BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT

14. Tata Gara atau Posisi Sujud

(i) Meletakkan wajah di antara kedua telapak tangan ketika sujud

Menurut Hanafiyyah, meluruskan dan merapatkan jari-jari ke arah kiblat menurut mayoritas ulama, meletakkan kedua tangan di depan kedua bahu di saat sujud menurut selain Hanafiyyah dan menampakkan keduanya dari kain serta menggunakannya untuk menopang. Merenggangkan jarak antara kedua kaki,lutut, dan paha satu jengkal menurut Syafi'iyyah.
Dalam posisi seperti ini, sunnah hukumnya menghadapkan Jari-jari ke arah kiblat. Dalil posisi ini adalah hadits Wa'il bin Hujrin, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika sujud meletakkan wajah beliau antara kedua telapak tangan.” HR. Muslim dan Abu Dawud.
Hikmah merapatkan jari-jari dan menghadapkannya ke arah kiblat adalah karena kemuliaan kiblat, dan juga karena rahmat yang turun dalam sujud itu akan lebih banyak didapat dengan merapatkan jari-jari (Raddul Mukhtar wa Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 465, 470).
Dalil merapatkan jari-jari dan menghadapkannya ke arah kiblat adalah hadits Abu Humaid As-Sa'idi, “Ketika sujud beliau meletakkan kedua tangan tidak tergenggam dan tidak merenggang. Lantas menghadapkan ujung-ujung jari kaki ke arah kiblat.” HR. Bukhari (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 388)
Dalil posisi ketiga adalah hadits Abu Humaid As-Sa'idi, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika sujud beliau meletakkan kedua tapak tangan searah kedua bahu. HR. Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi.
Dalil mengeluarkan kedua tangan dari kain adalah sebuah hadits riwayat Abu Hurairah. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang isytimaalush shamaa' dengan satu kain yang satu sisinya diangkat.” Muttafaqun ‘alaihi. Kalimat isytimaalush shamaa’ artinya membungkus badan dengan kain yang satu bagiannya tidak diangkat dan tidak ada tempat keluarnya tangan (Nailul Authar jilid 2 halaman 76).            
Adapun menggunakan telapak tangan untuk bertopang, maka hal itu boleh karena dapat membantu memudahkan gerakan, menambah kekhusyukan, dan lebih tawadhu. Adapun merenggangkan antara kedua kaki dan yang lainnya dilakukan karena mengikuti sunnah.

(ii) Bagi lelaki dalam posisi sujud

Yakni menjauhkan perut dari kedua paha, kedua siku dari lambung, menjauhkan kedua bahu dari tanah jika tidak ramai, dan merenggangkan jarak kedua lutut dan jarak kedua kaki.
Adapun posisi sujud bagi wanita adalah kebalikannya posisi sujud lelaki, yaitu dengan menyempitkan jarak atau menempelkan perut dengan paha. Begitu juga untuk anggota sujud lainnya, karena itu lebih menutupi baginya. Posisi sujud lelaki disebut Takhwiyah, sedangkan posisi sujud wanita disebut Tathaamum. Ulama lain menyebutkan posisi sujud lelaki dengan redaksi yang berbeda, yaitu menjauhkan kedua lengan dari ketiak.
Dalil posisi sujud bagi lelaki diambil dari beberapa hadits, di antaranya hadits-hadits berikut ini. Hadits Maimunah, ia berkata, “Jika sedang sujud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu merenggangkan kedua tangan, hingga jika ada anak kambing ingin lewat antara kedua tangan beliau, pasti anak kambing itu bisa melewatinya.” HR. Muslim.
Hadits riwayat Abdullah bin Buhainah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu melebarkan kedua tangan saat sujud, sehingga terlihat warna putih ketiak beliau.” Muttafaqun ‘alaihi (Nailul Authar jilid 2 halaman 256)
Hadits riwayat Abu Humaid mengenai sifat shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Ia berkata, “Jika melakukan sujud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu merenggangkan antara kedua paha tanpa menempelkan perut pada keduanya.” HR. Abu Dawud (Nailul Authar jilid 2 halaman 257)
Hadits riwayat Anas mengenai larangan meninggalkan posisi merenggang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Tegaklah dalam sujud, dan janganlah kalian memosisikan kedua bahu (dekat dengan tanah) seperti anjing.” HR. Jama’ah (Nailul Authar jilid 2 halaman 256)

(iii) Melakukan tuma'ninah yang termasuk hal wajib dalam sujud menurut kesepakatan ulama

Disunnahkan untuk menempelkan hidung dan dahi pada tempat sujud, sebagaimana telah dijelaskan. Dalilnya adalah hadits Abu Humaid. Ia meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sujud selalu menekankan dahi dan hidung ke tanah, menjauhkan kedua tangan dari lambung, dan meletakkan kedua tangan searah bahu beliau. HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi (Nailul Authar jilid 2 halaman 257)

(iv) Membaca tasbih dalam sujud, yaitu membaca kalimat Subhaana Rabbiyal Alaa (Mahasuci Allah Yang Mahatinggi) minimal sekali, namun sempurnanya tiga kali

Membaca tasbih dalam sujud hukumnya sunnah menurut kesepakatan ulama. Dalilnya hadits riwayat Ibnu Mas'ud. Ia berkata, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sujud, beliau
selalu membaca subhaana Rabbiyal Alaa sebanyak tiga kali.” HR. Ibnu Majah dan Abu Dawud, namun ia tidak menyebutkan kalimat “sebanyak tiga kali”.
Dalil lainnya dari hadits riwayat Hudzaifah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sujud membaca Subhaana Rabbiyal Alaa sebanyak tiga kali.        
Ulama Hanafiyyah berkata, “Bagi imam tidak diperbolehkan untuk mengulang tasbih lebih dari tiga kali untuk meringankan para makmum, namun ulama Malikiyyah berpendapat bahwa pengulangan tasbih tidak ada batasnya.”
Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah menambahkan kalimat “Wa bihamdihi”. Menurut Syafi'iyyah sendiri seorang munfarid atau imam yang makmumnya sudah terbiasa boleh menambahkan bacaan tasbih dengan kalimat, “Mahasuci Allah dari adanya sekutu dan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya, Tuhan para malaikat dan Jibril. Ya Allah karena-Mulah aku bersujud, kepada-Mu aku beriman, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri. Aku perkenankan wajahku bersujud bagi yang menciptakan dan membaguskan ciptaannya, merelakan pendengaran dan penglihatannya terbelah. Mahasuci Allah Dzat sebaik-baik Pencipta.”
Dalil yang mereka pakai adalah hadits riwayat Aisyah, bahwa dalam rukuk dan sujud Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan kalimat. “Mahasuci Allah dari adanya sekutu dan sifat-sifat yang tak layak bagi-Nya, Tuhan para Malaikat dan Jibril.” HR. Ahmad, Muslim, An-Nasa’i dan Abu Dawud (Nailul Authar jilid 2 halaman 246)
Kalimat “Subbuuhun Qudduus” termasuk sifa tAllah yang artinya Yang Mahasuci. Maksud dari kalimat Subbuuhun adalah bahwa Allah itu Mahasuci dan jauh dari kekurangan, sekutu, dan segala yang tidak pantas dengan sifat ketuhanan. Sedangkan arti kalimat Qudduus adalah yang tersucikan dari segala sesuatu yang tidak pantas bagi seorang Pencipta.

(v) Membaca Doa dalam Sujud

Ulama Hanafiyyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1halaman 472; Tabyinul Haqa’iq halaman 1101; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 329; Al-Mughni jilid 1 halaman 532; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 177; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 181) berkata, seorang yang shalat, tidak membaca apa-apa dalam rukuk dan sujudnya selain bacaan tasbih. Adapun selain itu, dianggap nafilah. Akan tetapi menurut Malikiyyah, dalam sujud disunnahkan untuk membaca doa baik yang berkaitan dengan urusan agama, dunia, maupun akhirat. Hal itu baik doa untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, bersifat umum maupun khusus, tanpa batasan sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya. Menurut Hanabilah, boleh membaca doa dalam sujud, tetapi dengan doa atau dzikir yang ma'tsuur. Menurut Syafi'iyyah sendiri, membaca doa itu lebih ditekankan ketika dalam sujud.
Dalil yang mereka pakai adalah hadits riwayat Muslim yang berbunyi, “Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud. Karena itu, perbanyaklah doa dan yakinlah bahwa doa itu dikabulkan.” HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud.
Dari Abu Sa'id, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hai Mu'adz, jika engkau sujud maka ucapkanlah doa Ya Allah, tolonglah aku agar bisa bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dalam kitab sunannya.
Sayyidina Ali berkata, “Ucapan yang paling disukai oleh Allah dari hamba-Nya saat sujud adalah kalimat, (Tuhan, aku telah berbuat zhalim terhadap diriku sendiri, maka ampunilah aku).”
Dari Abu Hurairah, ia meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sujud berdoa, “Ya Allah, ampunilah semua dosaku, kecil maupun besar, yang awal maupun yang akhir yang jelas maupun yang samar.”




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab




The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)