Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT
18 . Meletakkan Kedua Tangan pada Kedua Paha
Posisi kedua tangan di paha ini lurus ke depan
hingga ujung jari-jarinya di atas kedua lutut, kecuali jari telunjuk kanan yang
diangkat ketika membaca syahadat dalam tasyahud.
Ulama Hanafiyyah berkata, “Meletakkan tangan
kanan di atas paha kanan dan tangan kiri di atas paha kiri dengan membentangkan
jari-jari, sebagaimana duduk antara dua sujud. Yaitu, agak terkembang dengan
ujung jari sejajar dengan lutut, namun tidak menggenggamnya, menurut pendapat
yang lebih shahih.
Menurut pendapat yang mu'tamad mengangkat jari
telunjuk kanan untuk isyarat ketika membaca syahadat, tepatnya ketika bacaan nafi
dalam syahadat, yaitu kalimat “Laa ilaaha.” Kemudian menurunkan jari itu
ketika dalam kalimat “illallaah.” Mengangkat jari itu isyarat peniadaan,
dan menurunkan jari itu isyarat penetapan dan tidak menggenggamkan jari-jari.
Dalil yang mereka pakai adalah hadits dalam
Shahih Muslim riwayat Ibnu Zubair mengenai hal itu dan hanya sebatas meletakkan
dan isyarat (Nailul Authar jilid 2 halaman 283).
Ulama Malikiyyah (Asy-Syarhush Shaghir jilid
1 halaman 330) berkata, membiarkan tangan kiri dan menggenggam jari-jari tangan
kanan ketika tasyahud, kecuali jari telunjuk dan ibu jari. Tiga jari lainnya
tergenggam dekat dengan ibu jari. Posisi jari-jari seperti angka dua puluh
sembilan, karena jari telunjuk dan ibu jari terkembang membentuk angka dua
puluh, sedangkan tiga jari lain yang tergenggam membentuk angka sembilan.
Disunnahkan juga untuk selalu menggerakkan jari
telunjuk dengan gerakan yang sedang, mulai dari awal tasyahud sampai akhir. Gerakannya
kanan-kiri, bukan atas-bawah. Dalil yang mereka pakai adalah hadits riwayat Wa'il
bin Hujrin mengenai sifat shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Kemudian beliau duduk 'ifttrasy di atas kaki kiri, meletakkan tapak kiri di
atas paha dan lutut kiri, dengan menyejajarkan siku kanan dengan paha kanan.
Kemudian beliau menggenggamkan dua jari membentuk lingkaran, lantas mengangkat
jari telunjuk dan aku lihat beliau menggerak-gerakkannya,2ls dan beliau membaca
tasyahud.” HR. Ahmad, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan
Al-Baihaqi. Imam Al-Baihaqi sendiri meriwayatkan hadis dhaif dari Ibnu Umar
berbunyi, “Menggerakkan jari dalam shalat membuat setan takut.”
Imam Al-Baihaqi berkata, “Mungkin maksudnya
menggerakkan jari adalah untuk isyarat, bukan menggerakkannya berulang kali.
Sehingga, hadisnya tidak bertentangan dengan hadis riwayat Ibnu Zubair dalam
kitab hadis Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban. Hadisnya berbunyi,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan isyarat dengan jari
telunjuk tanpa menggerak-gerakkannya. Dan pandangan beliau tidak melampaui jari
telunjuk itu.” Ibnu Hajar berkata, “Hadis ini asalanya dari Muslim tanpa
menyebut kalimat ‘Dan pandangan beliau tidak melampaui jari telunjuk itu.” (Nailul
Authar jilid 2 halaman 283)
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah (Mughnil
Muhtaj jilid 1 halaman 172; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 177; Al-Mughni
jilid 1 halaman 534) berkata, disunnahkan untuk meletakkan kedua tangan di
atas kedua paha saat duduk dalam tasyahud awal dan akhir dengan membiarkan tangan
kiri terbentang -jari-jarinya terkumpul menurut Syafi'iyyah- hingga ujung jari
sejajar dengan lutut dan menghadap kiblat. Karena itu,
jangan merenggangkan jari-jari agar ibu jari tetap bisa menghadap kiblat.
Kemudian meletakkan tangan kanan di atas paha
kanan dengan menggenggamkan tiga jari selain ibu jari dan jari telunjuk. Ini
menurut pendapat Syafi'iyyah yang azhhar. Adapun menurut Hanabilah, membuat
lingkaran dengan ibu iari dan jari tengah.
Kemudian memberikan isyarat dengan jari
teluniuk dengan mengangkatnya ketika bacaan
“illallaah” tanpa harus menggerak-gerakkannya karena
mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan pandangan mata
tertuju pada jari telunjuk karena hadits riwayat Ibnu Zubair yang telah lewat.
Pendapat yang azhhar menurut Syafi'iyyah dan
Hanabilah adalah dengan menggabungkan
ibu jari pada jari telunjuk, seperti angka lima puluh
tiga. Yang masih termasuk sunnah juga adalah dengan melepaskan jari telunjuk
dan ibu jari secara bersamaan, atau menggenggam keduanya di atas jari tengah,
atau melingkarkan ujung keduanya, atau meletakkan ujung jari tengah pada
pangkal ibu jari. Semua posisi jari tersebut ada dalilnya, namun yang paling afdhal
adalah posisi pertama, sebagaimana pendapat ulama Syafi'iyyah karena para rawi haditsnya
lebih paham masalah fiqih.
Dalil yang mereka pakai adalah hadits Ibnu
Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangan
kanannya di atas lutut kanan membentuk angka lima puluh tiga, dan memberikan isyarat
dengan jari telunjuk.” HR. Muslim, posisi jari yang membentuk angka lima
puluh tiga ini ada juga yang menyebutnya lima puluh sembilan, namun para fuqaha
memilih penyebutan yang karena mengikuti hadis.
Adapun dalil mereka mengenai tidak
menggerak-gerakkan jari adalah hadits Abdullah bin Zubair. Ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan isyarat dengan jari ketika membaca
tasyahud, tanpa menggerak-gerakkannya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i
dan Ibnu Hibban). Dan hadits Sa'd bin Abi Waqqash, ia berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pernah lewat di depanku saat aku membaca tasyahud dan memberi
isyarat dengan jari-jariku. Beliau bersabda, 'Jari satu! Jari satu!' dan beliau
memberikan isyarat dengan jari telunjuk.” HR. An-Nasa’i.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments