BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


9. RUKUN KESEMBIIAN: MENGUCAPKAN SALAM

Salam yang pertama sebagai tanda keluar dari shalat ketika posisi duduk, hukumnya fardhu menurut madzhab Malikiyyah dan Syafi'iyyah. Sedangkan menurut madzhab Hanabilah (Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 66; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 177; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 163; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 454; Al-Mughni jilid 1 halaman 551-558; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 315, 321; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 240), kedua salam hukumnya fardhu kecuali dalam shalat jenazah, shalat sunnah, sujud syukur dan sujud tilawah. Karena itu, tanda selesai shalat menurut Malikiyyah dan Syafi'iyyah adalah setelah salam pertama, sedangkan menurut Hanabilah adalah ketika selesai salam kedua.
Dalil yang mereka gunakan adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi, “Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya mulai dari takbir dan penghalalannya setelah salam.” HR. Muslim. Hakim berkata, “Shahih menurut syarat Muslim, dan ini hadis mutawatir yang diriwayatkan tujuh sahabat.” (An-Nudzum Al-Mutanaatsirah halaman 57)
Juga, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkan salam tiap akhir shalat dan tidak pernah meninggalkannya. Hadits riwayat Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, "as-salaamu'alaikum warahmatullaah, assalaamu 'alaikum warahmatullah," hingga terlihat warna putih pipi beliau. HR lima dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi. Ditambah lagi hadits riwayat Amir bin Sa'd dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah saw mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri hingga terlihat warna putih pipi beliau.” (HR Ahmad, Muslim, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. Lihat Nailul Authaar jilid 1 halaman 292)
Beliau juga bersabda, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” HR. Bukhari.
Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama yang mengajarkan ilmu kepadaku sepakat, bahwa shalatnya orang yang hanya mengucapkan sekali salam itu hukumnya boleh.”
Ulama Hanafiyyah (Fathul Qadir jilid 1 halaman 225; Tabyinul Haqa’iq jilid 1 halaman 104; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 418; Al-Bada’i jilid 1 halaman 113) berkata, “Mengucapkan salam dalam akhir shalat itu hukumnya bukan fardhu, melainkan wajib. Dan kedua salam juga hukumnya wajib. Jika seseorang duduk selama kadar membaca tasyahud, lantas ia keluar dari shalat dengan mengucapkan salam atau pembicaraan, atau melakukan sesuatu, atau berhadats, maka itu sudah cukup, artinya boleh. Yang fardhu dalam hal ini adalah keluar dari shalat dengan cara apa pun terserah orang yang shalat. Dalilnya hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang telah disebutkan di atas, yaitu, “Jika engkau telah menyelesaikan hal ini, maka shalatmu telah sempurna.” Karena, dalam hadits orang yang shalatnya jelek tidak disebutkan mengucapkan salam. Jadi menurut mereka, tanda selesai shalat adalah dengan salam pertama sebelum ucapan Alaikum.”
Dalil lain yang menunjukkan bahwa mengucapkan salam di akhir shalat tidak fardhu, dan yang fardhu di akhir shalat hanyalah duduk selama kadar membaca tasyahud adalah hadits Abdullah bin Amr ibnul Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika imam telah selesai shalat dan duduk, lantas berhadats sebelum berbicara, maka shalatnya sudah dianggap sempurna. Begitu juga makmum di belakangnya yang telah menyempurnakan shalat.” HR. At-Tirmidzi, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi. Imam At-Tirmidzi berkata, hadis ini sanadnya tidak kuat. Para perawi bingung menilai sanadnya (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 63).
Hadits ini dikuatkan oleh hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata, “Jika selesai membaca tasyahud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap ke arah kami lantas bersabda, 'Siapa saja yang berhadats setelah selesai membaca tasyahud, maka shalatnya sudah sempurna.” HR. Abu Nu’aim Al-Ashfahani. Hadis ini gharib. Perawi lain meriwayatkan hadis ini secara mursal. Ibnu Abi Syaibah dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan hadis ini, namun lewat Ali (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 63).

Redaksi Salam:

Redaksi salam paling pendek yang sudah dapat mencukupi kewajiban salam adalah dengan mengucapkan, “Assalaamu” tanpa tambahan “Alaikum,” sedangkan redaksi lengkapnya yang hukumnya sunnah adalah mengucapkan, “Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh,” sebanyak dua kali.
Seorang imam ketika mengucapkan dua salam ke kanan dan ke kiri, hendaknya meniatkan kedua salam itu untuk para malaikat dan kaum Muslimin baik dari golongan manusia maupun jin. Dan disunnahkan untuk tidak memanjangkan dan tidak mempercepat pengucapan salam, karena ada hadits riwayat Abu Hurairah berbunyi, “Membuang taslim hukumnya sunnah.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Ibnul Mubarak berkata, “Maksud hadits itu adalah tidak memanjangkan pengucapan salam.”
Menurut Syafi'iyah dan Hanabilah, redaksi salam yang sudah cukup untuk diucapkan adalah, “Assalaamu'alaikum.” Mengucapkannya sekali sudah cukup menurut Syafi'iyyah, namun menurut Hanabilah harus dua kali. Adapun redaksi yang sempurnanya adalah, “Assalamu'alaikum warahmatullah” sebanyak dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, sambil berniat mengucapkan salam itu kepada para malaikat, manusia, dan jin. Untuk imam ada niat tambahan lagi ketika salam, yaitu diniatkan salamnya kepada para makmum. Dan bagi makmum yang berada di sebelah kanan imam dengan salam kedua, menurut madzhab Syafi'i. Sedangkan untuk makmum yang berada di sebelah kiri, dengan salam pertama. Adapun yang berada di belakang Imam, maka boleh membalas salam itu dengan salam pertama ataupun kedua.
Dalil pendapat ini adalah hadits riwayat Samurah bin Jundab. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita untuk menjawab salam imam, untuk saling mencinta, dan saling mengucapkan salam di antara kita.” HR. Ahmad dan Abu Dawud.
Ulama Hanafiyyah berkata, “Makmum disunnahkan menjawab salam imam dengan salam pertama, jika ia berada di arah kanan, dan dengan salam kedua jika ia berada di arah kiri. Jika imam berada di hadapannya, maka niat menjawabnya dengan dua salam sekaligus. Disunnahkan juga bagi munfarid untuk meniatkan salamnya kepada malaikat.”
Menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah, “Penambahan kalimat, “Wa barakaatuh' pada redaksi salam tidak termasuk sunnah.” Dalil mereka sama dengan dalil yang dipakai oleh Hanafiyyah, yaitu hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang telah disebutkan di atas, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam ke arah kanan dan kiri, Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi, Assalaamu'alaikum wa rahmatullahi,' hingga terlihat warna putih pipi beliau.”
Jika ucapan salam itu dibalik menjadi “Alaikum salam,” maka menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah hukumnya tidak boleh. Pendapat yang lebih shahih menurut mereka adalah “Salaam'alaikum.”

Niat Keluar dari Shalat dengan Mengucapkan Salam

Pendapat yang lebih shahih menurut Syafi'iyyah adalah niat keluar dari shalat itu tidak termasuk wajib, karena dianalogikan dengan ibadah-ibadah lainnya. Selain itu, niat yang sebelumnya sudah otomatis mengeluarkannya dari shalat-shalat lain.
Akan tetapi, Malikiyyah mengatakan niat keluar dari shalat itu sunnah, dan ini pendapat yang mu'tamad dari mereka.
Sedangkan Hanabilah berpendapat bahwa niat keluar dari shalat itu sunnah dengan dua salam, karena untuk membedakan antara satu shalat dengan shalat lainnya. Jika tidak niat keluar, maka shalatnya batal. Imam Ahmad sendiri mengatakan bahwa hal itu tidak sampai menyebabkan batalnya shalat. Bahkan, juga tidak sunnah menjawab salam bagi imam dan makmum. Jika niat keluar dari shalat bersamaan dengan mengucapkan salam kepada para malaikat, imam, dan makmum, maka itu hukumnya boleh karena hadits riwayat Samurah yang terdapat pada Sunan Abu Dawud, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh kami untuk menjawab salam imam, dan beliau juga menyuruh agar kita saling mengucapkan salam.” Sebagian ulama Hanabilah berkata, “Salam pertama diniatkan untuk keluar dari shalat, sedangkan salam kedua diniatkan untuk para malaikat dan makmum, jika ia menjadi imam dan diniatkan untuk menjawab imam dan para malaikat, jika ia menjadi makmum.”
Sependek-pendek salam yang mencukupi untuk diucapkan menurut madzhab Maliki adalah kalimat “Assalaamu'alaikum” dengan bahasa Arab, boleh juga dengan kalimat “Salaamun 'alaikum.” Namun salam yang sempurna adalah kalimat, “Assalaamu'alaikum warahmatullaah wa barakaatuh,” karena hadits riwayat Abu Dawud dari Wa'il bin Hujrin, yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya, juga Ibnu Majah dalam Sunannya yang bersumber dari Ibnu Mas'ud. (Nailul Authar jilid 2 halaman 294)
Menurut madzhab Maliki yang masyhur, seorang makmum disunnahkan mengucapkan salam sebanyak tiga kali. Pertama untuk niat keluar dari shalat. Kedua untuk menjawab imam, dan yang ketiga untuk menjawab salam seseorang yang ada di sebelah kirinya, kalau memang ada orang.
Disunnahkan juga bagi seorang makmum untuk menjawab salamnya imam, orang yang di sebelah kirinya jika ada, dan orang yang shalat bersamanya meski satu rakaat atau lebih, tidak kurang dari itu.
Adapun dalil bolehnya meringkas salam hanya sekali, menurut Malikiyyah dan Syafi'iyyah adalah hadits dari Aisyah. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengucapkan salam hanya sekali ke hadapan beliau.” Dan juga hadits Salamah ibnul Akwa', ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan salam hanya sekali.” Karena, salam pertama itu sudah menjadi tanda keluar dari shalat sehingga tidak disyariatkan salam kedua. HR. Ibnu Majah.
Adapun dalil wajibnya salam dua kali menurut Hanafiyyah dan Hanabilah adalah hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang telah disebutkan di atas. Dikuatkan juga dengan hadits riwayat Jabir bin Samurah yang terdapat dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cukuplah bagi salah seorang kalian untuk meletakkan tangannya pada paha, kemudian mengucapkan salam kepada saudaranya dan kepada orang di kanan dan kirinya.”


PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)