BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
 

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ أَبِي الخَيْرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ؟ قَالَ: «تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Khalid berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari Yazid dari Abu Al-Khair dari Abdullah bin ‘Amru; Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam; “Islam manakah yang paling baik?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”.”

PENJELASAN DARI KITAB FATHU AL-BARIY 
Setelah Imam A-Bukhari memaparkan hadis tentang cabang-cabang iman yang diintiwarikan dari Al-Quran dan Sunnah, beliau melanjutkan pada bab-bab selanjutnya untuk memaparkan pembahasan ini agar lebih jelas lagi. Maka dengan sengaja beliau memberi judul pada bab ini dengan “memberi makan” bukan “Islam bagaimanakah”. Hal itu menunjukkan adanya perbedaan kedua bahasan tersebut seperti yang kita lihat dari perbedaan pertanyaan yang ada dalam redaksi hadisnya.

Laki-laki yang bertanya dalam hadis di atas tidak disebutkan namanya, tetapi ada yang mengatakan bahwa dia adalah Abu Dzar, sedang dalam riwayat Ibnu Hibban adalah Hanik bin Yazid, orang tua Syuraikh.

Lafaz kalimat (أي الإسلام خير) (Islam bagaimanakah yang lebih utama). Pertanyaan ini sama dengan hadis sebelumnya, lalu kenapa ada dua pertanyaan yang sama dalam dua hadis tersebut sedang jawabannya berbeda? Al-Karmani menjawab, “Sebenarnya kedua jawaban itu tidak berbeda, karena memberi makan berarti selamat dari bencana yang diakibatkan oleh tangan, dan mengucapkan salam berarti selamat dari bencana yang diakibatkan oleh lisan. Mungkin jawaban yang berbeda ini karena adanya pertanyaan yang berbeda tentang keutamaan suatu perbuatan yang lain.

Hal ini dapat kita lihat dari perbedaan makna afdhal (lebih utama) dan khair (baik). Menurut Al-Karmani, kata afdhal berarti yang paling banyak pahalanya, sedang kata khair berarti manfaat, jadi kata yang pertama adalah berkenaan dengan kuantitas sedang pertanyaan kedua berkenaan dengan kualitas. Tapi menurut pendapat yang masyhur, bahwa pertanyaan yang sama dalam dua hadis di atas adalah disebabkan perbedaan kondisi penanya dan pendengarnya. Mungkin jawaban dalam hadis pertama dimaksudkan memberi peringatan kepada mereka yang takut menerima bencana yang diakibatkan oleh tangan atau lisan, maka hadis tersebut memberikan jalan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Sedangkan jawaban yang kedua, adalah memberikan motivasi kepada orang yang mengharapkan manfaat dengan perbuatan atau perkataan, maka hadis tersebut menunjukkan bentuk konkrit perihal tersebut. Dengan demikian disebutkannya dua bentuk atau perangai tersebut adalah sesuai dengan kebutuhan si penanya pada waktu itu agar mereka tertarik untuk masuk agama Islam. Di samping itu para sahabat pada waktu itu sedang semangat melaksanakan perintah syariat, sehingga mereka selalu menanyakan kepada Nabi perbuatan apa saja yang dapat mendatangkan kebaikan kepada mereka. Hal itu menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menekankan kedua perilaku tersebut pada awal masuk kota Madinah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya dari Abdullah bin Salam.

Lafaz kalimat (تطعم) (memberi makan), berarti juga perintah untuk memberi makan kepada fakir, miskin, termasuk juga menjamu tamu yang datang. Demikian pula kata (تقرأ) (mengucapkan) juga berarti perintah untuk mengucapkan (ucapkan).

Lafaz kalimat (ومن لم تعرف) (dan yang tidak engkau ketahui) hal ini dimaksudkan untuk meninggikan syiar Islam dan menjaga hubungan ukhuwah Islamiyah, bukan untuk kesombongan dan basa-basi belaka. Apabila ada pendapat yang menyatakan bahwa konteks kalimat ini masih umum sehingga mencakup orang kafir, orang munafik dan orang fasik. Jawabnya, memang konteks hadis ini masih umum, tapi hadis ini dikhususkan dengan hadis lain yang memberikan larangan.

PEMBAHASAN LENGKAP SYARAH KUTUB HADIS


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)