BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

5. RUKUN KELIMA: BANGKIT DARI RUKUK DAN I'TIDAL

Abu Hanifah dan Muhammad berkata (Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 432-433; Fathul Qadir jilid 1 halaman 210), “Bangkit berdiri dari rukuk, i'tidal (berdiri tegak), dan duduk di antara dua sujud itu hukumnya wajib, bukan rukun karena itu termasuk dari bagian tuma’ninah (modifikasi rukun). Allah Ta’ala berfirman yang artinya, 'Rukuklah kamu, sujudlah kamu.”' (Al-Hajj: 77)
Rukuk itu sudah bisa terlaksana hanya dengan membungkuk, dan yang diperintahkan hanya rukuk, sujud, dan berdiri. Hanya itu yang fardhu. Adapun perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya jelek, “Kemudian bangkitlah hingga tegak berdiri,” ini menunjukkan hukum wajib karena hanya berdasarkan hadits Ahad. Konsekuensinya jika meninggalkan hal itu karena lupa, maka ia harus menggantinya dengan sujud Sahwi. Dan jika meninggalkannya dengan sengaja, maka hukumnya sangat makruh dan harus mengulang shalatnya untuk menyermpurnakan shalat yang pertama, karena fardhu itu tidak diulang.
Dari sini kita tahu bahwa pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanafi adalah pendapat yang mengatakan bahwa berdiri dari rukuk, duduk di antara dua sujud, dan i'tidal itu hukumnya sunnah. Ada iuga sebagian ulama mereka yang mengatakan hukumnya wajib, dan ini adalah pendapat yang sesuai dengan dalil. Pendapat inilah yang benar dan dipegang oleh Imam Kamal bin Humam dan ulama-ulama Hanafiyyah lain setelahnya.
Abu Yusuf dan ulama madzhab lain berkata (Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 432-433; Fathul Qadir jilid 1 halaman 210; Al-Lubab jilid 1 halaman 73; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 62; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 313, 318; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 165-170; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 75; Al-Mughni jilid 1 halaman 508, 516; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 452; Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 130), “Bangkit dari rukuk, i'tidal berdiri dengan tuma’ninah itu termasuk rukun atau fardhu dalam shalat.”
I'tidal maksudnya adalah kembali pada keadaan sebelum rukuk, baik itu berdiri maupun duduk, atau melakukan sesuai kemampuannya jika memang lemah. I'tidal juga harus niat, tidak boleh dengan tujuan lainnya. Jika misalnya, seseorang bangkit dari rukuk karena takut ada ular atau sebab lain, maka tidak dianggap i'tidal sebagaimana dijelaskan oleh madzhab Syafi'i.
Jika seseorang sujud tanpa i'tidal, maka shalatnya tidak sah karena meninggalkan salah satu rukun dari rukun-rukun shalat. Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi mengenai orang yang shalatnya jelek, yaitu sabda beliau, “Kemudian bangkitlah hingga tegak berdiri.” Ini juga yang dipraktikkan oleh Nabi tiap harinya, dan beliau “Shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.”Dalam hadits di atas, lengkapnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganggap orang itu belum shalat karena meninggalkan i'tidal dan tuma’ninah, Dari hadits itu dapat kita ambil kesimpulan bahwa kedua hal tersebut termasuk rukun dalam shalat, dan termasuk juga bangkit dari rukuk.

PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab


The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)