Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
(1) Bentuk Pertama: Menempatkan Kalam Insya’i Pada Tempat Kalam Khabari; (2) Bentuk Kedua: Menempatkan Kalam Khabar Pada Tempat Kalam Insya’i; (3) Bentuk Ketiga: Tajahu Al-‘Arif; (4) Bentuk Keempat: Menempatkan Isim Dhamir Pada Tempat Selain Isim Zhahir; (5) Bentuk Kelima: Menempatkan Isim Zhahir Pada Tempat Isim Dhamir; (6) Bentuk Keenam: Uslub Al-Hakim; (7) Bentuk Ketujuh: Jawaban Yang Menyimpang Dari Pertanyaan; (8) Bentuk Kedelapan: Penggunaan Fi’il Madhi Untuk Zaman Mustaqbal; (9) Bentuk Kesembilan: Penggunaan Fi’il Mudhari’ Untuk Zaman Madhi; (10) Penggunaan Isim Fa’il Atau Isim Maf’ul Untuk Zaman Mustaqbal; (11) Bentuk Kesebelas: Qalb; (12) Bentuk Kedua Belas: Taghlib.
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
BAB 13: KALAM ‘ALA KHILAFI MUQTADHA AL-ZHAHIR (الكلام على خلاف مقتضى الظاهر) I. BENTUK PERTAMA (وضع الإنشاء موضع الخبر) Menempatkan Kalam Insya’i pada tempat Kalam Khabari. Tujuannya: (إظهار العناية بالشيء) Memperlihatkan perhatian kepada sesuatu. Contoh Surah Al-A’raf ayat 29: (قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ ۖ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ). Tidak mengatakan: (وإقامة وجوهكم) perhatian kepada perihal salat. (التحاشي عن موازاة اللاحق بالسابق) Menghindari dari keparalelan yang datang dengan yang lalu. Contoh Surah Hud ayat 54: (قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ). Tidak mengatakan: (وأشهدكم) untuk menghindari dari keparalelan kesaksian mereka dan kesaksian Allah Ta’ala. (التسوية) Penyelesaian. Contoh Surah Al-Taubah ayat 53: (أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ). II. BENTUK KEDUA (وضع الخبر موضع الإنشاء) Menempatkan Kalam Khabar pada tempat Kalam Insya’i. Tujuannya: (التفاؤل) Keoptimisan. Contoh: (هَدَاكَ اللهُ لِصَالِحِ الأَعْمَالِ). (إظهار الرغبة) Memperlihatkan keinginan. Contoh: (رَزَقَنِي اللهُ لِقَاؤُكَ). (احتراز عن صورة الأمر تأدبا) Waspada pada gambaran Amr untuk pengajaran. Contoh perkataanmu: (ينظر مولاي في أمري). III. BENTUK KETIGA (تجاهل العارف) Tajahu Al-‘Arif yaitu (سوق المعلوم مساق غيره) mengalihkan sesuatu yang Ma’lum kepada selainnya. Tujuannya: (التعجب) Kekaguman. Contoh Surah Al-Thur ayat 15: (أَفَسِحْرٌ هَٰذَا أَمْ أَنْتُمْ لَا تُبْصِرُونَ). (المبالغة في المدح) Berlebih-lebihan dalam memuji. Contoh: (وَجْهُكَ بَدْرٌ أَمْ شَمْسٌ). (المبالغة في الذم) Berlebih-lebihan dalam mencela. Contoh: (وَمَا أَدْرِي وَسَوْفَ إِخَالُ أَدْرِي # أَقُوْمُ آلُ حصنٍ أَمْ نِسَاءُ). (التوبيخ وشدة الجزع) Mengecam dan sangat resah/cemas. Contoh: (أَيَا شَجَرَ الخَابور مَالَكَ مُوْرِقَا # كَأَنَّكَ لَمْ تَجزعَ على ابِن طَرِيْفِ). (شدة الوله) Sangat terpesona. Contoh: (باللهِ يا ظبيات القاعِ قُلن لنا # ليلايِ منكنّ أو لَيلى من البَشر). (الفخر) Bangga. Contoh: (أيُّنا تعرف المواقف منه # وثَباتٍ على العِدَا وَثَباتا). IV. BENTUK KEEMPAT (الإضمار في مقام الإظهار) Menempatkan Isim Dhamir pada tempat selain Isim Zhahir, untuk membangkitkan perhatian pendengar dalam mendengarkan berita (ba‟ts). Contoh Surah Al-Ikhlas ayat 2: (قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ). Ketika disebutkan Dhamir (هو), pendengar akan mendengarkan dan menunggu-nunggu apa isi berita itu. Sebab ia belum mengetahui apa yang dimaksudkan dengan Dhamir (هو), dan sebelumnya tidak disebutkan selain kata ganti (Isim Zhahir) yang dimaksud/Marji’-nya. Dengan demikian, penyebutan Dhamir (هو) pada ayat ini bertentangan dengan Muqtadha Al-Zhahir, namun masih dikatakan Fashih karena terdapat tujuan tertentu. V. BENTUK KELIMA (الإظهار في مقام الإضمار) Menempatkan Isim Zhahir pada tempat Isim Dhamir, tujuannya: (كمال التمييز) Kamal Al-Tamyiz, yaitu perhatian pembicara yang cukup banyak terhadap Musnad Ilaihi karena keistimewaannya. Contoh syair Ahmad bin Yahya Al-Rawandiy: (سُبْحَانَ مَنْ وَضَعَ الأَشْيَاءَ مَوْضِعَهَا # وَفَرَّقَ العِزَّ وَالإِذْلَالَ تَفْرِيْقًا) – (كَمْ عَاقِلٍ عَاقِلٍ أَعْيَتْ مَذَاهِبَهُ # كَمْ جَاهِلٍ جَاهِلٍ تَلْقَاهُ مَرْزُوْقًا) – (هَذَا الَّذِي تَرَكَ الأَوْهَامَ طَائِرَةً # وَصَيَّرَ العَالِمُ النَحْرِيْرِ زِنْدِيْقًا). Sesuai dengan Muqtadha Al-Zhahir, syair terakhir ini harus dimulai dengan Isim Zhahir (هو الذي), karena telah disebutkan kata yang dimaksudkan/Marji’ Dhamir tersebut, yaitu dua syair sebelumnya. Namun pada awal syair terakhir dimulai dengan Isim Isyarah sebagai Isim Zhahir, yaitu (هذا), untuk menunjukkan perhatian pembicara yang sungguh-sungguh terhadap makna Musnad Ilaihi (هذا الذي). (السخرية) Sukhriyyat, yaitu menghina atau memperolok. Contoh: (هَذَا هُوَ الَّذِي قَامَ) yang seharusnya (زَيْدٌ قَامَ). (الإجهال) Ijhal, yaitu menganggap bodoh terhadap pendengar. Contoh: (أُولَئِكَ أَبَائِي فَجِئْنِي بِمِثْلِهِمْ # إِذَا جَمَعْتَنَا يَا جَرِيْرَ المُجَامِعِ). Mestinya syair ini dimulai dengan Isim Dhamir, yaitu (هم أبائي). (زيادة التمكين) Ziyadah Al-Tamkin, yaitu lebih memantapkan hati pendengarnya. Contoh Surah Al-Ikhlash ayat 2: (الله الصمد) yang mestinya cukup dengan (هو الصمد) dengan Isim Dhamir, karena telah disebutkan terlebih dahulu kata yang dimaksud/Marji’, yaitu lafaz Allah. (الاسترحام أو الاستطراف) Istirham/Isti’thaf, yaitu memperoleh belas kasihan. Contoh: (إِلَهِي عَبْدُكَ العَاصِي أَتَاكَا # مُقِرًّا بِالذُنُوْبِ وَقَدْ دَعَاكَا) – (فَإِنْ تَغْفِرْ فَأَنْتَ لِذَاكَ أَهْلٌ # وَإِنْ تَطْرُدْ فَمَنْ نَرْجُوْ سِوَاكَا). Syair itu mestinya berbunyi (أنا آتينك), bukan (أناك عبدك). Namun karena dimaksudkan memperoleh belas kasihan, syair dimulai dengan kalimat itu. (الإرهاب) Irhab, yaitu membuat takut kepada pendengar. Contoh Surah Al-Nisa ayat 58: (إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا). Ayat itu harusnya berbunyi (أنا آمركم) dan seterusnya serta digunakan Isim Zhahir dimaksudkan untuk menakuti pendengar. VI. BENTUK KEENAM (أسلوب الحكيم) Kalam Uslub Al-Hakim, yaitu (تلقي المخاطب بغير ما يترقبه أو السائل بغير ما يطلبه تنبيها على أن الأولى بالقصد) menghadirkan Kalam selain yang dikehendaki Mukhathab, karena itu yang lebih utama. (يكون بحمل الكلام على خلاف مراد قائله) Berupa membawa Kalam menyelisihi maksud pembicaranya. Seperti dialog yang terjadi antara Al-Hajjaj dengan Al-Qaba’tsariy: (لَأَحْمِلَنَّكَ عَلَى الأَدْهَمِ) – (مِثْلُ الأَمِيْرِ يَحْمِلُ عَلَى الأَدْهَمِ وَالأَشْهَبِ) – (إِنَّهُ لَحَدِيْدٌ) – (لَأَنْ يَكُوْنَ حَدِيْدًا خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ بَلِيَدًا). Pada dialog itu, tampaknya Al-Qaba’tsariy selalu berpaling dari yang dikehendaki Al-Hajjaj sebagai Mutakallim, karena ia memandangnya lebih penting bagi dirinya. Padahal jawaban seperti itu sudah keluar dari Muqtadha Al-Zhahir. Seharusnya: (مِثْلُ الأَمِيْرِ يَحْمِلُ عَلَى الحَدِيْدِ). (يكون بتنزيل السؤال منزلة سؤال آخر مناسب لحالة السائل) Berupa menurunkan soal menjadi kedudukan soal lain yang sesuai dengan keadaan penanya. Contoh Surah Al-Baqarah ayat 189: (يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ). VII. BENTUK KETUJUH (المغالطة) Jawaban yang menyimpang dari pertanyaan, karena jawaban itu yang tepat dan sesuai dengan maksud Mutakallim. Contoh Surah Al-Baqarah ayat 189: (يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ). Pertanyaannya itu sebenarnya berhubungan dengan sebab-sebab pergantian bentuk bulan, pada awal waktu keluar, pertengahan dan penghabisan, kemudian dijawab dengan hikmahnya. Maksudnya, para sahabat saat itu baru diperkenankan bertanya tentang hikmah, bukan sebab-sebabnya, walaupun Nabi sendiri mengetahui sebab-sebabnya. VIII. BENTUK KEDELAPAN (التعبير عن المضارع بلفظ الماضي) Penggunaan Fi’il Madhi untuk zaman Mustaqbal/masa yang akan datang, bertujuan untuk: (التنبيه على تحقيق وقوعه) Mengingatkan hakekat terjadinya sesuatu. Contoh Surah Al-Naml ayat 87: (وَيَوْمَ يُنْفَخُ فِي الصُّورِ فَفَزِعَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ). (قرب الوقوع) Menunjukkan dekatnya kejadian sesuatu. Contoh: (قد قامت الصلاة). (التفاؤل) Keoptimisan. Contoh: (إن شفاك الله تذهب معي). (التعريض) Ta’ridh, yaitu menjelaskan. Contoh Surah : (لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ). IX. BENTUK KESEMBILAN (التعبير عن الماضي بلفظ المضارع) Penggunaan Fi’il Mudhari’ untuk Zaman Madhi/masa lampau, bertujuan untuk: (حكاية الحالة الماضية باستحضار الصور الغريبة في الخيال) Mengisahkan masa lalu dengan ungkapan cerita yang mengherankan, atau tercapainya suatu perbuatan sedikit demi sedikit. Contoh Surah Fathir ayat 9: (وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا). Seharusnya menggunakan Fi’il Madhi. (إفادة الاستمرار فيما مضى) Menunjukkan berlangsungnya suatu perbuatan pada masa lampau. Contoh Surah Al-Hujurat ayat 7: (لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ). Maksudnya jika ia terus menerus menuruti keinginan kamu, sungguh kamu akan rusak. X. BENTUK KESEPULUH (التعبير عن المستقبل بلفظ اسم الفاعل والمفعول) Penggunaan Isim Fa’il atau Isim Maf’ul untuk zaman Mustaqbal. Menurut hakekatnya, sifat dalam ayat ini menunjukkan zaman Hal/sekarang, sedang menurut Majaz-nya menunjukkan selainnya, contoh: Isim Fa’il. Surah Al-Zariyat ayat 6 : (وَإِنَّ الدِّينَ لَوَاقِعٌ) Isim Maf’ul. Surah Hud ayat 103: (ذَٰلِكَ يَوْمٌ مَجْمُوعٌ لَهُ النَّاسُ). XII. BENTUK KESEBELAS (القلب) Qalb, yaitu (جعل كل من الجزءين في الكلام صاحبه لغرض كالمبالغة) menempatkan salah satu dari bagian perkataan tempat bagian lainnya selama dapat menciptakan makna baru, seperti Mubalaghah. Apalagi isi kedua bagian perkataan itu tidak berubah. Contoh: Perkataan: (كَأَنَّ لَوْنَ أَرْضِهِ سَمَاؤُهُ), padahal yang benar adalah: (كَأَنَّ لَوْنَ سَمَاءِهِ أَرْضُهُ). Perkataan itu menunjukkan, bahwa warna langit yang banyak debu itu seperti warna buminya, dengan cara menempatkan satu bagian kalâm pada tempat bagian lainnya. Perkataan: (أَدْخَلْتُ القَلَنْسُوَةَ فِي رَأْسِي) seharunya berbunyi (أَدْخَلْتُ رَأْسِي فِي القَلَنْسُوَةِ). XII. BENTUK KEDUABELAS (التغليب) Taghlib, yaitu (ترجيح أحد الشيئين على الآخر في إطلاق لفظه عليه) mengutamakan dalam mengucapkan bentuk salah satu lafaz daripada lainnya. seperti: (تغليب المذكر على المؤنث) Mengutamakan bentuk laki-laki (Mudzakkar) daripada bentuk perempuan (Mu’annats). Contoh Surah Tahrim ayat 12: (وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِن رُّوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ). Mestinya akhir ayat ini berbunyi (من القانتات), karena sebagai Musnad dari Musnad Ilaihi Isim Dhamir yang kembali pada lafaz Mu’annats (Maryam). (تغليب الأخف على غيره) Mendahulukan yang lebih mudah. Contoh perkataan: (الحَسَنَيْنِ) dua Hasan, yang mencakup Hasan dan Husein. (تغليب الأكثر على الأقل) Mendahulukan yang lebih banyak. Contoh Surah Al-A’raf ayat 88: (قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا). Sesuai dengan Muqtadha Al-Zhâhir-nya, pengertian ayat ini hanya tertuju pada pengikut Syu’aib, tidak sampai pada Syu’aib-nya sendiri, untuk diusir dan dikembalikan pada agama semula. Karena sesungguhnya Syu’aib tidak pernah memeluk agama mereka. Hal itu dimaksudkan mencakup secara umum, dengan cara mendahulukan yang lebih banyak (pengikut Syu’aib). (تغليب العاقل على غيره) Mendahulukan yang berakal. Contoh Surah Al-Fatihah ayat 2: (الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ).
0 Comments