BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

8. HUKUM-HUKUM FURU’ YANG BERKAITAN DENGAN SUJUD TILAWAH

a. Ulama Hanafiyyah (Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 729-732; Muraqil Falah halaman 85)

(1) Makruh tahrim hukumnya meninggalkan atau tidak membaca ayat sajdah ketika membaca surat yang ada ayat sajdahnya, karena hal itu memutuskan susunan Al-Qur'an dan mengubah rangkaian ayat-ayat Allah, padahal kita sudah diperintahkan untuk mengikuti susunan tersebut. Akan tetapi jika sebaliknya maka hukumnya tidak makruh, yaitu memilih dan membaca ayat-ayat sajdah yang terdapat dalam Al-Qur'an. Hal ini tidak makruh karena membaca sebagian ayat Al-Qur'an adalah sebuah ketaatan, seperti halnya membaca satu surat di antara surat-surat Al-Qur'an. Akan tetapi, disunnahkan menambahkan satu atau dua ayat baik sebelum maupun sesudah ayat sajdah. Hal ini dilakukan agar tidak terkesan pengunggulan satu ayat karena pada dasarnya semua ayat Al-Qur'an adalah satu martabat, yaitu sama-sama kalamullaah, walaupun memang sebenarnya ada ayat-ayat yang diistimewakan dalam Al-Qur'an karena mengandung sifat-sifat Allah.
(2) Sebaiknya ayat sajdah disamarkan bagi orang yang belum siap melakukan sujud tilawah. Akan tetapi menurut pendapat yang rajih, wajib hukumnya melakukan sujud meskipun bagi orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya sebagai peringatan karena ia melalaikan Al-Qur'an. Dalam shalat sirriyyah, seorang imam makruh membaca ayat sajdah karena takut membingungkan makmum, demikian juga pada waktu shalat Jumat dan shalat hari raya, kecuali jika sujud tilawah itu diniatkan dalam rukuk atau sujud shalat. Jika seorang khatib membaca ayat sajdah di atas mimbar, maka ia sujud di atas atau di bawah mimbar, namun hukumnya makruh. Dan para jamaah yang mendengar juga  ikut sujud tilawah.
(3) Jika seseorang mendengar ayat sajdah dibacakan oleh banyak orang, namun masing-masing membaca satu huruf, maka tidak wajib sujud tilawah karena ia tidak mendengar sendiri dari yang membaca dan ini merupakan syarat yang harus dipenuhi.
(4) Jika seseorang mendengar ayat sajdah, maka disunnahkan untuk berdiri lalu sujud tilawah. Bagi yang mendenga4 sunnahnya tidak bangkit dari sujud tilawah sebelum orang yang membaca ayat tersebut bangkit dari sujudnya. Dalam sujud tilawah, pembaca tidak perlu berada di depan dan para pendengar iuga tidak perlu berbaris. Sujudlah apa adanya sesuai posisi.
(5) Menurut satu pendapat, siapa saja yang membaca semua ayat sajdah dalam satu majelis dan bersujud di setiap ayatnya, maka Allah akan mencukupi keinginannya. Lebih jelasnya ia membaca ayat sajdah secara berurutan, lalu ia bersujud atau ia bersujud untuk setiap ayat setelah membaca semua ayat sajdah, hal itu tidaklah makruh.

b. Ulama Malikiyyah (Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 419-422)

(1) Membaca ayat sajdah dengan tujuan bersujud hukumnya makruh sebagaimana pendapat Imam Hanafi. Misalnya membaca ayat yang artinya, “Orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, hanyalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri.” (As-Saidah: 15) Ada pendapat yang mengatakan bahwa jika membaca ayat ini lantas tidak sujud tilawah, maka hukumnya makruh.
(2) Makruh hukumnya sengaja membaca ayat sajdah dengan memilih bacaan yang terdapat ayat sajdahnya dalam shalat fardhu, walaupun pada shalat subuh hari Jumat menurut pendapat yang masyhur. Akan tetapi, tidak makruh jika dalam shalat sunnah. Jika ia membaca ayat sajdah diwaktu shalat fardhu, sengaja atau tidak, maka ia harus bersujud walaupun diwaktu yang dilarang. Lain halnya jika ia membaca di waktu khutbah Jumat atau khutbah lainnya, maka ia tidak boleh sujud tilawah karena akan merusak rangkaian khutbahnya.
(3) Sunnah bagi Imam mengeraskan bacaan ayat sajdah ketika mengerjakan shalat sirriyah, seperti shalat Zhuhur dan Ashar. Tujuannya agar makmum mendengar dan ikut sujud tilawah bersamanya. Jika imam tidak mengeraskan bacaan ayat sajdahnya lalu ia bersujud, maka makmum
tetap harus mengikutinya, karena pada dasarnya tidaklah lupa. Jika makmum tidak mengikuti sujud tilawahnya imam, maka shalatnya tetap sah, karena mengikuti sujud tilawah imam hukumnya hanya wajib. Dan meninggalkan kewajiban yang bukan syarat sahnya shalat tidak menjadikan batalnya shalat.
(4) Siapa saja yang melewati bacaan ayat sajdah dan belum bersujud setelah lewat satu atau dua ayat, maka ia hendaklah bersujud tanpa harus mengulangi bacaan ayat sajdahnya. Akan tetapi jika sudah lewat jauh, maka ia harus mengulangi bacaan ayat sajdahnya lantas sujud, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Setelah itu melakukan sujud tilawah selama belum membungkukkan badan untuk rukuk. Jika ia sudah rukuk dalam keadaan membungkuk, maka hilanglah kesempatan bersujud dan disunnahkan mengulangi bacaan ayat sajdah pada rakaat kedua dalam shalat sunnah, tidak pada shalat fardhu. Menurut pendapat yang zhahir hendaklah mengulangi bacaannya sebelum membaca Al-Faatihah berdasarkan alasan di atas.
(5) Disunnahkan bagi orang yang sujud sajdah dalam shalat agar menambahkan bacaan ayat Al-Qur'an sebelum rukuk walaupun dari surat yang berbeda agar rukuknya setelah bacaan ayat, bukan setelah sujud tilawah.
Jika seseorang sengaja melaksanakan sujud sajdah setelah membacanya lalu membungkukkan badannya lalu ia rukuk karena lupa, maka sah rukuknya menurut Imam Malik, dengan alasan gerakan melaksanakan rukun bukanlah merupakan syarat, lalu hendaklah ia melakukan sujud sahwi setelah salam karena gerakan tambahan ini (gerakan menuju sujud lalu jadi rukuk) jika ia merasa tenang dengan rukuknya. jika tidak, maka hendaklah bersujud sajdah dan tidak mesti melakukan sujud sahwi.

c. Ulama Hanabilah (Al-Mughni jilid 1 halaman 623, 626, 627)

(1) Sujud tilawah tidak boleh dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang melaksanakan shalat sunnah. Pendapat ini berbeda dengan pendapat Madzhab Syafi'i. Perbedaan ini karena hadits yang berkaitan dengan hal ini masih bersifat umum. Hadits itu berbunyi, “Tidak ada shalat setelah shalat Subuh hingga terbit matahari, dan tidak juga setelah shalat Ashar hingga terbenamnya matahari.” Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Umar, Abu Bakar dan Utsman.
(2) Jika ayat sajdah dibaca di akhir surat diwaktu melaksanakan shalat, maka ia boleh melakukan rukuk atau melakukan sujud tilawah lalu berdiri dan rukuk. Ibnu Mas'ud berkata, “Silakan memilih antara rukuk atau sujud.”
(3) Jika orang yang membaca ayat sajdah di atas kendaraan dalam perjalanan, maka boleh berisyarat dengan tujuan sujud ke arah mana saja seperti shalat sunnah. Pendapat ini sudah jadi kesepakatan semua madzhab (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 219) berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu umar bahwasanya Nabi membaca ayat sajdah pada tahun pembukaan kota Mekah lalu semuanya bersujud, sebagian mereka ada yang berkendaraan, dan sebagian lagi bersujud di tanah bahkan orang-orang yang di atas kendaraannya bersujud di atas tangannya. HR. Abu Dawud (Nailul Authar jilid 3 halaman 103)
(4) Makruh hukumnya meringkas sujud tilawah, yaitu memilih ayat-ayat sajdah dan membacanya lalu bersujud, karena hal ini tidak diriwayatkan ulama-ulama salaf. Bahkan, hukumnya makruh. Masalah ini telah kami paparkan kebolehannya menurut madzhab Hanafi.
(5) Makruh bagi imam membaca ayat sajdah pada shalat sirriyyah, namun jika tetap membacanya, maka tidak boleh sujud tilawah karena takut membingungkan makmum. Pendapat ini sesuai dengan madzhab Hanafi, dan menurut Imam Syafi'i sendiri hal ini tidak makruh. Dalilnya hadits riwayat Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi pernah bersujud ketika melaksanakan shalat Zhuhur, lalu berdiri lalu rukuk. Dan menurut para sahabat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surah As-Sajdah.” Menurut Imam Malik, hendaklah imam mengeraskan bacaan ayat sajdahnya, meski dalam shalat sirriyyah seperti yang telah dijelaskan.





PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)