BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


2. Sunnah-Sunnah Shalat Menurut Madzhab Malikiyyah

Dalam shalat terdapat sunnah-sunnah dan manduubaaf. Sunnah-sunnahnya berjumlah empat belas. Rincinya sebagai berikut.
1. Membaca ayat atau surah setelah surah Al-Faatihah dalam dua rakaat pertama shalat fardhu. Bisa juga membaca satu ayat yang panjang, seperti ayat kursi, dan menyempurnakan surah hukumnya mandub.
2. Berdiri untuk membaca surah atau ayat selain Al-Faatihah dalam shalat fardhu, namun jika membacanya sambil bersandar pada sesuatu, maka boleh-boleh saja dan shalatnya tidak batal, meskipun jika sandaran itu diambil ia akan terjatuh. Adapun jika ia membacanya dalam posisi duduk, maka shalatnya batal karena terdapat sisipan dalam gerakan shalat, dan lagi, berdiri dalam shalat fardhu itu hukumnya fardhu, sedangkan berdiri dalam shalat sunnah itu hukumnya sunnah.
3. Membaca dengan suara keras dalam shalat Subuh, shalat Jumat, dan dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya.
4. Membaca dengan suara pelan dalam shalat Zhuhur, Ashar, rakaat terakhir shalat Maghrib, dan dua rakaat terakhir shalat Isya. Empat sunnah ini khusus untuk shalat-shalat fardhu. Ukuran minimal suara keras bagi lelaki dan perempuan jika tidak ada orang lain adalah suara itu bisa terdengar oleh orang di sampingnya sekiranya ada orang. Sedangkan minimal suara pelan untuk lelaki dan perempuan, adalah cukup dengan gerakan lidah.
5. Mengucapkan setiap takbir yang selain takbiratul ihram.
6. Mengucapkan lafazh (سمع الله لمن حمده) bagi imam dan munfarid ketika bangkit dari rukuk. Ucapan ini tidak disunnahkan bagi makmum, bahkan makruh hukumnya bagi makmum mengucapkan ini.
7. Membaca tasyahud, baik tasyahud awal atau akhir meski dalam sujud Sahwi.
8. Duduk tasyahud.
9. Membaca shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah tasyahud akhir dengan redaksi apa saja boleh. Namun, redaksi shalawat yang lebih afdhal adalah seperti madzhab lainnya.
10. Sujud dengan memosisikan kedua kaki, kedua lutut, dan kedua telapak tangan. Menurut pendapat masyhur madzhab Malikiyyah, anggota sujud yang wajib hanyalah dahi.
11. Menjawab salam imam bagi makmum, dan kalau ada, juga pada orang di sampingnya kalau memang ia ikut shalat, meski satu rakaat minimal. Redaksi jawaban salam cukup dengan ucapan salaamun'alaikum atau wa'alaikumus salaam.
12. Mengeraskan suara hanya pada salam pertama.
13. Berdiam sambil mendengarkan bacaan imam ketika membaca dengan suara keras, hingga meskipun imam sudah berhenti ataupun makmum tidak mendengarnya.
14. Menambahkan tuma ninah dari ukuran wajib.
Melihat sunnah-sunnah ini, maka jelaslah bagi kita bahwa madzhab Malikiyyah sepakat dengan Hanafiyyah dalam penentuan sunnah selain pada posisi berdiri, tasyahud, duduk tasyahud, enam anggota sujud, dan diamnya makmum untuk mendengarkan bacaan imam.
Adapun manduubaatush shalaah menurut Malikiyyah (Asyh-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 323-337) ada empat puluh delapan, dan yang penting di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Berniat adaa' ketika melaksanakan shalat pada waktunya, dan berniat qadha ketika lewat dari waktunya.
2. Berniat dengan menyebutkan jumlah rakaat shalat yang akan dilaksanakan.
3. Khusyuk, yaitu merasakan keagungan dan kebesaran Allah, satu-satunya Dzat yang ia sembah. Merasakan bahwa dengan shalat ia mengikuti perintah-Nya. Ini masuk kategori mandub, namun sebenarnya khusyuk itu termasuk wajib dalam shalat.
4. Mengangkat kedua tangan setinggi bahu hanya ketika takbiratul ihram saja, tidak pada takbir lainnya, seperti ketika rukuk dan bangkit darinya.
5. Membiarkan kedua tangan lurus ke bawah. Boleh juga mengumpulkannya di dada jika shalat sunnah. Namun, hal itu makruh dalam shalat fardhu karena dianggap termasuk bersandar pada sesuatu.
6. Menyempurnakan surah setelah Al-Faatihah, artinya tidak hanya membaca sepenggal, namun harus menyempurnakannya sampai akhir ayat meski panjang.
7. Surah yang dibaca dalam rakaat kedua berbeda dengan surah yang dibaca pada rakaat pertama dalam shalat fardhu, tetapi dalam shalat sunnah boleh. Mengulang satu surah untuk dua rakaat dalam shalat fardhu hukumnya makruh, sebagaimana juga makruhnya membaca dua surah dalam satu rakaat. Akan tetapi dalam shalat sunnah, boleh membaca lebih dari dua surah selain Al-Faatihah. Namun, pendapat yang mu'tamad adalah makruh juga mengulang satu surah dalam satu rakaat dalam shalat sunnah.
8. Memanjangkan bacaan dalam shalat Subuh dan Zhuhur hanya saja bacaan dalam shalat Zhuhur lebih pendek dari bacaan shalat Subuh. Menurut pendapat yang mu'tamad, permulaan surah thiwaalul mufashshal adalah surah Al-Hujuraat. Hukum ini berlaku bagi munfarid dan bagi imam yang para makmumnya sudah terbiasa dan rela dengan bacaan panjang, Namun jika tidak terbiasa, maka bagi imam afdhalnya memendekkan bacaan. Karena, terkadang di antara para makmum itu ada yang lemah dan punya keperluan mendesak.
9. Memendekkan bacaan dalam shalat Ashar dan Maghrib dengan membaca qishaarul mufashshal yang dimulai dari surah Adh-Dhuhaa.
10. Membaca bacaan sedang dalam shalat Isya dengan membaca ausathul mufashshal; mulai dari surah Abasa dan akhirnya surah Al-Lail.
11. Memendekkan rakaat kedua daripada rakaat pertama. Boleh juga menyamakan keduanya, namun itu menyalahi hal yang lebih utama. Dan makruh hukumnya memanjangkan rakaat kedua dari rakaat pertama.
12. Memperdengarkan suara bacaan pada diri sendiri dalam shalat yang bacaannya pelan karena ini lebih sempurna, selain iuga keluar dari khilaf orang yang mewajibkannya.
13. Makmum membaca bacaan di belakang imam pada shalat yang bacaannya sirri, pada rakaat terakhir Maghrib, dan pada dua rakaat terakhir shalat Isya.
14. Mengucapkan “amin” bagi munfarid dan makmum baik dalam shalat sirriyyah maupun jahriyyah. Seruan amin diucapkan setelah selesai bacaan surah Al-Faatihah, yaitu pada kalimat, 'Waladh-Dhaalliin.” Adapun bagi imam, disunnahkan untuk membaca amin pada shalat-shalat sirriyyaah saja.
15. Mengucapkan “amin” dengan suara pelan bagi tiap orang yang shalat.
16. Meluruskan punggung pada posisi rukuk.
17. Meletakkan kedua tangan pada kedua lutut saat rukuk sebagai penopang.
18. Meluruskan kedua kaki saat rukuk.
19. Membaca tasbih dalam rukukdengan ucapan (سبحان ربي العظيم وبحمده) sedangkan dalam sujud tasbihnya adalah (سبحان ربي الأعلى وبمحده). Dalam rukuk tidak ada bacaan lain ataupun doa selain tasbih, sedangkan dalam sujud boleh manambahkan doa selain bacaan tasbih.
20. Menjauhkan kedua siku dari lambung sehingga agak mengembang ke samping. Posisi ini untuk laki-laki.
21. Membaca tahmid bagi makmum atau munfarid dengan membaca (عليهم ربنا ولك المحد). Boleh juga membuang huruf wawu dalam kalimat tahmid tersebut, namun penetapan huruf wawu dalam kalimat itu lebih utama. Sedangkan bagi imam ketika bangkit dari rukuk, ia tidak membaca kalimat
tahmid, sebagaimana juga makmum ketika bangkit tidak membaca (سمع الله لمن حمده). Adapun bagi munfarid, maka membaca keduanya, yaitu membaca tasmi’ dan tahmid.
22. Mengucap takbir ketika turun untuk rukuk dan sujud, bangkit dari sujud pertama, dan ketika bangun dari tasyahud awal.
23. Menekankan dahi dan hidung ke tanah ketika sujud. Yang termasuk tanah di sini adalah sesuatu yang masih melekat atau berada di tanah, seperti ranjang, atap, dan lain-lain.
24. Mendahulukan kedua tangan daripada kedua lutut ketika turun untuk sujud, dan sebaliknya ketika hendak bangkit berdiri dari sujud.
25. Meletakkan kedua tangan berhadapan dengan kedua telinga atau mendekati keduanya saat sujud, sehingga ujung jari-jari berhadapan dengan kedua telinga.
26. Merapatkan jari-jari kedua tangan dan menghadapkannya ke arah kiblat.
27. Bagi laki-laki untuk merenggangkan atau menjauhkan antara perut dan kedua paha pada saat sujud, menjauhkan kedua lengan dari kedua lutut, dan meniauhkan lengan bagian atas-dari siku sampai ketiak dari kedua lambung. Perenggangan ini tidak terlalu lebar, hanya sedang-sedang saja. Adapun bagi wanita sunnahnya tidak ada perenggangan dalam anggota tubuh seperti di atas, karena tanpa perenggangan posisi tubuhnya lebih tertutup.
28. Mengangkat pantat lebih tinggi dari kepala saat sujud. Namun jika setara atau kepalanya lebih tinggi, maka shalatnya tetap tidak batal menurut Malikiyyah. Tetapi menurut pendapat yang lebih shahih dari madzhab Syafi'iyyah dan Hanafiyyah, shalatnya dianggap batal.
29. Membaca doa dalam suiud dengan doa yang berkaitan dengan perkara agama, dunia, dan akhirat, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain, baik secara khusus maupun umum tanpa batas. Bahkan, boleh berdoa dengan apa saja yang terucap sesuai keinginan hati, seperti membaca tasbih.
30. Duduk tftirasy pada saat duduk antara dua sujud, dalam tasyahud awal, ataupun dalam tasyahud akhir. Duduk tftirasy adalah posisi duduk dengan menduduki kaki kiri yang terbaring membujur di lantai, sedangkan kaki kanan tegak di samping kaki kiri dengan posisi agak ke belakang dan ibu jari kaki kanan menekan ke lantai.
31. Meletakkan kedua telapak tangan pada ujung paha sehingga ujung jari-jari tangan tepat di atas kedua lutut.
32. Bagi Ielaki untuk merenggangkan antara kedua pahanya ketika duduk sehingga tidak saling menempel, namun bagi wanita sebaliknya.
33. Menggenggamkan tiga jari tangan kanan selain jari telunjuk dan ibu jari ketika posisi duduk tasyahud, baik tasyahud awal maupun akhir. Kemudian menggerak-gerakkan jari telunjuk ke kanan dan ke kiri, mulai dari bacaan tasyahud sampai akhir bacaan.
34. Membaca doa qunut dalam shalat Subuh dengan doa apa saja, seperti kalimat (اللهم اغفر لنا وارمحنا). Doa Qunut ini dilakukan sebelum rukuk pada rakaat kedua, dan disunnahkan sirri sebagaimana doa-doa dalam shalat lainya. Sunnahnya lagi menggunakan doa yang ma'tsur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu doa yang dipilih oleh Imam Malik yang berbunyi, “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta pertolongan kepada-Mu, memohon ampun kepada-Mu, beriman kepada-Mu, bertawakkal kepada-Mu, dan meninggalkan orang yang berbuot kufur kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mulah kami menyembah, karena-Mulah kami mendirikan shalat, dan sujud. Hanya kepada-Mu kami memohon, dan kami berendah diri. Kami selalu mengharapkan rahmat-Mu, dan takut dengan siksaan-Mu yang sudah diperuntukkan bagi orang-orang kafir.”
35. Membaca doa sebelum salam setelah membaca shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan doa yang disukai.
36. Melemahkan suara bacaan doa seperti halnya bacaan tasyahud, karena semua doa dalam shalat sunnahnya dengan suara lemah.
37. Meratakan doa, karena pemerataan doa akan lebih banyak dikabulkan. Di antara doa yang merata atau umum adalah, “Ya Allah, ampunilah dosa kami, orang tua, para pemimpin dan orang-orang beriman yang telah mendahului kami dengan ampunan yang pasti.” Juga doa, “Ya Allah, ampunilah dosa kami yang telah dan akan dikerjakan, baik secara sembunyi atau pun terang- terangan, dan dosa kami yang Engkau ketahui. Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia, dan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari api neraka.” Dan sebaik-baik doa adalah doa yang terdapat dalam Al-Qur'an dan sunnah, kemudian doa yang terlintas dalam hati seorang hamba.
38. Menoleh ke arah kanan bagi makmum ketika mengucapkan salam pertama, sedangkan bagi imam dan munfarid dengan tetap menghadap kiblat pada penggalan salam, kemudian baru menoleh ke kanan ketika mengucapkan'alaikum hingga bagian wajahnya terlihat oleh orang di belakangnya.
39. Bagi imam dan munfarid untuk membuat batasan shalat di depannya menurut pendapat yang rajih, sedangkan bagi makmum yang menjadi batasannya adalah imamnya. Batasan ini dimaksudkan agar orang lain tidak berjalan di dalam area batasan itu.




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)