Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
4. RUKUN KEEMPAT: RUKUK
Rukuk secara etimologi artinya membungkuk, sedangkan
secara terminologi artinya membungkukkan kepala dan punggung bersamaan dengan
memegang kedua lutut. Sederhananya, rukuk adalah membungkuk sambil memegangi
kedua lutut. Detailnya, rukuk adalah meluruskan punggung dan leher
(membungkukkan keduanya hingga lurus seperti papan yang lurus horisontal)
mengikuti apa yang telah dituturkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya. Yakni,
dengan cara meluruskan kedua kaki dan paha, meluruskan antara kepala dan
pantat, memegang kedua lutut dengan kedua tangan sambil merenggangkan jari-jari
menghadap kiblat. Posisi kepala lurus, tidak diangkat ke atas dan juga tidak
terlalu menunduk. Kedua siku direnggangkan ke samping bagi lelaki, dan
dirangkapkan bagi perempuan. Untuk orang yang bungkuk, boleh sedikit membungkuk
lagi jika memang mampu (Fathul Qadir jilid 1 halaman 193, 208;
Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 416; Asy-Syarhush Shaghir jilid 1
halaman 313; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 62; Mughnil Muhtaj jilid
1 halaman 163; Al-Mughni jilid 1 halaman 499; Kasysyaful Qina’ jilid
1 halaman 452; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 74).
Adapun dalil wajibnya rukuk adalah firman Allah
Ta’ala yang berbunyi, “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (Al-Hajj: 77) Juga hadits tentang seseorang yang shalatnya jelek,
“Kemudian rukuklah hingga tenang dalam keadaan rukuk.” Juga, ijma yang
menguatkan dalil wajibnya rukuk dalam shalat.
Sedangkan untuk dalil meletakkan kedua tangan
pada lutut adalah sebuah hadits yang dituturkan oleh Abu Humaid mengenai sifat shalat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Aku pernah melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam rukuk sambil meletakkan kedua tangan beliau pada
kedua lutut, lantas membungkukkan punggung beliau.” Maksudnya, membungkuk
hingga lurus.
Sedangkan dalil merenggangkan jari-jari adalah
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Mas'ud Uqbah bin Amr bahwa ketika rukuk
ia membuka tangan dan meletakkannya pada kedua lutut, lantas merenggangkan
jari-jari. Kemudian ia berkata, “Begitulah aku melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam shalat.” Hadis riwayat Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i (Nailul
Authar jilid 2 halaman 243).
Adapun dalil menjaga keseimbangan kepala, tidak
terlalu naik dan tidak terlalu turun adalah hadits dari Aisyah. Ia berkata, “Jika
rukuk dalam shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengangkat kepala
dan tidak menurunkannya, tetapi beliau menjadikannya seimbang.” (muttafaqun
‘alaihi). Dalil ini dikuatkan juga dengan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam yang berbunyi, “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
rukuk maka jika ada mangkuk diletakkan di atas punggung beliau, niscaya mangkuk
itu tidak bergerak karena punggung beliau dalam keadaan lurus.”
Menurut madzhab Syafi'i dan Hambali, rukuk
disyaratkan bukan untuk yang lain. Artinya jika ia membungkuk turun untuk
tilawah, maka hal itu tidak boleh.
Tumaininah dalam rukuk: batas minimal tuma’ninah dalam rukuk itu adalah
berdiam dalam keadaan rukuk hingga semua anggota tenang selama kira-kira
selesai membaca tasbih pada rukuk, sujud, dan ketika bangkit dari keduanya. Tuma’ninah
ini hukumnya wajib menurut madzhab Hanafi karena perintah dalam firman Allah
Ta’ala hanyalah untuk rukuk dan sujud, “Rukuklah
kamu, sujudlah kamu.” (Al-Hajj: 77) tidak menyebutkan tuma’ninah. Akan
tetapi, mayoritas ulama berpendapat bahwa tuma’ninah itu fardhu berdasarkan
hadits orang yang shalatnya jelek, “Kemudian rukuklah hingga tenang dan tuma’ninah
dalam rukuk.” Abu Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Sejelek-jelek pencuri adalah orang yang mencuri
dalam shalatnya.” Dikatakan, “Ya Rasulullah, bagaimana maksudnya orang
mencuri dalam shalatnya?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak
menyempurnakan rukuk, sujud dan kekhusyukannya.” Hadis riwayat dan Hakim
dari Abu Qatadah Ath-Thayalisi (Nailul Authar jilid 2 halaman 268).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda, “Tidaklah cukup shalat seseorang yang tidak menegakkan punggungnya
dalam rukuk dan sujud.” Hadis riwayat Imam Al-Bukhari.
Akan
tetapi Abu Hanifah dan Muhammad berkata, “Hadits-hadits yang dijadikan dalil
ini termasuk hadits Ahad, jadi hukumnya tidak sampai menjadikan fardhu pada
firman Allah Ta’ala yang berbunyi, “Rukuklah kamu, sujudlah kamu.” (Al-Hajj:
77) Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penghapusan nash mutawatir, hanya
karena hadits Ahad. Karena, menurut mereka penambahan hukum terhadap nash itu
dianggap menghapus. Akan tetapi, berbeda dengan pendapat Abu Yusuf yang
mengatakan bahwa tuma’ninah itu termasuk fardhu, padahal dia juga termasuk
ulama madzhab Hanafi.
PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments