Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN SUNNAH-SUNNAH DI DALAM SHALAT
11. Membaca Takbir ketika Rukuk, Sujud, Bangkit dan Berdiri
Membaca takbir dalam shalat sudah menjadi kesepakatan
ulama, karena ada hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang berbunyi, “Aku pernah
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dan bertakbir tiap kali
bangkit, sujud, berdiri, dan duduk.” HR. Ahmad, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi (Nailul
Authar jilid 2 halaman 240)
Hadits ini menunjukkan disyariatkannya bertakbir
pada tiap pergantian posisi dalam shalat, kecuali ketika bangkit dari rukuk yang
bacaannya adalah, “سمع الله لمن حمده”. Ulama Hanabilah
malah berpendapat bahwa takbir itu wajib sebagaimana wajibnya membaca sami'allaahu
liman hamidah, doa Rabbighfirlii antara dua sujud dan tasyahud awal.
Dalam Rukuk Disunnahkan Hal-Hal Berikut
(i) Memegang kedua lutut dengan kedua tangan, meluruskan
punggung saat rukuk, merenggangkan jari-jari bagi lelaki-bagi wanita tidak
disunnahkan merenggangkan iari-jarinya, menegakkan kedua kaki, meluruskan
kepala dengan pantat, tidak mengangkat atau merendahkan kepala, dan
merenggangkan kedua lengan ke samping.
Dalilnya hadits Abu Mas'ud Uqbah bin Amr, “Dia
shalat dan merenggangkan kedua tangannya saat rukuk, meletakkan kedua tangannya
pada kedua lututnya, dan merenggangkan jari-jarinya di lutut.” Kemudian dia
berkata, “Demikianlah cara rukuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang aku lihat ketika beliau shalat.” HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i (Nailul
Authar jiild 2 halaman 243)
Ada juga hadits Mush'ab bin Sa'd, ia berkata,
“Aku pernah shalat di samping ayahku dengan meletakkan kedua tangan di atas
paha dengan jari-jari merapat. Lantas ayah melarangku melakukan hal itu dan
berkata, “Kami melakukannya demikian karena diperintahkan untuk meletakkan kedua
tangan di lutut.” HR. Jama’ah (Nailul Authar jilid 2 halaman 244)
Diperkuat juga dengan hadits Abu Humaid As-Sa'idi
mengenai penjelasan sifat shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bahwa ketika rukuk beliau meletakkan kedua tangan pada kedua lutut dengan agak
merenggang ke samping. HR. Lima rawi kecuali An-Nasa’i. Dianggap shahih oleh
At-Tirmidzi.
Dikuatkan juga oleh hadits Wabishah bin Ma'bad
dalam riwayat lbnu Majah, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam shalat, dan ketika rukuk beliau meratakan punggung hingga jika air
dituangkan di atasnya, maka air itu akan tetap diam di atasnya.”
Ada juga hadits Aisyah di dalam Shahih Muslim,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika rukuk tidak mengangkat atau
menundukkan kepala, tetapi seimbang di antara keduanya.”
(ii) Disunnahkan membaca (سبحان ربي العظيم)
Ini batas minimalnya. Sempurnanya mengulang bacaan
itu sampai tiga kali menurut mayoritas ulama. Namun menurut Malikiyyah, pengulangan
bacaan itu tidak terbatas. Dalam bacaan tasbih tersebut Malikiyyah, Syafi'iyyah,
dan Hanabilah menambahkan kalimat (وبحمده). Dalil
bacaan tasbih ini adalah hadits Hudzaifah. Ia
berkata, 'Aku pernah shalat bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, dan dalam rukuk beliau membaca (سبحان ربي العظيم) sedangkan dalam suiud beliau membaca (سبحان ربي الأعلى).
Ketika melewati ayat tentang rahmat. Beliau
berhenti dan berdoa memohon rahmat Allah. Ketika membaca ayat tentang azab, beliau
berhenti dan berdoa memohon perlindungan dari azab itu. HR. Lima rawi dan hadis
ini dishahihkan oleh At-Tirmidzi.
Hadits ini dikuatkan oleh hadits Uqbah bin
Amir. Ia berkata, “Ketika turun firman Allah yang berbunyi (فسبح باسم ربك العظيم) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Jadikanlah
ayat ini sebagai bacaan dalam rukuk kalian.” Hadits ini didukung oleh hadis Ibnu Mas'ud Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian rukuk dalam shalat, maka bacalah
Subhaana Rabbiyal Azhiimi sebanyak tiga kali. Dan itu batas minimalnya.”
HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad (Nailul Authar jilid 2 halaman 246)
Bagi seorang imam dianjurkan untuk tidak menambah
bacaan tasbih lebih dari tiga kali, karena agar meringankan bagi para makmum.
Akan tetapi, menurut Syafi'iyyah, orang yang shalat sendiri dan orang yang
menjadi imam boleh menambahkan bacaan dalam rukuk kalau memang para makmum
meridhainya. Bacaan tambahan itu berbunyi, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku rukuk,
kepada-Mu aku beriman, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri. Hanya untuk-Mu kutundukkan
pendengaran, pandangan, pikiran, tulang dan urat sarafku serta yang dilakukan
kedua telapak kakiku.” HR. Muslim selain kalimat terakhir yang merupakan
tambahan Ibnu Hibban dalam Shahihnya.
Ulama Hanafiyyah berkata, “Makruh hukumnya
memanjangkan rukuk atau bacaan surah dengan sengaja, karena tahu ada makmum
yang datang terlambat. Namun jika tidak tahu, maka tidak apa-apa. Hukum ini
disepakati oleh ulama yang lain. Adapun tuma'ninah dalam rukuk itu, hukumnya
wajib menurut ulama empat madzhab, sebagaimana telah dijelaskan.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments