Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
11. RUKUN KESEBELAS : MENERTIBKAN RUKUN-RUKUN SESUAI
DENGAN SHALAT YANG DICONTOHKAN OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
Tertib dalam shalat menurut mayoritas ulama
hukumnya rukun. Wajib dalam hal bacaan dan sesuatu yang terulang dalam satu rakaat.
Fardhu dalam sesuatu yang tidak terulang dalam tiap shalat atau dalam tiap
rakaat, seperti tertibnya urutan berdiri sebelum rukuk tertib urutan rukuk
sebelum sujud, menurut Hanafiyyah dengan mendahulukan niat daripada takbiratul
ihram, dan mendahulukan takbir daripada membaca Surah Al-Faatihah, dan
mendahulukan membaca Surah Al-Faatihah daripada rukuk, dan rukuk sebelum
bangkit darinya, i'tidal sebelum sujud, dan sujud sebelum salam, dan tasyahud
akhir sebelum membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menurut
Syafi'iyyah dan Hanabilah. (Ad-Durrul Mukhtar wa Raddul Mukhtar jilid 1
halaman 429-431; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 317; Hasyiyah
Al-Bajuri jilid 1 halaman 164; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 178; Kasysyaful
Qina’ jilid 1 halaman 455; Asy-Syarhul Kabir lid Darimi jilid 1
halaman 241)
Dalilnya adalah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam shalat dengan tertib. Juga, sebagai pelajaran yang beliau berikan
kepada seorang lelaki yang shalatnya jelek. Selain itu, shalat adalah satu
ibadah yang -menurut mayoritas ulama selain Hanafiyyah- akan batal dengan
berhadats. Karena itu, maka tertib dalam shalat termasuk rukun.
Konsekuensi tertib sebagai rukun menurut mayoritas
ulama sebagaimana dituturkan oleh ulama Syafi'iyyah, yaitu orang yang
meninggalkan tertib secara sengaja, misalnya mandahulukan sujud sebelum rukuk,
maka shalatnya batal menurut ijma ulama, karena dianggap bermain-main. Akan
tetapi jika tidak tertib karena lupa dan tidak melakukannya karena lalai, maka
apa yang dilakukannya setelah perkara yang ditinggalkan termasuk lahwu
karena tidak sesuai dengan tempatnya.
Jika ingat yang telah ditinggalkan sebelum sampai
pada rakaat lain, maka ia harus langsung melakukannya. Dan jika terlambat, maka
shalatnya batal. Jika tidak ingat hingga sampai pada rakaat berikutnya, maka
bagian shalat yang ditinggalkan itu disempurnakan pada akhir shalat, seperti
sujud kedua dan menyempurnakan yang lainnya karena ia telah melalaikan antara keduanya.
Jika yakin dalam akhir shalat ia telah
meninggalkan sujud pada rakaat terakhir, maka ia harus bersujud dan mengulang
tasyahudnya.
Jika sujud yang ditinggalkan itu bukan pada
rakaat terakhir atau ia bimbang antara sujud terakhir atau bukan, maka ia harus
menambah satu rakaat lagi karena rakaat yang kurang itu sudah sempurna dengan
sujud dari rakaat setelahnya, dan ia meninggalkan yang lain.
Jika dalam posisi berdiri pada rakaat kedua ia
ingat belum melakukan sujud pada rakaat pertama, jika ia telah duduk setelah
sujudnya meski untuk istirahat, maka ia harus langsung bersujud dari posisi berdiri.
Namun jika belum duduk, maka ia harus duduk terlebih dahulu baru sujud.
Jika dalam shalat empat rakaat ia lupa
meninggalkan dua sujud atau lebih dan ia tidak ingat pada rakaat berapa, maka
ia harus mengulang dua rakaat karena mengambil pertimbangan yang minim.
Sehingga, rakaat pertama diganti dengan sujud dari rakaat kedua, dan membiarkan
yang lain. Sedangkan rakaat ketiga diganti dengan sujud dari rakaat keempat, dan
membiarkan yang lain.
Jika setelah salam baru ingat belum melakukan
salah satu rukun: jika berupa niat atau takbiratul ihram, maka shalatnya batal.
Namun jika selain dua hal itu, maka ia harus melanjutkan shalatnya asal belum
lama dari salam dan tidak melakukan sesuatu yang membatalkan shalat, seperti
memegang benda najis. Kalau sekadar berbalik, tidak menghadap kiblat, atau
berbicara hanya sedikit, maka tidak apa-apa untuk melanjutkan dan melengkapi shalatnya.
Akan tetapi jika jaraknya dari salam sudah lama, maka ia harus mengulang shalatnya
kembali.
Adapun konsekuensi jika tertib dalam shalat
hukumnya wajib dalam hal-hal yang terulang tiap rakaat, menurut madzhab Hanafiyyah
adalah jika seseorang mendahulukan sujud daripada rukuk, maka sujudnya tidak
dianggap dan ia harus melakukan sujud lagi. Jika ia melakukan sujud lagi, maka
shalatnya sah karena sudah memenuhi urutan tertib shalat sesuai aturan. Namun,
ia harus sujud sahwi karena ia mendahulukan sujud daripada rukuk.
Jika seseorang dalam posisi duduk terakhir lantas
teringat akan sujud shulbiyyah (sujud yang termasuk bagian dari shalat,
hukum sujud ini seperti hukumnya sujud tilawah, karena ketika datang pada
shalat maka diberikan hukum shulbiyyah), maka ia harus melakukan sujud
itu dan mengulang duduknya. Kemudian, menambahkan sujud sahwi karena disyaratkan
harus berurutan antara duduk dan gerakan sebelumnya. Duduknya batal karena
kembali pada sujud shulbiyyah atau sujud tilawiyyah.
Jika seseorang tidak melakukan rukuk, maka ia
harus mengqadhanya bersama sujud setelahnya. Jika teringat berdiri atau membaca
Surah, maka ia shalat satu rakaat.
Jika
lupa sujud pada rakaat pertama, maka ia harus mengqadhanya meskipun setelah salam
sebelum berbicara. Kemudian membaca tasyahud dan melakukan sujud sahwi.
Kemudian membaca tasyahud hanya sampai pada kalimat “Abdulu wa Rasuuluh.”
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments