Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT
17. Membaca Tasyahud Awal
Duduk iftirasy seperti duduk di antara dua sujud,
dan duduk tawarruk dalam tasyahud akhir. Redaksi tasyahud menurut Syafi'iyyah
sebagai berikut, “Segala penghormatan, keberkahan, permohonan dan kebaikan
hanyalah bagi Allah. Semoga keselamatan, kedamaian, rahmat dan berkah Allah
selalu tercurah kepadamu wahai Nabi. Semoga pula kedamaian senantiasa diberikan
Allah kepada kami dan hamba-hamba-Nya yang shaleh. Aku bersaksi tidak ada Tuhan
selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.”
Para fuqaha sepakat bahwa duduk dan membaca
tasyahud awal itu hukumnya sunnah. Namun menurut Hanafiyyah, hukum keduanya wajib
dengan dalil adanya perintah untuk melakukannya. Dan jika lupa, harus diganti dengan
sujud Sahwi. Ibnu Mas'ud berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Jika kalian duduk dalam tiap dua rakaat, maka bacalah 'Segala
penghormatan milik Allah. Permohonan, dan segala kebaikan juga hanya milik
Allah. Semoga keselamatan, kedamaian, rahmat dan berkah Allah selalu tercurah kepadamu
wahai nabi. Semoga pula kedamaian senantiasa diberikan Allah kepada kami dan
hamba-hamba-Nya yang shaleh. Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, dan
sesungguhnya Muhammad adalah utusan
Allah' Setelah itu, pilihlah doa yang kalian sukai dan
berdoalah memohon kepada Allah.” HR Ahmad dan
An-Nasa'i (Nailul Authaar jilid 2 halaman 271), redaksi ini yang dipilih
oleh madzhab Hanafi dan Hambali. Adapun kalimat lanjutan dalam hadits adalah
izin dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk berdoa dengan
doa apa saja yang dikehendaki, baik dalam masalah dunia maupun akhirat, asalkan
bukan dalam dosa dan maksiat. Hal ini pendapat mayoritas ulama. Namun,
Hanafiyyah berpendapat bahwa doa tersebut haruslah dengan doa-doa yang ma'tsur
dari Al-Qur'an dan hadits.
Dalil yang dipakai ulama Hanafiyyah untuk mewajibkan
keduanya adalah dari kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan perintah beliau kepada Abbas, “Ucapkanlah, At-Tahwaatu lillaah...”' dan
juga karena jika lupa, maka harus menggantinya dengan sujud Sahwi. Selain itu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Shalatlah sebagaimana kalian
melihat aku shalat.” Menurut mayoritas ulama, tidak disunnahkan untuk menambah
atau memperpanjang bacaan tasyahud awal, bahkan menurut Hanabilah, jika ada
makmum masbuq, maka ia tidak menambahkan bacaan tasyahud awal, namun mengulang
bacaan itu dari awal lagi hingga imam mengucapkan salam.
Akan tetapi menurut Syafi'iyyah disunnahkan untuk
menambahkan bacaan shalawat pada akhir tasyahud tersebut dengan membaca, “Ya
Allah sampaikanlah shalawat kepada nabi Muhammad seorang hamba, dan utusan-Mu yang
ummi.”
Perlu juga diperhatikan, bahwa tasyahud awal
dan tasyahud akhir menurut Malikiyyah hanyalah termasuk sunnah. Sedangkan
membaca dua kalimat syahadat, menurut Hanafiyyah termasuk wajib. Demikian juga
duduk dalam tahiyyat pertama meski dalam shalat sunnah, menurut pendapat yang
lebih shahih. Namun menurut Syafi'iyyah, duduk yang pertama termasuk sunnah dan
yang terakhir fardhu. Adapun menurut Hanabilah, duduk yang pertama hukumnya wajid
dan yang terakhir fardhu.
Para fuqaha sepakat membaca tasyahud dengan suara
pelan termasuk sunnah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri
tidak mengeraskan suara ketika membacanya. Ibnu Mas'ud berkata, “Yang
termasuk sunnah dalam shalat adalah membaca tasyahud dengan suara pelan.”
(HR. Abu Dawud). Selain itu, bacaan tasyahud termasuk dzikir seperti juga bacaan
tasbih, jadi sunnahnya pelan.
Adapun posisi duduk dalam tasyahud awal adalah
duduk iftirasy menurut Hanafiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah. Duduk iftirasy
adalah duduk di atas kaki kiri yang posisinya berbaring,
dan menegakkan kaki kanan. Adapun posisi duduk bagi
wanita menurut Hanafiyyah adalah duduk tawarruk karena lebih bisa menutup baginya.
Dalil duduk iftirasy adalah hadits riwayat Sayyidah Aisyah, “Ketika duduk, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membaringkan kaki kiri dan menegakkan kaki kanan.”
HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawud (Nailul Authar jilid 2 halaman 275)
Dalil lain dari hadits riwayat Wa'il bin
Hujrin, ia pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat
dan sujud. Lantas beliau duduk dengan membaringkan kaki kiri. HR. Ahmad, Abu
Dawud dan An-Nasa’i. Dalam riwayat Sa’ad bin Manshur, rawi berkata, “Aku
pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika
duduk tasyahud, beliau membaringkan kaki kiri di tanah dan mendudukinya.” (Nailul
Authar jilid 2 halaman 273)
Hadits Abu Humaid yang mengatakan bahwa ketika
duduk tasyahud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaringkan
kaki kiri dan menghadapkan dada ke arah kiblat. HR. Bukhari (Nailul Authar jilid
2 halaman 275)
Hadits lain riwayat Rifa'ah bin Rafi', bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada seorang badui, “Jika
engkau sujud, maka posisikanlah dengan benar. Jika engkau duduk, maka duduklah di
atas kaki kiri.” HR. Ahmad.
Ulama Malikiyyah berkata, “Posisi duduk dalam
tasyahud awal dan akhir semuanya posisi
duduk tawarruk, karena hadits riwayat Ibnu Mas'ud, 'Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam duduk tawarruk dalam pertengahan shalat maupun
akhir shalat.'“ (Al-Mughni jilid 1 halaman 533)
Ulama Hanafiyyah berkata, “Posisi duduk dalam
tasyahud terakhir sama dengan posisi duduk dalam tasyahud pertama, yaitu duduk
iftirasy. Dalilnya hadits riwayat Abu Humaid.”
Syafi'iyyah dan Hanabilah berkata, disunnahkan
duduk tawarruk dalam tasyahud akhir. Duduk tawarruk itu seperti duduk iftirasy.
Hanya saja, kaki kirinya disilangkan dari bawah kaki kanan dan menempelkan
pantatnya di tanah. Dalilnya hadits Abu Humaid, “Dan pada rakaat terakhil
Rasulullah duduk tawarruk kemudian mengucapkan salam.” HR. Lima rawi
kecuali An-Nasa’i, dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi (Nailul Authar jilid
2 halaman 184)
Pendapat yang ashshah menurut mereka bagi
orang masbuq maupun orang lupa adalah duduk tftirasy.
Kesimpulannya, disunnahkan duduk tawarruk dalam
tasyahud akhir menurut mayoritas ulama, tetapi tidak disunnahkan duduk tawarruk
menurut Hanafiyyah. Ulama Hanabilah berkata, “Duduk tawarruk tidak
disunnahkan kecuali dalam shalat yang ada dua tasyahudnya. Jadi, tidak
disunnahkan duduk tawarruk dalam shalat Subuh.”
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments