتُ أَنَّهُ زَيْدٌ قَائِمٌ). Dhamir Syaen adalah dhamir yang merujuk pada suatu hal, suatu kejadian atau suatu perkara. B. Huruf (أَنْ) yang di-takhfif dari (أَنَّ), apabila khabar-nya berupa kalimah fi’il (khabar jumlah fi’liyyah), maka umumnya ada fashl/pemisah antara (أَنْ) dan fi’il yang menjadi khabar-nya, dengan syarat: fi’il-nya mutasharrif dan tidak ada maksud untuk du’a (permohonan). Penggunaan fashl/pemisah tersebut dimaksudkan untuk membedakan antara (أَنْ) taukid takhfif dan (أَنْ) mashdariyah. Huruf-huruf pemisah tersebut berupa: 1. Huruf Qad (قَدْ), contoh: (وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا) 2. Huruf Tanfis (ســ / سوف), contoh: (عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى) 3. Salah satu huruf nafi yang biasa berlaku dalam hal ini (لا - لن - لم), contoh: (أَفَلَا يَرَوْنَ أَلَّا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلًا) 4. Huruf Lau (لو), contoh: (وَأَلَّوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا) XIII. PERIHAL KA-AN (كَأَنْ) TAKHFIF DARI KA-ANNA (كَأَنَّ) (تخفيف "كأن") Huruf (كَأَنْ) mukhaffafah dari (كَأَنَّ) dihukumi sebagaimana hukum yang terjadi pada (أَنْ) mukhaffafah dari (أَنَّ). Yaitu pengamalannya tetap (me-nashab-kan isim-nya dan me-rafa’-kan khabar-nya) tapi isim-nya terbuang/dikira-kira dhamir syaen, terkadang isimnya di-dzahir-kan tapi jarang. Adapun khabar-nya berupa jumlah sesudah (كَأَنْ), baik khabar-nya berupa: A. Jumlah Ismiyyah. Contoh: (كأنْ عصفورٌ سهمٌ في السرعة) B. Jumlah fi’liyyah yang biasanya diawali dengan Lam Nafi (لم النفي) kalau fi’il mudhari’, atau diawali dengan Qad (قد) kalau fi’il madhi, sebagai fashl antara (كَأَنْ) dan khabar-nya. Contoh: (فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ لَمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ) IV. KETENTUAN-KETENTUAN LAINNYA (الضوابط الأخرى) A. Huruf (إِنَّ) tetap beramal ketika dimasuki susunan khabar muqaddam - mubtada’ muakkhar. Contoh: (إِنَّ فِي البَيْتِ زَيْدًا) B. Jika huruf (إِنَّ) terpisah dengan khabar-nya dengan Kanaa & saudara-saudaranya, maka khabar inna menjadi khabar jumlah yang memiliki mahal i’rab rafa’. Contoh: (اللهُ عَلِيْمٌ: إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْمٌ: إَنَّ اللهَ كَانَ عَلِيْمًا). Kata (عليما) menjadi khabar kana yang wajib nashab, isim kaana adalah dhamir mustatir (هو) yang kembali pada (الله). Kaana beserta isim dan khabar-nya menempati i’rab rafa’ karena menjadi khabar inna. C. Isim huruf Inna dan saudara-saudaranya harus mufrad, sedangkan khabar-nya bisa berupa: 1. Mufrad. Contoh: (إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ) 2. Jumlah Fi’liyyah. Contoh: (لَعَلَّ الكَافِرَ يَتُوْبُ) 3. Jumlah Ismiyyah. Contoh: (لَيْتَ زَيْدًا أَخْلَاقُهُ حَسَنَةٌ) 4. Syibhul Jumlah i. Jar Majrur. Contoh: (إِنَّ الكِتَابَ عَلىَ الطَاوِلَةِ) ii. Zharaf tempat. Contoh: (لَيْتَهُ عِنْدَناَ) iii. Zharaf Waktu. Contoh: (إنَّ مُغِيْبَ الشَمْسِ عِنْدَ السَاعَةِ السَادِسَةِ)