Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT
20. Membaca Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan Para Keluarga dalam Tasyahud Akhir
Ulama Hanafiyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid
1 halaman 478) berkata, “Membaca shalawat atas Nabi dan para keluarga -shalawat
ibrahimiyyah- hukumnya sunnah.” Demikian juga menurut pendapat ulama
Malikiyyah, disunnahkan membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam setelah tasyahud akhir sebagaimana sunnahnya tasyahud awal dan
akhir meski dalam sujud Sahwi.”
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah (Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 173; Al-Mughni jilid 1 halaman 541) berkata, “Membaca
shalawat Nabi dalam tasyahud akhir hukumnya wajib. Adapun membaca shalawat atas
keluarga Nabi, hukumnya menurut Syafi'iyyah sunnah dan menurut Hanabilah wajib.”
Dalil yang dipakai ulama Hanabilah adalah hadits
riwayat Ka'b bin Ujrah, ia berkata, “Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi kami
lantas kami bertanya, 'Ya Rasulullah, Allah telah mengajarkan kepada kami cara
membaca salam untuk Anda. Namun bagaimana cara kami membaca shalawat untuk
Anda?' Beliau menjawab, 'Ucapkanlah Ya Allah sampaikanlah shalawat kepada nabi
Muhammad, dan keluarganya, sebagaimana Engkau menyampaikan shalawat kepada
keluarga lbrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuii lagi Maha Pemberi' Ya Allah,
berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkahi lbrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemberi.” Muttafaqun ‘alaihi.
Atsram meriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid, “Suatu
hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seorang lelaki dalam
shalatnya berdoa, tetapi tidak mengagungkan Allah dan tidak membaca shalawat
Nabi. Lantas beliau bersabda, memanggil orang itu dan bersabda, 'Jika kalian shalat,
maka mulailah dengan memuji dan mengagungkan Allah, kemudian membaca shalawat
nabi, setelah itu berdoa untuk meminta apa saja.”
Perintah dalam hadits ini mengandung arti wajib,
dan redaksi bacaan shalawat Nabi beserta keluarga harus sesuai dengan contoh yang
tersebut dalam hadits riwayat Ka'b.
Adapun dalil yang digunakan oleh ulama Syafi'iyyah
adalah langsung dari Al-Qur'an, yaitu firman Allah yang berbunyi, “... Wahai
orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Ahzaab: 56) Dalil ini dikuatkan
oleh hadits di atas, dan juga hadits lain yang diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni,
Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrak-nya. Hadits itu
memenuhi syarat Muslim. Dikuatkan juga dengan hadits riwayat Abu Mas'ud
dituturkan Imam Ahmad, Muslim, An-Nasa'i, dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi (Nailul
Authar jilid 2 halaman 284). Redaksi shalawat atas nabi dan keluarga
minimalnya adalah kalimat 'Allaahumma shalli 'alaa Muhammad wa aalihi.”
Adapun tambahan setelah kalimat itu sampai kata “Majiid” hanyalah
sunnah.
Adapun dalil bahwa membaca shalawat atas
keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah sunnah adalah hadits
riwayat Abu Zur'ah yang berbunyi, “Membaca shalawat atas Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam' itu suatu perintah, dan siapa saja yang meninggalkannya maka
harus mengulangnya.” Hadits ini tidak menyebut membaca shalawat atas
keluarga Nabi.
Menurut ulama Hanafiyyah dan Malikiyyah, membaca
shalawat atas Nabi beserta keluarga
hanyalah sunnah. Mereka berdalih bahwa perintah yang
tersebut dalam hadits-hadits itu sudah jelas caranya, dan perintah itu sendiri
tidak mengandung arti wajib. Imam Asy-Syaukani (Nailul Authar jilid 2
halaman 284) berkata, “Menurut saya tidak ada dalil yang menunjukkan
wajibnya membaca shalawat, meski memang masyru’. Karena, Rasul sendiri tidak
mengajarkannya kepada
orang yang shalatnya kurang sempurna, bahkan beliau
bersabda kepada orang itu, “Jika engkau telah melakukan hal itu, maka shalatmu
sudah sempurna.” Ini menandakan bahwa membaca shalawat itu
hanya sunnah. Selain itu, sabda beliau pada Ibnu Mas'ud setelah membaca
tasyahud juga menguatkan hal ini. Beliau bersabda, “Jika engkau telah
membaca ini atau telah menyelesaikan ini, maka engkau telah menyelesaikan
shalatmu. Jika ingin beranjak, maka beranjaklah. Namun jika masih ingin duduk, maka
duduklah.” HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ad-Daruquthni.
Hukum Membaca Shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam Selain dalam Shalat
Adapun membaca shalawat Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam selain dalam shalat, maka hukumnya adalah sunnah, bukan
wajib. Imam Ath-Thabrani sendiri mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ayat
yang memerintahkan untuk membaca shalawat Nabi itu mengacu pada hukum sunnah, bukan
wajib.
Akan tetapi Hanafiyyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid
1 halaman 480; Tabyinul Haqa’iq dan Hasyiyah Asy-Syibli jilid 1
halaman 108) berpendapat lain, “Membaca shalawat Nabi selain dalam shalat
itu hukumnya fardhu, meski sekali dalam seumur hidup. Menurut madzhab, disunnahkan
mengulang shalawat tiap kali disebutkan nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, meskipun masih dalam satu majelis, menurut pendapat yang lebih shahih
dan yang difatwakan.”
Hukum Menambahkan kata Sayyid pada Nama Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam
Ulama Hanafiyyah dan Syafi'iyyah (Ad-Durrul
Mukhtar jilid 1 halaman 479; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 162;
Syarhul Hadramiyyah halaman 47) berpendapat, “Menambahkan kata
'sayyid' pada nama Muhammad dalam shalawat Ibrahimiyyah hukumnya sunnah, karena
menambah kejelasan pada realita termasuk adab dan budi pekerti yang baik. Jadi
menambahkan kata 'Sayyid' pada nama Muhammad lebih afdhal daripada tidak
menambahkannya. Adapun kaitannya dengan hadits yang berbunyi, 'Janganlah kalian
mengagungkanku dalam shalat,' hadits ini maudhu' atau palsu.” (Asnaal
Mathalib fil Ahadis Mukhtalafil Maratib karya Haut Al-Biruti halaman 53)
Redaksi shalawat Nabi yang lebih sempurna
adalah kalimat “Ya Allah sampaikanlah shalawat kepada nabi Muhammad, dan
keluarganya, sebagaimana Engkau menyampaikan shalawat kepada keluarga lbrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemberi. Ya Allah, berkahilah
Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkahi lbrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemberi.” Penyebutan nama Nabi
Ibrahim secara khusus, bukan nabi lain, dalam shalawat ini karena gabungan
rahmat dan berkah dalam Al-Qur'an tidak terjadi selain pada nabi lbrahim.
Firman Allah, "(Itu adalah) rahmat dan berkah Allah, dicurahkan kepada
kamu, wahai Ahlulbait!" (Huud: 73) Kerabat Sayyidina Muhammad adalah
Bani Hasyim dan Bani Muththalib, sedangkan kerabat Sayyidina Ibrahim adalah
Isma'il dan Ishaq beserta anak-anak keduanya.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments