BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


10. RUKUN KESEPULUH: TUMA’NINAH DALAM GERAKAN-GERAKAN TERTENTU

Menurut pendapat jumhur atau mayoritas ulama (rukun menurut Malikiyah, Hanabilah dan sebagian Syafi’iyyah, dan sebagian yang lain menganggapnya syarat dalam rukun), tuma’ninah termasuk rukun atau syarat rukun dalam rukuk, i'tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Sedangkan menurut Hanafiyyah, tuma’ninah hanyalah wajib karena ada perintah dalam hadits tentang orang yang shalatnya jelek. Hadits itu berbunyi, “Jika engkau hendak mendirikan shalat, maka berdirilah dan bertakbir. Kemudian bacalah ayat atau Surah Al-Qur'an yang mudah bagimu. Setelah itu, rukuklah hingga tenang dalam rukul kemudian bangkitlah dari rukuk hingga benar-benar berdiri i'tidal. Kemudian sujudlah hingga tenang dalam sujud. Lakukanlah itu dalam setiap shalatmu.” Muttafaqun ‘alaihi, dari Abu Hurairah (Nailul Authar jilid 2 halaman 264).
Dalil itu dikuatkan juga dengan hadits riwayat Hudzaifah, bahwa ia pernah melihat seorang lelaki yang rukuk dan sujudnya tidak sempurna. Lantas Hudzaifah berkata kepadanya, “Shalatmu itu tidak dianggap. Dan jika engkau mati, maka engkau mati dalam keadaan tidak suci yang Allah perintahkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Bukhari) Dilihat secara tekstual, redaksi hadits ini menunjukkan bahwa tuma’ninah itu rukun dalam shalat karena mencakup berdiri juga (Ad-Durrul Mukhtar wa Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 432; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 316; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 157, 159; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 453).         
Tuma’ninah adalah diam setelah gerakan  atau diam di antara dua gerakan sehingga memisahkan misalnya antara bangkit dan turun. Batas minimal tuma’ninah adalah sekadar diamnya anggota setelah gerak. Dalam rukuk misalnya, sebatas memisahkan antara bangkit dan turun sebagaimana pendapat Syafi'iyyah. Kira-kira sekadar cukup untuk membaca dzikir pada saat gerakan itu. Jika lupa dzikirnya, maka cukup dengan diam seukuran lama dzikirnya sebagimana pendapat Hanabilah. Sedangkan madzhab yang shahih adalah tuma’ninah itu diam meski sebentar. Atau, tuma’ninah itu mendiamkan anggota selama bacaan tasbih dalam rukui sujud, dan bangkit dari keduanya sebagaimana pendapat Hanafiyyah. Atau pula, tuma’ninah itu diamnya anggota badan beberapa saat dalam rukun-rukun shalat sebagaimana pendapat Malikiyyah.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)