Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
BAB 50 : ZHARAF ZAMAN/WAKTU & MAKAN/TEMPAT (ظرف الزمان والمكان) I. PENGERTIAN (تعريف ظرف الزمان والمكان) Zharaf adalah salah satu isim yang masuk pada pembahasan
isim-isim yang dibaca nashab. Zharaf zaman apabila menunjukkan kepada
waktu terjadinya fi’il dan dinamakan zharaf makan apabila menunjukkan
kepada tempat terjadinya fi’il. II. PEMBAGIAN ZHARAF ZAMAN/WAKTU (أقسام ظرف الزمان) A. BERDASARKAN KANDUNGAN MAKNANYA (باعتبار معناه) 1.
Zharaf Zaman Mukhtash/Ghairu Mubham (ظرف الزمان المختص) yaitu setiap
isim yang menunjukkan waktu tertentu (periodenya diketahui). Seperti:
(سَاعَة) (يَوم) (أُسْبُوع) (شَهْر) (سَنَة) (صَبَاح) (مَسَاء) (ظُهْر)
(لَيل) (غَدًا). Hal ini: i. Karena kandungan maknanya
khusus dan diketahui takaran masanya. Contoh: (أَنْتَظِرُكَ يَوْمًا) ii. Karena idhafah. Contoh: (أَنْتَظِرُكَ اليَوْمَ) iii. Karena dimasuki Lam Ta’rif. Contoh: (أَنْتَظِرُكَ يَوْمَ الخَمِيْسِ) 2.
Zharaf Zaman Mubham (ظرف الزمان المبهم) yaitu setiap isim yang
menunjukkan waktu tidak tertentu, baik ma’rifah maupun nakirah. Seperti:
(لَحْظَة) (بُرْهَة) (مُدَّة) (فَتْرَة) (حِين) (قَبْل) (بَعْد) (طِوَال)
(خِلَال) (أَثْنَاء) 3.
Zharaf Zaman Musytaq (ظرف الزمان المشتق) yaitu setiap isim zharaf
zaman yang dibentuk dari fi’il-nya dengan ber-Wazan (مَفْعِلٌ -
مَفْعَلٌ). Isim ini dapat dijadikan zharaf dengan syarat ketika isim
zaman ini diletakkan dalam suatu kalimat, amil-nya harus dari fi’il yang
isim zaman tersebut dibentuk. Contoh: (جَلَسْتُ مَجْلِسَ الضَيْفِ) B. BERDASARKAN PENGGUNAANNYA (باعتبار استعماله) 1.
Zharaf Zaman Mutasharrif (ظرف الزمان المتصرف) adalah isim zaman yang
tidak menetap dengan ke-nashab-annya sebagai zharafiyyah, namun kadang
berpindah i’rab, maka i’rab-nya sesuati posisinya dalam suatu kalimat.
Contoh yang bisa digunakan selain zharaf dan di-i’rab menurut
kedudukannya dalam kalimat: (الكِيلُومِتْرُ أَلْفُ مِتْرٍ) (جَاءَ يَومُ
الجُمُعَةِ) (الشَّرْقُ مَهْدُ الأَدْيَانِ السَّمَاوِيَّةِ). Hukum zharaf
zaman mutasharrif: i. Mu’rab Munsharif artinya
tanda i’rab-nya sesuai dengan tandanya, misalnya ketika rafa’ dengan
tanda dhammah, ketika majrur dengan tanda kasrah, ketika manshub dengan
tanda fathah. Seperti: (يوم - شهر - سنة - أسبوع) ii. Mu’rab Ghair Munsharif
artinya tanda i’rab-nya tidak sesuai dengan tandanya. Seperti:
(لَأَسِيْرَنَّ اللَيْلَةَ إِلَى غُدْوَةٍ أَوْ بُكْرَةٍ) tanda majrur-nya
dengan fathah dan tidak menerima tanwin. Syarat supaya keduanya tetap
menjadi ghair munsharif yaitu harus terdapat Ta’yin/tahdid/petunjuk
waktu yang dimaksud dalam kalimat tersebut. Jika tidak ada Ta’yin, maka
zharaf ini masuk kategori mutasharrif. iii. Mabni artinya ketika tanda
i’rab-nya menetap dalam satu keadaan di manapun posisinya. Seperti:
mabni sukun (إذا), mabni kasrah (أمس), mabni dhammah (عال). 2.
Zharaf Zaman Ghairu Mutasharrif (ظرف الزمان غير المتصرف) adalah zharaf
yang selalu tetap dengan i’rab nashab-nya sebagai zharafiyyah dan tidak
mungkin menjadi yang lain dimanapun posisinya. Baik mabni maupun
mu’rab. Kecuali jika didahului huruf Jar. Zharaf macam ini masuk
kategori Syibh Zharaf atau Syibh Jumlah Jar. Contoh: (هَلْ خَدَعْتَ
أَحَدًا قَطٌّ). Zharaf-zharaf ini selalu manshub sebagai zharaf
dimanapun saja letaknya dalam kalimat. i. Sebagai maf’ul fih (yaitu
menunjukkan kepada waktu atau tempat terjadinya fi’il dan didahului
oleh fi’il) dan kemudian menjadi manshub. Contoh: (تَطِيرُ الطَّائِرَاتُ
فَوقَ السَّحَابِ) ii. Sebagai khabar mubtada’
atau sifat. Ia manshub oleh fi’il yang dihapus secara wajib. Contoh: a. (الجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الأُمَّهَاتِ) fi’il dihapus yaitu (تَسْتَقِرُّ) b. (مَرَرْتُ بِرَجُلٍ عِنْدَكَ) fi’il dihapus yaitu (اِسْتَقَرَّ) Hukum zharaf Zaman Ghairu Mutasharrif adalah: i. Mu’rab Ghairu Munsharif,
dengan syarat tidak di-idhafah-kan, bertanwin dan diikuti Lam Ta’rif.
Jika tidak memenuhi syarat, maka berubah menjadi mu’rab munsharif.
Contoh: (عتمة - عشية - سحر - يوم - صباح) ii. Mu’rab Munsharif. Contoh:
(بكرة - ضحى - صحوة - سحير - صباح - مساء - ليل - نهار - عشاء) iii. Mabni. Contoh: (لدن - منذ - قط) III. PEMBAGIAN ZHARAF MAKAN/TEMPAT (أقسام ظرف المكان) A. BERDASARKAN KANDUNGAN MAKNANYA (باعتبار معناه) 1.
Zharaf Makan Mubham yaitu setiap isim yang menunjukkan tempat tidak
tentu. Seperti: (وَسَط) (فَوق) (قَرْب) (تَحْت) (بَين) (عِنْد) (لَدَى)
(تِلْقَاء) (تُجَاه) (نَحْو) (حَول) (دُون) (مِيل) (فَرْسَخ) (كِيلُومِتْر)
(قدام) (حذاء) (إزاء) (داخل) (خارج) (ظاهر) (باطن) (جوف الدار) (جانب)
(جهة) (وجه) (كنف) i. Mulhaqat Zharaf Makan
Mubham yang berhubungan dengan arah dan ukuran. Contoh: (أَمَام)
(وَرَاء) (خَلْف) (يَمِين) (يَسَار) (شِمَال) (جَنُوب) (شَرْق) (غَرْب) ii. Zharaf Makan Musytaq jika
ingin dijadikan zharaf memiliki satu syarat yaitu: isim makan dan
amil-nya harus dari lafaz yang sama. Contoh: (جَلَسْتُ مَجْلِسَ
المُتَعَلِّمِ) 2.
Zharaf Makan Mukhtash/Ghairu Mubham yaitu setiap isim yang menunjukkan
tempat tertentu. Zharaf ini termasuk tidak menerima manshub sebagai
zharafiyyah karena wajib didahului huruf Jar. Contoh: (الفصل - البيت -
الدار - البلد - الغرفة) kecuali dalam dua hal: i. Jika amil zharaf makan
mukhtash ini fi’il-nya menggunakan (دخل - سكن - نزل). Karena tiga fi’il
inilah orang Arab me-nashab-kan setiap zharaf makan mukhtash secara
langsung. Contoh: (دَخَلْتُ الدَارَ - سَكَنْتُ البَيْتَ - نَزَلْتُ
البَلَدَ) ii. Jika menggunakan lafaz
zharaf makan (الشام) maka amil fi’il-nya berupa (ذهب). Jika lafaz zharaf
makan (مكة) maka amil fi’il-nya berupa (توجه). B. BERDASARKAN PENGGUNAANNYA (باعتبار استعماله) 1.
Mutasharrif artinya setiap zharaf makan yang tidak selalu terikat
untuk dijadikan zharafiyyah, i’rab-nya berubah. Contoh: (يمين - مكان -
شمال - ذات شمال - ذات اليمين) 2.
Ghairu Mutasharrif artinya setiap zharaf makan yang selalu menjadi
zharafiyyah, kecuali didahului huruf Jar, maka menjadi Syibhul Jumlah.
Contoh: (بدل - فوق - تحت - أين - ثم - حيث - شطر - حول) IV. ZHARAF ZAMAN/WAKTU YANG MABNI (ظرف الزمان المبني) A. Lafaz (إذ). Ketentuannya: 1. Lafaz ini untuk menunjukkan zaman lampau. 2. Termasuk kategori zharaf zaman mutasharrif yang kadang dijadikan zharaf dan kadang tidak. 3. Hukumnya di-idhafah-kan pada kalimat setelahnya. 4. Terdapat dua jenis, yaitu isim dan harf. 5.
Ketika (إذ) masuk kategori isim, kedudukan i’rab-nya berbeda-beda.
Kadang menjadi zharaf, mudhaf ilaih, maf’ul bih, badal isytimal. i. Contoh ketika zharaf: (إِذْ أَوَى الفِتْنَةُ إِلَى الكَهْفِ) ii. Contoh ketika mudhaf
ilaihi: (رَبَّنَا لَا تُزِعْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ
لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ) iii. Contoh ketika maf’ul
bih: (وَاذْكُرُوْا إِذْ أَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُسْتَضْعَفُوْنَ فِي الأَرْضِ) iv. Contoh ketika badal
isytimal: (وَاذْكُرْ فِي الكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَدَتْ مِنْ
أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا) v. Contoh ketika menjadi (تعليلية): (مَنَحْتُ خَالِدًا الهَدِيَّةَ إِذْ نَجَحَ) vi. Contoh ketika menjadi
(فجائية) harus terletak setelah (بين - بينما): (بَيْنَمَا نَحْنُ
جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ
يَوْمٍ، إِذْ طَلَعَ ... عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِيَابِ) B. Lafaz (إذا). Ketentuannya: 1. Lafaz ini untuk menunjukkan zaman mustaqbal. 2. Termasuk isim syarat yang tidak men-jazm-kan fi’il-nya 3. Termasuk kategori zharaf zaman mutasharrif yang kadang dijadikan zharaf dan kadang tidak 4. Hukumnya mabni sukun 5. Terdapat dua jenis, isim dan harf 6. Jika sebagai zharaf, dia khusus masuk Jumlah Fi’liyyah 7. Ketika (إذا) masuk kategori isim, kedudukan i’rab-nya berbeda-beda. i. Contoh ketika menjadi
zharaf: (وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُوْمَ السَمَاءُ وَالأَرْضُ بِأَمْرِهِ
ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأَرْضِ) ii. Contoh ketika menjadi Hal: (وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى) iii. Contoh ketika menjadi
Majrur: (حَتَّى إِذَا جَاءُوْهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا) C. Lafaz (الآن). Ketentuannya: 1. Mabni Fathah 2. Masuk kategori zharaf ghairu mutasharrif yang hanya berubah i’rab ketika dimasuki huruf Jar 3. Selalu dimasuki (ال) 4. Menunjukkan waktu sekarang 5. Tidak ada bentuk tatsniyyah dan jamak 6.
Menurut sebagian ulama, asal katanya dari (أوان), huruf wawu ditukar
alif lalu dibuang karena bertemu dua sukun, lalu ditambahkan (ال) 7. Lafaz ini adalah isim, tandanya bisa dimasuki (ال) Ta’rif dan bisa dimasuki huruf Jar D. Lafaz (أمس). Ketentuannya: 1. Termasuk isim ma’rifah meski tidak dimasuki (ال) 2. Termasuk isim zaman mutasharrif yang kadang menjadi zharaf dan kadang tidak 3. Jika dijadikan zharaf hukumnya mabni kasrah 4.
Jika dimasuki (ال) atau didahului huruf Jar, maka berubah i’rab-nya.
Contoh: (لَقِيْتُ خَالِدًا بِالأَمْسِ فِي المَدْرَسَةِ) E. Lafaz (أَيَّانَ). Ketentuannya: 1.
Asal katanya (أي أوان). Huruf hamzah dan salah satu huruf (ي) dibuang
menjadi (أيوان) lalu huruf (و) ditukar dengan (ي) kemudian di-Idgham-kan
menjadi (أيان). 2.
Beda antara (متى) dan (أيان) adalah lafaz (متى) lebih banyak
dipergunakan karena lebih ringan ketika diucapkan. Penggunaan (أيان)
lebih kepada bertanya sesuatu hal yang besar atau luar biasa. 3. Menunjukkan makna mustaqbal 4. Termasuk isim istifham 5. Termasuk isim syarat yang men-jazm-kan dua fi’il 6. Mabni Fathah F. Lafaz (بينا - بينما). Ketentuannya: 1.
Asalnya (بين) bermakna (وسط), lalu ketika ditambahkan alif dan mim
menjadi bermakna (إذ) : tatkala, dan masuk jajaran zharaf zaman ghairu
mtasharrif. Ketika di-i’rab bisa disatukan antara (بين) dan (ما) atau
dipisah. 2. Mu’rab Manshub ketika masuk (ما) menjadi Mabni Sukun 3. Harus idhafah kepada jumlah ismiyyah atau fi’liyyah 4. Membutuhkan jawaban untuk menyempurnakan makna karena mengandung makna syarat 5. Mengandung makna kejutan (مفاجأة) 6. Termasuk zharaf zaman ghairu mutasharrif 7.
Karena dalam lafaz (بينا - بينما) diikuti huruf alif dan mim zaidah
(tambahan) yang berfungsi sebagai (إشباع أو كافة) maka dianggap cukup
untuk mewakili syarat idhafah dan tidak perlu kepada jumlah fi’liyyah
atau ismiyyah setelahnya. Oleh karena itu jumlah yang terletak
setelahnya berstatus marfu’ sebagai ibtida’ (permulaan). G. Lafaz (ريث - ريثما). Ketentuannya: 1. Kedua lafaz ini adalah bentuk mashdar dari kata kerja (راث - يريث - ريثا) 2.
Asal artinya adalah lambat/melambatkan/lama menunggu, namun setelah
masuk kategori zharaf zaman, arti yang dimaksud adalah takaran waktunya
(hingga/sampai) 3.
Fi’il setelah lafaz ini jika bentuknya fi’il madhi maka lafaz ini
i’rab-nya Mabni Fathah dan jika fi’il mudhari’ di-i’rab manshub dengan
fathah. 4. Contoh: (اِنْتَظِرْنِي رَيْثَ / رَيْثَمَا جِئْتُكَ) H. Lafaz (حين). Ketentuannya: 1. Termasuk zharaf zaman mubham mutasharrif 2. Terkadang di-i’rab sebagai zharaf dan terkadang tidak, menyesuaikan posisinya 3. Harus di-idhafah-kan baik kepada mufrad atau Jumlah i. Contoh mufrad: (اللهُ يَتَوَفَّى الأَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا) ii. Contoh jumlah: (وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ حِيْنَ تَقُوْمُ) 4. Jamaknya (أحيان) 5. Mabni Fathah ketika menjadi zharaf dan Mu’rab ketika selain zharaf 6. Contoh ketika didahului huruf Jar: (وَدَخَلَ المَدِيْنَةَ عَلَى حِيْنٍ غَفْلَةٍ مِنْ أَهْلِهَا) 7.
Contoh ketika keluar dari zharafiyyah dan di-i’rab kedudukannya dalam
kalimat: (هَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِيْنٌ مِنَ الدَهْرِ لَمْ يَكُنْ
شَيْئًا مَذْكُوْرًا) I. Lafaz (عَوْض). Ketentuannya: 1. Lafaz ini bentuk mashdar dari (عاض - يعوض - عوض) 2. Mengandung makna meniadakan zaman mustaqbal (استغراق المستقبل) 3. Termasuk zharaf zaman ghair mutasharrif 4. Mabni Dhammah jika tidak idhafah. Contoh: (لا أفعله عوض) 5. Mu’rab jika idhafah. Contoh: (لا أفعله عوض ذلك) 6. Harus didahului nafyi atau istifham J.
Lafaz (قط). Ketentuannya: (1) Mengandung makna sama sekali/sebelumnya
dan meniadakan zaman lampau (استغراق الماضي); (2) Termasuk zharaf ghair
mutasharrif; (3) Mabni Dhammah; (4) Harus didahului nafyi atau
istifham. K.
Lafaz (متى). Ketentuannya:(1) Bermakna kapan; (2) Mabni Sukun; (3)
Digunakan untuk zaman lampau dan mendatang; (4) Termasuk isim Istifham.
Contoh: (مَتَى ذَهَبْتَ إِلَى المَدْرَسَةِ); (5) Termasuk isim syarat
yang men-jazm-kan dua fi’il. contoh: (مَتَى تُذَاكِرْ دُرُوْسَكَ
تَنْجَحْ فِي الِامْتِحَانِ); (6) Terkadang didahului huruf Jar. Contoh:
(إِلَى مَتَى سَتَفْعَلُ مَا نَهَا اللهُ عَنْهُ وَرَسُوْلُهُ) L. Lafaz (لما). Ketentuannya: 1. Bermakna ketika/tatkala 2. Termasuk isim syarat yang tidak men-jazm-kan fi’il 3.
Contoh ketika menjadi harf yang men-jazm-kan fi’il. contoh: (وَلَمَّا
يَعْلَمِ اللهُ الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَابِرِيْنَ) 4. Membutuhkan jawaban untuk menyempurnakan maknanya 5. Fi’il setelahnya berupa fi’il madhi 6. Mabni Sukun 7. Kadang Ta’alluq-nya kepada amil yang menjadi jawaban 8. Kadang jawabannya dibuang. Contoh: (فَلَمَّا ذَهَبُوْا بِهِ وَأَجْمِعُوْا أَنْ يَجْعَلُوْهُ فِي غَيَابَتِ الجُبِّ) 9. Kadang bermakna istitsna’ (pengecualian). Contoh: (إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ) 10. Kadang jawaban memakai (إذا فجائية) atau (الفاء رابطة) i. Contoh: (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى البَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ) ii. Contoh: (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى البَرِّ فَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ) M. Lafaz (مذ - منذ). Ketentuannya: 1. Lafaz (مذ) mabni sukun 2. Lafaz (منذ) mabni dhammah 3. Keduanya terdapat dua macam, isim dan harf 4. Isim setelahnya bisa: i. Marfu’. Contoh:
(مَا رَأَيْتُهُ مُذْ / مُنْذُ يَوْمُ الجُمْعَةِ أَوْ يَوْمَانِ) ii. Majrur. Contoh: (مَا
رَأَيْتُهُ مُذْ / مُنْذُ يَوْمِ الجُمْعَةِ أَوْ يَوْمَينِ) iii. Jumlah Fi’liyyah. Contoh: (مَا رَأَيْتُكَ مُذْ / مُنْذُ ضَرَبْتَ خَالِدًا) iv. Jumlah Ismiyyah. N. Lafaz (قبل - بعد). Ketentuannya: 1. Mu’rab ketika idhafah 2. Mabni Dhammah ketika tidak idhafah (mudhaf ilaih dibuang) 3. Terkadang didahului huruf Jar 4.
Mu’rab Manshub ketika lafaz mudhaf ilaih nampak dan maknanya diniatkan
(zharaf atau majrur). Contoh: (كَتَبَ خَالِدٌ الرِسَالَةَ قَبْلَ/بَعْدَ
المَسَاءِ) 5.
Mu’rab Manshub tanpa tanwin ketika lafaz mudhaf ilaih dibuang, namun
lafaz tersebut dan maknanya masih diniatkan, hanya saja diperkirakan.
Dalam hal ini lafal ini boleh nashab sebagai zharaf atau majrur
(keduanya tanpa tanwin karena berniat memperkirakan mudhaf ilaih yang
dibuang) 6.
Mu’rab Manshub Tanwin ketika lafaz dan makna mudhaf ilaihi tidak
diniatkan idhafah. Dalam hal ini lafaz ini boleh nashab bertanwin
sebagai zharaf atau majrur bertanwin. Contoh: (كتب خالد الرسالة
قبلا/بعدا) 7. Mabni Dhammah ketika lafaz mudhaf ilaih dibuang dan tidak diniatkan, namun secara makna masih diniatkan idhafah. O.
Lafaz (أول) pertama. Ketentuannya: (1) Termasuk zharaf zaman
mutasharrif; (2) Terkadang Mu’rab/Mabni; (3) Terkadang dimasuki huruf
Jar. V. ZHARAF MAKAN/TEMPAT YANG MABNI (ظرف المكان المبني) A.
Lafaz (حيث) sekiranya/sebagaimana/di mana saja. Ketentuannya: (1)
Mabni Dhammah; (2) Kebanyakan di-idhafah-kan kepada Jumlah; (3)
Terkadang didahului huruf Jar (من - إلى) dan di-i’rab menjadi Syibhul
Jumlah (Jar Majrur); (4) Diikuti huruf (ما الزائدة) dan mengubah
fungsinya menjadi isim syarat yang men-jazm-kan dua fi’il. contoh:
(وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ شَطْرَهُ) B.
Lafaz (هُنَا) di sini. Ketentuannya: (1) Termasuk isim isyarah; (2)
Termasuk zharaf makan ghair mutasharrif; (3) Mabni Sukun; (4) Dimasuki
(هاء التنبيه); (5) Dimasuki (لام البعد); (6) Terkadang didahului huruf
Jar (من - إلى) C.
Lafaz (ثم) di sana jauh. Ketentuannya: (1) Termasuk isim isyarah untuk
menunjukkan tempat jauh; (2) Mabni Fathah; (3) Termasuk zharaf ghair
mutasharrif (selalu jadi zharaf) kecuali didahului huruf Jar, maka
menjadi Syibhul Jumlah; (4) Terkadang dimasuki (تاء التأنيث) menjadi
(ثمة - ثمت); (5) Terkadang didahului huruf Jar (من) D.
Lafaz (أين) di mana. Ketentuannya: (1) Termasuk isim istifham; (2)
Termasuk isim syarat yang men-jazm-kan dua fi’il; (3) Mabni Fathah; (4)
Terkadang didahului huruf Jar (من - إلى); (5) Terkadang diikuti huruf
(ما الزائدة) untuk taukid. E.
Lafaz (دون) maknanya dekat, namun kadang bermakna selain.
Ketentuannya: (1) Menurut sebagian bahwa lafaz ini termasuk isim ghair
munsharif dan menurut lainnya termasuk munsharif; (2) Terkadang
Mu’rab/Mabni; (3) Terkadang dimasuki huruf Jar. VI. ZHARAF-ZHARAF YANG TERKADANG ZHARAF ZAMAN ATAU MAKAN A.
Lafaz (أني) bagaimana/di mana/kapan saja. Ketentuannya: (1)
Dipergunakan untuk tempat dan waktu. Contoh: (نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ
فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ أَنَّي شِئْتُمْ وَقَدِّمُوْا لِأَنْفُسِكُمْ); (2)
Termasuk isim istifham. Contoh: (يَا مَرْيَمُ أَنِّي لَكِ هَذَا قَالَتْ
هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ
حِسَابٍ); (3) Termasuk isim syarat yang men-jazm-kan dua fi’il. Contoh:
(أَنَّي تَسْكُنُ سَوْفَ أَحْضُرْ لِزِيَارَتِكَ); (4) Mabni Sukun; (5)
Terkadang menjadi Hal bermakna (كيف). Contoh: (قَالَ أَنَّي يَحْيَي
هَذِهِ اللهُ بَعْدَ مَوْتِهَا) B.
Lafaz (لدى) bermakna (عند) kepunyaan, di hadapan, di sisi/di
depan/yang ada pada. Ketentuannya: (1) Dipergunakan untuk waktu dan
tempat: (1) Tempat (مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا
شِيَعًا كُلَّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ); (2) Bermakna (حين)
ketika: (سَأَزُوْرُكَ لَدَي عَوْدَتِي); (3) Kepunyaan: (الكِتَابُ لَدَى
خَالِدٍ); (2) Mabni Sukun; (3) Wajib di-idhafah-kan kepada dhamir atau
isim kecuali Jumlah; (4) Ketika idhafah kepada dhamir, huruf alif
diganti dengan Ya’. C. Lafaz (لدن) bermakna (عند) sisi/kepunyaan/pinggir. Ketentuannya: 1. Dipergunakan untuk waktu dan tempat 2. Mabni Sukun 3. Wajib idhafah baik kepada dhamir, isim dzahir, jumlah i. Dhamir (رَبَّنَا
لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ) ii. Isim Dzahir Mufrad
(كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيْمٍ
خَبِيْرٍ) 4. Termasuk zharaf ghair mutasharrif 5.
Dalam penggunaan kebanyakan didahului huruf jar (من) sehingga
statusnya menjadi majrur. Contoh: (أَعْطَيْنَا خَالِداً مِنْ لَدُنَّا
كِتَابًا) 6. Perbedaan antara (لدني) dan (لدنا): i. Lafaz (لدنا)
terdiri dari (لدن + dhamir نا) lalu di-Idgham-kan menjadi (لدنا) ii. Lafaz (لدني) terdiri
dari (نون وقاية + لدن dhamir ياء المتكلم) menjadi (لدني) .
Lafaz (مع). Contoh: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ
وَكُوْنُوْا مَعَ الصَادِقِيْنَ). Ketentuannya: (1) Dipergunakan untuk
waktu dan tempat; (2) Mu’rab Manshub (Fathah); (3) Nakirah bertanwin
ketika putus dari idhafah yang i’rab-nya menjadi Hal (مَعًا) bermakna
(جَمْيْعًا). Contoh: (جَلَسَ خَالِدٌ وَزَيْدٌ مَعًا). E.
Lafaz (عال) di atas bermakna (فوق). Contoh: (يَا خَالِدٌ خُذْ
الكِتَابَ مِنْ عَالُ). Ketentuannya: (1) Wajib didahului huruf Jar (من);
(2) Wajib putus idhafah secara lafaz (mudhaf ilaih dibuang secara lafaz
dan di-taqdir secara makna); (3) Mabni Dhammah.
0 Comments