BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT

1. Mengangkat Kedua Tangan Saat Takbiratul Ihram

Para ulama tidak berbeda pendapat mengenai sunnahnya mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram untuk memulai shalat, yaitu dengan mengangkatkedua tangan setinggi pundak menurut Malikiyyah (hal ini menurut mereka dianggap adab dan keutamaan) dan Syafi'iyyah.
Adapun dalam madzhab Hanabilah terdapat pilihan, yaitu antara mengangkatnya setinggi telinga dan mengangkatnya setinggi pundak. Sedangkan ulama madzhab Hanafiyyah berkata, “Bagi lelaki meluruskan ibu jarinya dengan daun telinga, sedangkan bagi perempuan hanya mengangkat sampai pada kedua pundak saja karena itu lebih menutupi baginya.”
Ibnu Qudamah menjelaskan bahwa ujung jari tangan harus sampai pada daun telinga ketika
takbir. Akan tetapi, menurut Imam an-Nawawi ketika takbir ujung-ujung jari harus lebih tinggi daripada daun telinganya. Pendapat inilah yang dipegang oleh madzhab Malikiyyah. Para fuqaha menambahkan, disunnahkan juga untuk memiringkan ujung jari ke arah kiblat karena kemuliaan arah kiblat tersebut.
Dalil yang dipakai madzhab Hanafiyyah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Wa'il bin Hujrin, yaitu bahwa ia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan hingga mulai masuk dalam shalat, bertakbir, sambil mengatur posisi keduanya setinggi daun telinga. HR. Muslim (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 310).
Juga hadits Al-Barra' bin Azib yang berbunyi, “Jika mendirikan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan beliau hingga ibu jari beliau setinggi daun telinga.” HR. Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 311).
Dikuatkan juga dengan hadits riwayat Anas. Ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir dalam shalat sambil menyelaraskan ibu jari beliau dengan daun telinga.” HR. Al-Hakim dan Ad-Daruquthni (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 311).
Adapun dalil yang dipakai oleh ulama Syafi'iyyah dan Malikiyyah adalah, hadits riwayat Ibnu Umar bahwa jika hendak memulai shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan setinggi pundak. Muttafaqun ‘alaihi.
Adapun dalil yang dipakai ulama Hanabilah adalah kedua perkara yang mereka jadikan alternatif pilihan sama-sama dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Dalil mengangkat kedua tangan setinggi pundak adalah hadits riwayat Abu Humaid, Ibnu Amr; Ali, dan Abu Hurairah (HR. Jama’ah kecuali Muslim). Sedangkan dalil mengangkat kedua tangan setinggi daun telinga adalah hadits riwayat Wa'il bin Hurjin dan Malik bin Hauyarits. Hadis Wa’il disebutkan dalam Shahih Muslim, sedangkan hadis Malik selain terdapat dalam Shahih Muslim juga ada dalam Musnad Ahmad (Nailul Authar jilid 2 halaman 179-183).
Waktu mengangkat kedua tangan: pendapat yang lebih shahih menurut Hanafiyyah adalah mengangkat kedua tangan terlebih dahulu baru bertakbir, karena hal itu menunjukkan peniadaan keagungan selain Allah.
Malikiyyah berkata, “Kedua tangan diangkat terbuka dengan punggung tangan menghadap ke langit, dan bagian dalamnya ke tanah ketika mulai dalam takbiratul ihram, bukan pada takbir yang lain.”
Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa mengangkat kedua tangan itu bersamaan dengan permulaan takbiratul ihram, dan akhir keduanya juga bersamaan dengan habisnya takbir, Keduanya berjalan serentak, tidak saling mendahului. |ika takbir selesai, maka kedua tangan juga diturunkan. Jika lupa tidak mengangkat kedua tangan hingga takbir selesai, maka tidak perlu mengangkat keduanya karena sudah lewat dari sunnah. Namun jika di tengah takbir ia ingat, maka boleh mengangkat tangan karena masih mendapatkan sisa takbir. Jika tidak sempat mengangkat kedua tangan setinggi pundak maka boleh mengangkat sedapatnya.
Boleh juga mengangkat salah satu tangan jika kesulitan, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika aku memerintahkan pada sesuatu, maka lakukanlah sesuai kemampuan kalian.”
Jika tidak memungkinkan baginya untuk mengangkat keduanya kecuali melebihi dari yang disunnahkan, maka boleh baginya untuk mengangkat keduanya. Dan hal itu juga dianggap melakukan sunnah.
Keadaan jari-jari ketika diangkat: Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi'iyyah berkata, “Disunnahkan untuk merenggangkan jari-jari ketika takbir. Artinya tidak menggabungkan jari-jari menjadi satu, namun juga tidak terlalu renggang. Usahakan jari-jari renggang tapi dalam keadaan biasa atau sedang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri ketika bertakbir selalu mengangkat kedua tangan sambil merenggangkan jari-jari beliau.” HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah dengan redaksi, “Jika bertakbir dalam shalat, maka beliau merenggangkan jari-jari beliau.” (Nailul Authar jilid 2 halaman 176)
Ulama Hanabilah berkata, disunnahkan untuk menggabungkan jari-jari ketika mengangkat
karena ada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ia berkata, “Jika berdiri mendirikan shalat, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan sambil menggabungkan jari-jari beliau.” HR. Lima perawi kecuali Ibnu Majah (Nailul Authar jilid 2 halaman 176).
Membaca takbiratul ihram dengan suara keras: Ulama Malikiyyah (Asy-Syarhul Kabir ma’ad Dasuqi jilid 1 halaman 244; Asy-Syarhush Shaghir wa Hasyiyah Ash-Shawi jilid 1 halaman 322) berkata, “Disunnahkan bagi setiap orang shalat, baik imam, makmum, maupun munfarid untuk membaca takbiratul ihram dengan suara keras. Adapun takbir-takbir dalam shalat selain takbiratul ihram, maka hanya imam yang disunnahkan untuk mengeraskannya. Dan bagi selain imam, sunnahnya untuk bertakbir dengan suara pelan.”
Mengangkat kedua tangan pada selain takbiratul ihram: Ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah berkata, “Tidak disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan pada selain takbiratul ihram, yaitu ketika hendak rukukatau bangkit dari rukuk. Karena menurut mereka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak mengangkat kedua tangan kecuali pada takbiratul ihram. Dalilnya sebuah hadits riwayat Ibnu Umar. Ia berkata, “Jika hendak shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangan dan tidak mengulangnya lagi.” Ibnu Hajar berkata, “Hadis ini maqlub maudhu’.” (Nailul Authar jilid 2 halaman 181)
Mereka juga berdalil pada perbuatan Ibnu Mas'ud ketika ia berkata, “Aku shalat bersama kalian dengan cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Lantas ia shalat tanpa mengangkat kedua angan kecuali ketika takbiratul ihram. Redaksi haditnya berbunyi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya mengangkat kedua tangan pada permulaan shalat dan beliau tidak mengulangnya kembali.” HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi, ia berkata, “Hadis ini hasan.” (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 394)
Ibnu Mas'ud juga berkata, “Aku pernah shatat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar dan Umar. Mereka semua tidak mengangkat kedua tangan kecuali ketika hendak memulai shalat.” Maksudnya, ketika takbiratul ihram. HR. Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi. Hadis ini dhaif, dan yang benar adalah hadis ini mursal. (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 396)
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah berkata, “Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan tidak hanya pada takbiratul ihram, yaitu ketika rukuk dan bangkit dari rukuk atau i'tidal. Dalil mereka adalah hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh dua puluh satu sahabat.” antaranya hadits riwayat lbnu Umar. Ia berkata, “Jika hendak shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengangkat kedua tangan setinggi pundak lantas bertakbir. Jika hendak rukuk, beliau juga mengangkat keduanya seperti takbir pertama. Ketika bangkit dari rukuk beliau juga melakukan hal yang sama sambil mengucapkan, “Mudah-mudahan Allah mendengar yang senantiasa memuji-Nya, ya Tuhan kami hanya milik-Mulah segala puji.” (Nailul Authar jilid 2 halaman 179-182)
Ulama Syafi'iyyah menambahkan, sebagaimana diucapkan oleh Imam An-Nawawi, “Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan juga ketika bangkit dari tasyahud awal. Dalilnya hadits dari Nafi', bahwa Ibnu Umar ketika shalat ia bertakbir sambil mengangkat kedua tangan. Dan ketika bangkit dari dua rakaat, ia j uga mengangkat kedua tangan.” Lantas Ibnu Umar merafa'-kan hadits itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” HR. Bukhari dalam Shahih-nya (Al-Majmu’ jilid 3 halaman 424).
Kesimpulan: yang harus diperhatikan menurut mayoritas ulama, dalam mengangkat kedua tangan adalah jari-jari tangan harus merenggang biasa. Sedangkan menurut Hanabilah, jari-jarinya menyatu. Adapun untuk kedua tangan, para ulama sepakat untuk menghadapkan tangan ke arah kiblat dengan memakai telapak tangan. Hal itu karena kemuliaan arah kiblat.



PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)