BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto 

21. Berdoa Setelah Membaca Shalawat Nabi

Menurut Hanafiyyah, disunnahkan untuk membaca doa yang ma'tsur dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun menurut madzhab lain, boleh saja berdoa dengan doa apa saja yang berkaitan dengan kebaikan dunia dan akhirat, tetapi doa yang ma'tsur lebih afdhal. Disunnahkan juga untuk meratakan doa, mendoakan seluruh kaum Muslimin, karena bisa lebih mendekatkan pada terkabulkannya doa itu. Contoh doa yang merata adalah “Ya Allah ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan orang-orang mukmin sebelum kami dengan ampunan yang pasti.” HR. Bukhari dan Muslim. Redaksinya riwayat Bukhari dari Abu Bakar Ash-Shiddiq (Nailul Authar jilid 2 halaman 287)
Adapun doa yang ma'tsur contohnya seperti, “Ya Allah, berilah kami kebaikan datam kehidupan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksaan api neraka.” HR. Bukhari dan Muslim. Redaksinya riwayat Muslim dari Abu Hurairah yang berbunyi, "Jika kalian telah selesai membaca tasyahud akhir, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari empat perkara; dari siksa neraka Jahannam, dari adzab kubur, dari bencana kehidupan dan kematian, dan dari bencana Dajjal." Sebagian ulama ada yang mewajibkan doa ini (Subulus Salaam jilid 1, halaman 194).
Juga doa, “Ya Allah sesungguhnya aku telah banyak berbuat aniaya kepada diriku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau. Oleh karena itu berikanlah ampunan kepadaku, dan sayangilah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Penyayang.”
Juga doa, “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka Jahanam, siksa kubur. Aku berlindung dari fitnah hidup, dan mati serta dari kejahatan Dajjal.”
Juga doa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari utang-piutang dan segala yang terkait dengan dosa.”
Juga doa, “Ya Allah, ampunilah semua dosaku yang terdahulu dan yang akan datang, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Engkaulah Dzat Yang Pertama dan yang Terakhir. Tidak ada Tuhan selain Engkau.” HR. Muslim.
Adapun doa yang dibaca oleh Ibnu Mas'ud sendiri adalah, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu semua kebaikan, baik yang sudah atau pun belum aku ketehui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari semua kejahatan baik yang sudah, atau pun belum aku ketahui. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu seperti yang dimohonkan orang-orang saleh, dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan sebagaimana orang-orang saleh memohon perlindungan darinya. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah meng ingkari janji.” HR. Muslim.
Dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata, “Aku pernah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda, Aku pesan kepadamu beberapa kalimat untuk diucapkan dalam shalat, yaitu 'Ya Allah, aku memohon pertolongan kepada-Mu untuk selalu mengingat-Mu, mensyukuri nikmat-Mu, dan baik dalam beribadah kepada-Mu.” HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud. Ibnu Hajar berkata, “Sanad hadis ini kuat.” (Nailul Authar jilid 2 halaman 291)
Dari lbnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat dan ketika dalam shalat itu atau dalam sujudnya beliau berdoa, Ya Allah, anugerahilah cahaya dalam hatiku, pada pendengaranku, di belakangku, di atas, dan bawahku dan anugerahilah aku cahaya, atau jadikanlah untukku cahaya.” Mukhtashar Shahih Muslim (Nailul Authar jilid 2 halaman 292).
Ulama Hanafiyyah berkata, “Tidak boleh hukumnya berdoa dalam shalat dengan doa yang menyerupai ucapan biasa.” Contohnya, “Ya Allah, berilah aku ini, misalnya,” atau berdoa meminta sesuatu yang tidak mustahil dari manusia, misalnya, “Ya Allah, nikahkanlah aku dengan si fulanah.” Doa seperti ini hukumnya makruh tahrim, dan dapat membatalkan shalat jika terjadi sebelum duduk pada tasyahud akhir. Artinya juga kehilangan satu kewajiban, karena hal itu terjadi setelah duduk sebelum salam dengan keluar dari shalat tanpa salam.” Dalil yang mereka pakai adalah hadits riwayat Muslim yang telah disebutkan di atas, yaitu “Shalat itu tidak sah jika di dalarnnya terdapat ucapan manusia, karena shalat itu tasbih, takbir, dan bacaan Al-Qur'an.”
Akan tetapi, ulama selain Hanafiyyah membolehkan orang shalat untuk berdoa sesuai keinginannya. Dalilnya hadits riwayat Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah, dan lainnya. Dalil lainnya adalah hadits riwayat Ibnu Mas'ud dalam masalah tasyahud yang berbunyi, “Kemudian pilihlah doa yang diinginkan dan memohonlah dengan doa tersebut.” Riwayat lain mengatakan, “Kemudian berdoalah sesuai keinginan hati.” Riwayat lain menyebutkan, “Setelah itu pilihlah doa yang dikehendakinya.” Riwayat pertama dan kedua dari Ahmad, sedangkan riwayat ketiga dalam Shahih Bukhari (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 428)
Ada hadits yang meriwayatkan tentang doa setelah tasyahud dengan redaksi doa yang berbeda dari biasanya. Di antaranya hadits riwayat Abu Dawud dari lbnu Mas'ud, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengajarkan doa setelah tasyahud. Doa itu berbunyi, Allaahumma allif 'alal khairi baina quluubinaa,wa ashlih dzaati baininaa,wahdinaa subulas salaam.Wanajjinaa minazh-zhulumaati ilan nuur. Wajannibnalfawaakhisy wal fitan, maa zhahara minhaawa maa bathan. Wa baarik lanaa fii asmaa'ina wa abshaarinaa wa quluubinaa wo azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa, wa tub'alainaa innaka Antattawwaabur Rahiim. Waj'alnaa syaakiriin Ii ni'matika mutsinniin bihaa qaabiliihaawa atammahaa 'alainaa." Dan riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada seorang lelaki, “Apa yang engkau ucapkan dalam shalatmu?' Ia menjawab, 'Saya membaca tasyahud kemudian berdoa, Allaahumma innii as'alukal jannah, wa a'uudzu bika minan naar.” Itu yang saya ucapkan karena saya tidak mampu berdoa lebih baik sebagaimana doa Anda dan doa Mu'adz.' Rasul bersabda, “Seputar itu pulalah doa yang aku dan Mu'adz ucapkan." Hadits ini menunjukkan bolehnya berdoa dengan redaksi apa saja, baik itu ma'tsur maupun tidak (Subulus Salaam jilid 1 halaman 195).

Tentang Doa Menggunakan Bahasa Arab

Para fuqaha sepakat bahwa doa dalam shalat harus menggunakan bahasa Arab. Hanafiyyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 486) berkata, berdoa dalam shalat menggunakan bahasa selain Arab hukumnya haram. Akan tetapi meskipun makruh tahrim, sah hukumnya membaca dzikir-dzikir shalat dengan selain bahasa Arab, menurut pendapat Imam Abu Hanifah yang berbeda dengan kedua sahabatnya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad.
Sementara ulama Syafi'iyyah (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 177) berkata, “Untuk doa dan dzikir sunnah dalam shalat, boleh menggunakan selain bahasa Arab bagi yang tidak mampu, namun bagi yang mampu menurut pendapat yang lebih shahih hukumnya tidak boleh karena tidak ada udzur.”




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)