BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

SUJUD SAHWI

Kalimat (السهو في شيء) artinya meninggalkan sesuatu tanpa sengaja atau tidak tahu, sedangkan kalimat  (السهو عن شيء) artinya meninggalkan sesuatu dengan sengaja.
Perbedaan antara kata an-Naasii dan as-Saahii adalah walaupun artinya sama-sama lupa tetapi kalau an-Naasii jika diingatkan masih bisa ingat, berbeda dengan as-Saahii.

1. HUKUM SUJUD SAHWI

Sujud sahwi sudah jelas masyru' tanpa ada keraguan lagi. Imam Ahmad berkata, “Kami hafal lima perkara dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu sujud ketika salam pada rakaat kedua, sujud ketika salam pada rakaat ketiga, ketika menambah rakaat, ketika mengurangi rakaat, dan ketika bangkit dari rakaat kedua tanpa duduk dan membaca tasyahud.” Imam Al-Khathabi berkata, “Dalil yang mu'tamad rnenurut ulama mengenai lima perkara di atas adalah hadits riwayat Ibnu Mas'ud, riwayat Abu Sa'id, riwayat Abu Hurairah, riwayat Ibnu Buhainah, dan riwayat Imran ibnul Hushain.”
Abu Sa'id Al-Khudri berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika salah seorang kalian sudah shalat, dan tidak tahu sudah shalat tiga atau empat rakaat maka buanglah kebimbangan itu, dan ambillah yang yakin. Kemudian di akhir shalat melakukan sujud sahwi dua kali sebelum salam. Jika ternyata shalatnya lima rakaat maka sujud itu menggenapkan shalatnya, namun jika shalatnya sudah genap empat rakaat maka sujud sahwi itu membuqt setan marah.” HR. Ahmad dan Muslim (Nailul Authar jilid 3 halaman 116). Ibnul Mundzir berkata, “Dalam pembahasan ini, hadis riwayat Abu Sa’id lebih shahih daripada hadis lainnya.”
Sujud sahwi disyariatkan dengan tujuan untuk menambal kekurangan tanpa harus mengulangi shalat, karena meninggalkan perkara yang bukan asasi atau menambahkan sesuatu dalam shalat.
Sujud sahwi tidak disyariatkan jika ada unsur kesengajaan. Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Sayyidah Aisyah, “Siapa saja yang lupa sebelum selesai shalat, maka pada akhir shalat sebelum salam disyari'atkan untuk sujud dua kali.”
Disyariatkannya sujud sahwi berkaitan dengan lupa, dan tujuannya untuk menambal yang kurang ataupun lebih. Orang yang sengaja tidak termasuk udzur, sehingga kekurangan dalam shalatnya tidak perlu ditambal dengan sujud sahwi. Sujud sahwi disyariatkan untuk orang-orang yang lupa.
Menurut madzhab Hanafiyyah, sujud sahwi hukumnya wajib. Namun menurut madzhab lain, sujud sahwi hukumnya sunnah (Fathul Qadir jilid 1 halaman 355-374; Al-Bada’i jilid 1 halaman 163-179; Al-Lubab jilid 1 halaman 95-100; Muraqil Falah halaman 79; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 377-400; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 73-79; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 204-214; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 459-481).
Ulama Hanafiyyah berkata, “Sujud sahwi hukumnya wajib menurut pendapat yang shahih. Orang yang meninggalkannya dianggap berdosa, namun shalatnya tidak batal karena sujud sahwi hanyalah jaminan atas sesuatu yang terlupakan, dan itu tidak mungkin kecuali wajib. Sujud sahwi hanya mengangkat wajibnya membaca tasyahud dan salam, namun tidak mengangkat posisi duduk karena itu termasuk rukun.”
Sujud sahwi hanya wajib atas imam dan orang shalat munfarid yang lupa. Sedangkan bagi makmum, jika lupa dalam shalatnya, maka tidak wajib melakukan sujud sahwi. Karena jika ia sujud sendirian berarti ia menyalahi imam. Kemudian jika yang lupa itu imam maka makmum, baik makmum masbuq maupun makmum mudrik tetap wajib mengikutinya. Akan tetapi jika imam tidak sujud sahwi, maka kewajiban sujud sahwi bagi makmum gugur karena mengikuti imam hukumnya wajib. Akan tetapi bagi makmum masbuq, tetap harus sujud sahwi sebelum salam. Makmum terbagi meniadi dua, makmum masbuq dan makmum mudrik atau tidak masbuq. Makmum mudrik adalah makmum yang dari awal shalat tidak ketinggalan, lantas dalam shalat ada bagian yang terlewatkan, baik karena tidur maupun hal lainnya. Misalnya karena tertidur di belakang imam, lantas terbangun dan imam sudah dapat satu rakaat. Adapun makmum masbuq adalah makmum yang dari awal sudah tertinggal satu rakaat atau lebih. Jika makmum masbuq lupa setelah imam salam maka ia harus sujud sahwi, meskipun misalnya sudah sujud bersama imam.
Wajibnya, sujud sahwi ini jika memang waktunya memungkinkan. Artinya, jika ketika salam dalam shalat Subuh bertepatan dengan terbitnya matahari, atau matahari sudah memerah ketika salam shalat Ashar maka kewajiban sujud sahwinya gugur. Alasannya karena sujud sahwi itu untuk melengkapi kekurangan yang memungkin, seperti qadha. jika seseorang melakukan satu perbuatan yang membatalkan shalat, misalnya berbicara atau tertawa lebar atau mengeluarkan hadats, atau keluar dari masjid, atau berpaling dari arah kiblat dengan penuh kesadaran maka ia tidak wajib untuk sujud sahwi karena ia telah melakukan hal yang diharamkan dalam shalat.
Menurut pendapat yang aula, jika terjadi kesalahan atau kekurangan dalam shalat Jumat atau shalat Id maka tidak perlu melakukan sujud sahwi jika memang dihadiri banyak orang. Tujuannya agar tidak membingungkan para jama'ah. Artinya, jika imam lupa dan harus sujud sahwi, maka pada kedua shalat tersebut tidak perlu sujud sahwi.
Dalil wajibnya sujud sahwi: Hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang berbunyi, “Jika salah seorang kalian bimbang dalam shalat, maka pilihlah yang benar. Lalu sempurnakanlah shalatnya hingga salam, disusul dengan sujud dua kali.” HR. Seluruh Rawi kecuali Imam At-Tirmidzi (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 167; Nailul Authar jilid 3 halaman 117)
Dan juga hadits riwayat Tsauban yang berbunyi, “Setiap kali lupa dalam shalat harus diganti dua sujud setelah salam.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, hadis ini dhaif). Kedua hadits tersebut menunjukkan bahwa sujud sahwi itu benar-benar dari Nabi dan dijalankan oleh para sahabat beliau. Hal ini bisa dijadikan dasar bahwa sujud sahwi itu hukumnya wajib, selain itu sujud sahwi juga disyariatkan untuk menutup ibadah yang kurang. Jadi, hukum sujud sahwi itu wajib sebagaimana hukumnya sembelihan dalam ibadah haji yang tujuannya sama-sama untuk kesempurnaan ibadah.
Ulama Malikiyyah berkata, sujud sahwi hukumnya sunnah muakadah bagi imam dan orang yang shalat munfarid. Adapun bagi makmum yang masih ikut imam maka tidak ada sujud sahwi baginya, baik ada tambahan atau kekurangan pada sunnah mu'akkadah atau dua sunnah yang ringan karena kekuranggan itu ditanggung oleh imam. Akan tetapi jika lupa pada rakaat setelah imam salam, maka makmum tersebut melakukan sujud sahwi.
Adapun hukumnya makmum masbuq yang mendapatkan satu rakaat bersama imam maka ia sujud qabli bersama imam sebelum mengqadha yang ia tinggalkan, jika memang imamnya sujud. Namun jika tidak, maka si makmum sujud sendiri sebelum menyelesaikan tanggungannya. Kemudian mengakhirkan sujud ba'di bersama imam, dan si makmum melakukan sujud setelah imam salam. Jika mendahuluinya maka shalatnya batal.
Ulama Syafi'iyyah berkata, sujud sahwi itu hukumnya sunnah bagi imam dan orang yang shalat munfarid. Adapun bagi makmum maka tidak ada sujud sahwi baginya karena makmum dibawah tanggungan imamnya, seperti halnya dengan qunut dan lain sebagainya. Adapun makmum yang berbicara dalam shalat maka tidak termasuk dalam tanggungan imam karena hakikatnya ia tidak mengikuti imam atau tidak makmum.
Sujuh sahwi hanya wajib pada satu hal, yaitu ketika dalam posisi menjadi makmum dan imamnya melakukan sujud sahwi, meskipun makmumnya masbuq, namun tetap harus mengikuti imam. Dan jika tidak ikut sujud sahwi bersama imam maka shalatnya batal, dan wajib mengulang shalatnya jika tidak berniat mufaraqah atau memisahkan diri dari imam. Kecuali jika makmum tahu bahwa imam salah melakukan sujud sahwi karena tidak ada sesuatu yang menjadikannya sujud sahwi. Jika ada orang masbuq bermakmum pada orang yang lupa setelah diikuti atau sebelumnya maka menurut pendapat yang shahih makmum itu harus ikut sujud bersamanya, dan disunnahkan juga untuk sujud sendiri pada akhir shalatnya.
Jika imam tidak melakukan sujud sahwi, maka makmum juga tidak wajib sujud sahwi, hanya disunnahkan.
Jika imam shalat Jumat lupa dan para makmum ikut bersujud bersamanya, lantas ternyata salah maka mereka menyempurnakan shalat Zhuhur dan sujud dua kali pada akhir shalat, karena sudah jelas bahwa sujud yang pertama bukanlah sujud di akhir shalat. Jika seseorang mengira atau berkeyakinan dirinya lupa, lantas ia melakukan sujud sahwi, namun kemudian ternyata ia ingat maka ia tetap sujud menurut pendapat yang lebih shahih karena ia menambahkan dua sujud karena lupa. Pegangannya adalah bahwa lupa dalam sujud sahwi itu tidak mendatangkan sujud sedangkan lupa tidak sujud maka harus sujud sahwi.
Ulama Hanabilah berkata, “Sujud sahwi itu hukumnya wajib, namun terkadang hukumnya bisa menjadi mandub dan mubah.”
Berikut ini hal-hal yang mewajibkan sujud sahwi: Pertama, setiap sesuatu yang jika disengaja membuat batalnya shalat, baik dalam penambahan maupun pengurangan, seperti misalnya tidak menjalankan rukun fi'li dalam shalat, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat.” Kedua, meninggalkan hal yang wajib dalam shalat karena lupa, seperti tidak membaca tasbih dalam ruku dan sujud. Ketiga, bimbang di tengah-tengah shalat, seperti bimbang dalam rukun atau dalam jumlah rakaat yang sudah dilakukan. Keempat, melagukan bacaan ayat dalam shalat hingga mengubah makna, baik lupa maupun tidak tahu.
Sujud sahwi hukumnya mandub jika melakukan perbuatan atau mengucapkan bacaan yang masyru', selain salam, tetapi tidak pada tempatnya, baik karena lupa maupun sengaja. Contohnya seperti membaca tasyahud pada posisi berdiri dan membaca surah atau ayat pada dua rakaat terakhir. Sujud sahwi hukumnya mubah jika meninggalkan sunnah-sunnah shalat.
Perincian di atas berlaku untuk imam dan orang yang shalat munfarid. Adapun untuk makmum, sujud sahwinya harus mengikuti imam karena jika imam sujud sahwi dan ia tidak maka shalatnya batal. Makmum masbuq juga sama, harus mengikuti imam dalam sujud sahwi meskipun ia tidak ikut melakukan kesalahan yang menyebabkan sujud sahwi. Jika makmum masbuq hanya mendapatkan satu kali sujud sahwi bersama imam, maka ia harus sujud sekali lagi ketika imam selesai salam.





PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)