Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
Sunnah-Sunnah di Dalam Shalat
Yang dimaksud dengan sunnah-sunnah shalat
adalah semua ucapan atau perbuatan yang mendapat pahala jika dilakukan, dan
tidak mendapat siksa jika ditinggalkan, namun hanya dicela. Jika sunnah-sunnah
itu ditinggalkan, maka tidak perlu diganti dengan sujud sahwi, dan tidak juga
membatalkan shalat meskipun dengan sengaja meninggalkannya.
As-Sunnah sebagaimana dituturkan oleh madzhab
Hanafiyyah (Fathul Qadir wal ‘Inayah jilid 1 halaman 194; Al-Bada’i jilid
1 halaman 198-220; Tabyinul Haqa’iq jilid 1 halaman 106-132;
Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 447-511; Muraqil Falah halaman
41-44) adalah sesuatu yang selalu dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, dan tidak pernah ditinggalkan kecuali ada udzur, seperti doa
pujian dalam shalat, membaca ta'awwudz, takbir untuk rukuk dan sujud.
Menurut mereka, di dalam shalat itu terdapat sunnah-sunnah
dan adab-adab. Adab-adab shalat adalah sesuatu yang terkadang sekali atau dua
kali dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, artinya
tidak dilakukan terus-menerus, seperti menambahkan bacaan tasbih dalam rukuk
dan sujud sebanyak tiga kali, menambahkan bacaan sunnah sebagai pelengkap.
Sunnah atau adab menurut mereka bukanlah wajib,
karena dalam shalat yang namanya wajib itu adalah sesuatu yang boleh
ditinggalkan dalam shalat. Namun jika meninggalkannya itu karena lupa, maka ia
wajib melakukan sujud Sahwi. Mereka menyebutkan bahwa di dalam shalat itu
terdapat lima puluh satu sunnah dan tujuh adab.
Madzhab Maliki (Asy-Syarhush Shaghir jilid
1 halaman 317-337; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 242; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah
halaman 50, 58 dan 60) menyebutkan bahwa di dalam shalat terdapat empat
belas sunnah dan empat puluh delapan adab. Pengertian As-Sunnah menurut mereka adalah
sesuatu yang diminta oleh syara', perkaranya dikuatkan, kedudukannya diagungkan,
dan ditampakkan dalam jamaah, Yang melakukan mendapat pahala dan yang
meninggalkan tidak mendapat siksa. Contoh sunnah yakni shalat Witir dan shalat
Id.
Sedangkan pengertian manduub menurut mereka
adalah sesuatu yang diminta oleh syara' tetapi tidak mutlak, perintahnya juga
ringan, pelakunya mendapat pahala, dan yang meninggalkan
juga tidak mendapat siksa. Contohnya seperti shalat empat
rakaat sebelum shalat Zhuhur.
Menurut mereka ada delapan sunnah yang harus
ditambal dengan sujud Sahwi jika ditinggalkan, yaitu membaca surah, suara
keras, suara pelan, takbir, tahmid, dua tasyahud, dan duduk dalam tasyahud.
Sunnah-sunnah shalat menurut Syafi’iyyah (Tuhfatuth
Thullab ma’a Hasyiyah Syarqowi jilid 1 halaman 195-216; Hasyiyah Al-Bajuri
jilid 1 halaman 167-181, 193 dan setelahnya; Mughnil Muhtaj jilid 1
halaman 152-184; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 71-82; Al-Majmu’ jilid
3 halaman 356) ada dua, yaitu sunnah ab’adh dan sunnah hai'at.
Sunnah ab’adh adalah sunnah yang jika ditinggalkan
harus diganti dengan sujud Sahwi. Sunnah ini dalam shalat ada delapan, yaitu
sebagai berikut: tasyahud awal, duduk dalam tasyahud awal, membaca shalawat
Nabi dalam tasyahud awal, membaca shalawat atas keluarga Nabi pada tasyahud
akhir, doa Qunut subuh dan witir pertengahan Ramadhan, berdiri dalam Qunut,
membaca shalawat atas Nabi dan keluarga beliau setelah Qunut. Sebagian ulama
Syafi’iyyah ada yang menambahkan sunnah ini sampai dua puluh yang sebagiannya
akan kamu sebutkan dalam pembahasan sujud Sahwi. Disebut sunnah ab’adh karena
diserupakan dengan rukun, dalam hal harus diganti.
Adapun sunnah hai'at dalam shalat
jumlahnya ada empat puluh, seperti membaca tasbih dan sejenisnya. Sunnah hai'at
tidak perlu ditambal dengan sujud Sahwi jika ditinggalkan.
Sedangkan pengertian As-Sunnah atau mustahab
menurut mereka adalah sesuatu yang jika ditinggalkan dan sudah diposisi fardhu
yang lain, maka tidak disuruh untuk kembali pada posisi yang telah
ditinggalkannya. Misalnya seseorang meninggalkan tasyahud awal, lantas ingat
setelah ia dalam posisi berdiri i'tidal, maka ia tidak kembali pada posisi tasyahud,
namun harus menambalnya dengan melakukan sujud Sahwi. Jika ia sengaja kembali
pada posisi tasyahud, sedangkan ia tahu itu hukumnya haram, maka shalatnya batal.
Namun jika lupa, maka shalatnya tidak batal dan harus langsung berdiri jika
ingat. Kemudian melakukan sujud Sahwi. Ketentuan ini berlaku jika ia shalat
menjadi imam atau shalat sendirian.
Akan tetapi jika ia sebagai makmum, maka wajib
baginya untuk kembali mengikuti imam. Karena, mengikuti imam itu lebih
didahulukan daripada melakukan gerakan fardhu selanjutnya. Jika ia sengaja
tidak kembali dan tahu hukumnya, maka shalatnya batal bila tidak berniat keluar
dari jamaah. Akan tetapi jika niat keluar dari jamaah, maka shalatnya tidak
batal.
Ulama Hanabilah (Kasysyaful Qina’ jilid
1 halaman 450, 455-460; Al-Mughni jilid 1 halaman 462-559) berkata, “Ada
dua hal selain fardhu, yaitu wajib dan sunnah. Pengertian wajib adalah sesuatu
yang jika ditinggalkan dengan sengaja, maka shalatnya batal. Namun jika lupa
atau tidak tahu, maka harus diganti dengan sujud Sahwi. Perkara yang wajib dalam
shalat itu ada delapan:
Pertama, membaca takbir (Allahu Akbar) untuk berpindah dari satu posisi ke posisi
lainnya. Dalilnya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
melakukan hal itu dan beliau bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian
melihat aku shalat.” Jika seseorang bertakbir sebelum pindah posisi,
misalnya bertakbir untuk rukuk atau sujud, tetapi belum turun untuk rukuk atau
sujud, maka tidak cukup. Yang cukup adalah jika bertakbir antara mulai pindah
posisi hingga akhir. Takbir ini selain takbiratul ihram dan takbir rukuknya makmum
yang mendapati imamnya dalam keadaan rukuk. Karena, yang pertama termasuk
rukun, sedang yang kedua hanyalah sunnah untuk membedakan dengan takbiratul
ihram.
Kedua, membaca tasmi',
maksudnya ucapan “Sami'allaahu liman hamidah” bagi imam dan munfarid,
tidak untuk makmum. Ketiga, membaca tahmid, yaitu bacaan “Rabbanaa lakal
hamdu” untuk imam, makmum, dan munfarid. Keempat, membaca tasbih
saat rukuk (سبحان ربي العظيم). Kelima, membaca
tasbih saat sujud (سبحان ربي الأعلى). Keenam, membaca
doa di antara dua sujud (رب اغفرلي) ” Yang wajib
hanya sekali dari bacaan-bacaan di atas, namun sempurnanya dibaca berulang kali
minimal tiga kali.
Ketujuh, membaca tasyahud awal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
selalu membacanya dan menyuruh umat untuk membacanya pula. Jika lupa tidak
membaca tasyahud awal, maka beliau menggantinya dengan sujud Sahwi. Sependek-pendek
redaksi tasyahud adalah, (التحيات لله والصلوات والطيبات السلام عليك أيها
النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالحين أشهد أن لا إله
إلا الله وأشهد أن محمدا رسوله) “Segala
penghormatan, keberkahan, permohonan dan kebaikan hanyalah bagi Allah. Semoga
keselamatan, kedamaian, rahmat dan barokah Allah selalu tercurah kepadamu wahai
nabi. Semoga pula kedamaian senantiasa diberikan Allah kepada kami dan
hamba-hambaNya yang shaleh. Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.”
Kedelapan, duduk dalam tasyahud awal. Nomor ini dan sebelumnya hukumnya wajib bagi
selain makmum yang imamnya lupa dan berdiri.
Adapun sunnah-sunnah adalah sunnah ucapan,
perbuatan, dan hai'ah. Sunnah ucapan ada tujuh belas, yaitu istiftah, ta'awwudz,
basmalah, membaca amin, membaca surah pada dua rakaat pertama dalam shalat yang
jumlahnya empat atau tiga rakaat, juga dalam shalat Subuh, shalat Jumat, shalat
hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), dalam setiap shalat sunnah, membaca
dengan suara keras dan pelan pada tempatnya, ucapan, (ملء السماوات والأرض وملء ماشئت من
شيء بعد) “Pujian yang memenuhi langit
dan bumi dan segala sesuatu yang Engkau kehendaki dari makhluk-makhluk-Mu yang
memuji.”
Setelah membaca tahmid bagi Imam dan munfarid bukan
makmum, tidak menambah tasbih pada rukuk dan sujud lebih dari satu, ucapan “Rabbighfirlii”
antara dua sujud, membaca ta'awwudz pada tasyahud akhir, yaitu “Aku
berlindung kepada Allah dari siksa neraka Jahanam.”
Membaca doa pada akhir tasyahud akhir, membaca
shalawat barakah atas Nabi beserta keluarga pada tasyahud akhir, yaitu bacaan “Wa
baarik'alaa Muhammad wa'alaa aali Muhammad” tidak menambahkan bacaan yang
telah cukup dibaca pada tasyahud pertama, dan qunut dalam witir.
Adapun selain hal tersebut di atas, adalah termasuk
sunnah perbuatan dan hai'ah (dinamakan hai’ah karena ia sifat bagi yang
selainnya), seperti tenangnya jari-jari dalam keadaan terangkum mamanjang
ketika mengangkat kedua tangan menghadap kiblat, dengan ketinggian seukuran
pundak, ketika takbiratul ihram, ketika rukuk, ketika bangkit dari rukuk, dan
meletakkan kedua tangan setelah itu.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments