BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، عَنْ عَبْدِ العَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ح وحَدَّثَنَا آدَمُ، قَالَ: حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ya‘qūb bin Ibrāhīm berkata: Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah dari ‘Abd-ul-‘Azīz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam. Dan telah menceritakan pula kepada kami Ādam berkata: Telah menceritakan kepada kami Syu‘bah dari Qatādah, dari Anas berkata: Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya“.

PENJELASAN DALAM KITAB FATHU AL-BARIY
Apabila ada pertanyaan, apakah hawa nafsu masuk dalam kalimat “manusia semua”? Jawabannya, hawa nafsu masuk dalam kalimat tersebut, jika dilihat secara zahir. Adapun maksud cinta di sini adalah cinta yang berdasarkan kebebasan (memilih) bukan cinta dalam pengertiannya sebagai tabiat. Menurut Imam Nawawi, hadis tersebut mengisyaratkan masalah nafsu ammarah (nafsu yang cenderung untuk melakukan hal-hal yang dilarang) dan nafsu muthmainnah (nafsu yang cenderung melakukan hal-hal yang baik dan dapat menenangkan hati). Maka orang yang nafsu muthmainnah nya lebih dominan dalam dirinya, ia akan lebih mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, demikian juga sebaliknya dengan orang yang dirinya dikuasai oleh nafsu ammarah.

Hadis ini mengisyaratkan keutamaan berfikir, sebab cinta yang telah disebutkan di atas dapat diketahui dengan berfikir. Hal itu dikarenakan apa yang dicintai dari manusia dapat berupa dirinya, maka ia akan menginginkan keselamatannya dari berbagai macam penyakit dan bencana, dan itulah sebenarnya hakikat yang diinginkan, sedangkan apa yang dicintai dari selain dirinya, adalah tercapainya suatu manfaat yang diinginkannya. Untuk itu orang yang memikirkan manfaat yang diperoleh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah mengeluarkan dari gelapnya kekufuran menuju terangnya cahaya keimanan, maka ia akan mengetahui bahwa manfaat yang diperoleh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh dari selainnya. Memang manusia berbeda-beda dalam hal ini, tapi tidak diragukan bahwa para sahabat memiliki kecintaan yang sempurna terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, karena kecintaan tersebut merupakan buah dari pengetahuan, dan mereka telah mengetahui hal ini.

Imam Al-Qurtubiy mengatakan, “Setiap orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sebenar-benarnya iman, maka dirinya tidak akan pernah hampa dari rasa cinta kepadanya, meskipun kecintaan mereka itu berbeda-beda. Sebagian mereka ada yang cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mencapai tingkat yang tinggi, dan sebagian yang lain hanya mencapai tingkat yang rendah. Tetapi sebagian benar mereka jika disebut nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka hasrat mereka untuk melihatnya sangat besar, karena menurut mereka melihat beliau sangat berpengaruh terhadap diri, keluarga, anak-anak, harta dan orang tua mereka. Maka tidak jarang kita mendapatkan sebagian mereka yang mengeluarkan tenaga, harta dan kemampuannya untuk berziarah ke makan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan melihat tempat-tempat sejarah beliau.

PEMBAHASAN LENGKAP SYARAH KUTUB HADIS


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)