BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

3. TEMPAT SUJUD SAHWI DAN SIFATNYA

Sujud sahwi dalam madzhab Hanafiyyah dilakukan setelah salam, sedangkan dalam madzhab Syafi'iyyah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Menurut Malikiyyah, sujud sahwi itu terkadang dilakukan setelah salam dan terkadang dilakukan sebelum salam. Menurut Hanabilah, sujud sahwi boleh dilakukan setelah salam dan boleh juga dilakukan setelah salam.
Ulama Hanafiyyah berkata, “Sujud sahwi itu sunnahnya dilakukan setelah salam, baik lupanya itu berupa penambahan maupun pengurangan dalam shalat. Akan tetapi sujud sahwi boleh juga dilakukan setelah salam tanpa harus mengulangi shalat.”
Sifat sujud sahwi: sujud sahwi dilakukan dua kali setelah salam pertama ke arah kanan. Kemudian setelah itu wajib membaca tasyahud, shalawat atas Nabi, dan membaca doa dalam duduk setelah sahwi, menurut pendapat yang shahih karena doa itu tempatnya paling akhir. Dalil yang mereka pakai untuk menentukan posisi sujud sahwi setelah salam adalah hadits riwayat Mughirah yang berbunyi, “Setelah selesai shalat dan salam, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan sujud dua kali dan kemudian mengucapkan salam lagi.” HR. Ahmad dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi (Nailul Authar jilid 3 halaman 119)
Dan juga hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang berbunyi, “Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat Zhuhur sebanyak lima rakaat. Lantas beliau ditanya, ‘Apakah rakaat shalatnya ditambah?’ Beliau menjawab, 'Memangnya mengapa?’ Para sahabat menjawab, Anda tadi shalat lima rakaat.' Mendengar hal itu lantas beliau sujud dua kali.” HR. Jama’ah.
Dalil yang mereka gunakan untuk sifat sujud sahwi ini adalah hadits Imran ibnul Hushain yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat bersama sahabat lantas lupa. Setelah itu sujud dua kali, membaca tasyahud dan salam. HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi.
Dikuatkan lagi dengan hadits Tsauban yang berbunyi, “Setiap kali lupa dalam shalat harus melakukan sujud sahwi setelah salam.” HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 167)
Posisi sujud sahwi dan sifatnya yang telah disebutkan di atas adalah pendapat yang shahih
dan rajih dalam madzhab Hanafiyyah.
Ulama Malikiyyah berkata, sujud sahwi dilakukan sebelum salam jika sebabnya pengurangan atau pengurangan sekaligus penambahan. Adapun jika sebabnya adalah penambahan, maka sujud sahwi dilakukan setelah salam. Dalam sujud setelah salam ini diwaiibkan untuk berniat, membaca takbir ketika hendak sujud dan bangkit dari sujud, dan sunnahnya membaca tasyahud tanpa membaca doa ataupun shalawat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian wajib mengucapkan salam sehingga jika dijumlahkan semua kewajibannya ada lima, yaitu niat, sujud pertama, sujud kedua, duduk di antara dua sujud, dan salam, tetapi salam termasuk wajib bukan syarat. Adapun takbir dan tasyahud hukumnya sunnah.
Jika sengaja mengakhirkan sujud qabli (sebelum salam) hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat. Akan tetapi jika mendahulukan sujud ba'di dari salam, menurut ulama madzhab hukumnya boleh. Namun jika sengaja, hukumnya haram dan shalatnya tetap sah. Jika pengakhiran dan pendahuluan itu tanpa sengaja, maka tidak makruh dan juga tidak haram.
Ulama Syafi'iyyah dalam qaul jadidnya berkata, sujud sahwi itu dilakukan antara tasyahud
dan salam. Jika seseorang telah sengaja salam, maka menurut pendapat yang lebih shahih waktu sujud sahwi itu sudah lewat. Dan jika salamnya karena lupa, namun jaraknya sudah lama juga termasuk sudah lewat, tetapi jika belum lama, maka disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi. Dan jika melakukan sujud sahwi, maka kembali pada shalat menurut pendapat yang lebih shahih. Jika imam shalat Jumat lupa lantas sujud sahwi, namun ternyata waktunya sudah lewat, maka sempurnakanlah menjadi shalat Zhuhur kemudian sujud sahwi. Jika imam mengira lupa lantas sujud sahwi, namun ternyata tidak lupa maka tetap sujud sahwi menurut pendapat yang lebih shahih.
Sifat sujud sahwi: sujud sahwi itu terdiri atas dua kali sujud seperti halnya sujud dalam shalat, baik dalam hal wajib maupun mandubnya. Contohnya seperti menempelkan dahi, thuma'ninah, duduk tawarruk, duduk iftirasy, dan lain-lain.
Sujud sahwi memerlukan niat dalam hati, karena jika niat itu diucapkan dengan lisan maka shalatnya batal.
Menurut sebagian ulama Syafi'iyyah, di dalam sujud sahwi disunnahkan untuk membaca doa (سبحان من لا ينام ولا يسهو). Sebagian lain berkata, “Bacaan dalam sujud sahwi itu seperti dzikir (bacaan tasbih) dalam sujud shalat.”
Dalil yang mereka gunakan untuk menentukan letak sujud sahwi sebelum salam adalah hadits riwayat Abu Sa'id Al-Khudri dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad, yang berbunyi, “Kemudian sujud dua kali sebelum salam.” Dan juga hadits riwayat Ibnu Buhainah yang terdapat dalam Sunan An-Nasa'i yang berbunyi, “Kemudian setelah selesai beliau sujud dua kali lantas salam.”
Adapun dalil yang digunakan untuk menjelaskan sifat sujud sahwi adalah hadits yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hanya melakukan dua kali sujud sebagaimana dalam kisah hadits Dzul Yadain.
Ulama Hanabilah (Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 479-481; Al-Mughni jilid 2 halaman 34) berkata, tidak ada pertentangan dalam hal bolehnya melakukan sujud sahwi sebelum dan sesudah salam. Perbedaan yang ada hanyalah pada afdhaliyyah dan aulawiyyah. Dan dalam hal ini yang afdhal adalah sebelum salam karena sujud sahwi adalah penyempurna shalat, kecuali dalam dua hal.
Pertama, sujud sahwi karena kurang satu rakaat atau lebih dan sudah mengucapkan salam tanda akhir shalat. Dalilnya hadits riwayat Imran ibnul Hushain dan Abu Hurairah dalam kisah Dzil Yadain (Nailul Authar jilid 3 halaman 107 dan 113). Dalam riwayat Imran redaksinya berbunyi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dua rakaat lantas salam. Kemudian melakukan sujud dua kali lantas mengucapkan salam.”
Kedua, ketika sang imam bimbang dalam shalatnya lantas mengambil keputusan sesuai dengan perkiraannya. Dalam hal ini sujud sahwinya dilakukan setelah salam. Dalilnya hadits riwayat Ibnu Mas'ud secara marfu', “Jika salah seorang kalian bimbang dalam shalat, maka pilihlah yang benar, sempurnakan shalat, dan sujudlah dua kali.”  Muttafaqun ‘alaihi. Dalam riwayat Bukhari menggunakan redaksi, “Setelah salam.”
Sifat sujud sahwi: bertakbir untuk sujud dan ketika bangkit dari sujud, baik sujudnya sebelum maupun sesudah salam. Kemudian meletakkan dua kali sujud seperti sujud dalam shalat. Jika sujudnya setelah salam, maka membaca tasyahud lagi seperti tasyahud dalam shalat sebelum salam. Setelah itu baru salam. Akan tetapi jika sujud sahwinya sebelum salam, maka tidak perlu membaca tasyahud lagi, hanya menutup dengan salam.
Bacaan dalam sujud sahwi sama dengan bacaan dalam sujud shalat biasa, karena sujud sahwi itu termasuk sujud yang masyru' dalam shalat sehingga bacaannya juga menyerupai bacaan sujud dalam shalat.
Orang yang meninggalkan sujud sahwi yang wajib dengan sengaja, maka shalatnya batal karena meninggalkan sesuatu yang tempatnya sebelum salam. Juga karena terhitung meninggalkan wajib dengan sengaja. Adapun meninggalkan sesuatu yang tempatnya setelah salam, maka tidak membatalkan shalat karena statusnya hanya pelengkap atau penambal ibadah di luar ibadah itu sendiri, seperti penambalan dalam ibadah haji.
Jika seseorang lupa sujud sahwi hingga terpisah lama jaraknya, maka shalatnya tidak batal, karena sujud sahwi itu hanya penambal ibadah setelah salam. Jadi misalnya ditinggalkan, tidak membatalkan shalat.





PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)