(1) Pengertian Ithnad (Definisi, Tathwil & Hasywu); (2) Faedah/Manfaat/Tujuan & Bentuk-Bentuk Ithnab (Dzikr Al-Khash Ba’da Al-‘Amm, Dzikr Al-‘Amm Ba’da Al-Khas, Al-Idhah Ba’da Al-Iham, Dzikr Al-Khas Ba’da Al-‘Amm, Dzikr Al-‘Amm Ba’da Al-Khas, Al-Ighal, Al-Tadzyil, Al-Tikrar, Al-I’tiradh, Al-Ihtiras, Al-Tausyi’, Al-Tatmim).
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
BAB 9 : ITHNAB (الإطناب) I. PENGERTIAN ITHNAB (تعريف الإطناب) Ithnab adalah (زيادةُ اللفظِ على المعنى لفائدةٍ، أو هو تأديةُ المعنَى بعبارةٍ زائدةٍ عن متعارفِ أوساطِ البلغاءِ، لفائدةِ تقويتِه وتوكيدِه) menambah lafaz atas maknanya. Penambahan tersebut mempunyai fungsi dan makna. Dalam pengertian lain mendatangkan makna dengan perkataan yang melebihi apa yang telah dikenal oleh orang banyak yang berfungsi untuk menguatkan dan mengkokohkannya. Ithnab adalah salah satu bentuk Uslub kebalikan dari Ijaz. Dari penjelasan definisi tersebut jelas bahwa penambahan lafaz pada Ithnâb signifikan dengan maknanya. Tathwil (التطويل) yaitu (فإذا لم تكنْ في الزيادةِ فائدةٌ إنْ كانتِ الزيادةُ غير متعينة) apabila penambahan itu tidak ada signifikansinya dan tidak tertentu. Contoh ucapan Addi Al-Ubbadi tentang Juzaimah Al-Abrasiy: (وَقَدَّتِ الأَدِيْمَ لِرَاهشَيْهِ ... وَأَلْفَى قَوْلَهَا كَذِبًا وَمَيْنًا). Pada syair ini terdapat kata (المين) dan (الكذب). Kedua kata tersebut artinya sama yaitu dusta. Dari kedua kata tersebut tidak jelas mana yang tambahan dan mana yang asli. Sebab, meng-athaf-kan dengan Wawu tidak memberikan Faedah arti tertib, tidak mengiringi dan juga tidak bersamaan. Hasywu (الحشو) yaitu (فإذا لم تكنْ في الزيادةِ فائدةٌ إنْ كانتِ الزيادةُ متعينة) apabila tambahannya tertentu. Seperti ucapan Zuhair bin Abi Salma yang ia ucapkan pada perdamaian yang terjadi antara Qais dan Dzibyan: (ﻭَﺃَﻋْﻠَﻢُ ﻋِﻠْﻢَ ﺍﻟﻴَﻮْﻡِ ﻭَﺍﻷﻣْﺲِ ﻗَﺒْﻠَﻪُ ﻭَﻟَﻜِﻨَّﻨِﻲْ ﻋَﻦْ ﻋِﻠْﻢِ ﻣَﺎ ﻓِﻲْ ﻏَﺪٍ ﻋَﻤِﻲْ). Lafaz (ﻗَﺒْﻠَﻪُ) menunjukkan arti yang sama dengan (ﺍﻷﻣْﺲِ) kemarin, dan tambahan itu nyata sebagai tambahan karena tidak sah meng-athaf-kannya pada lafaz (ﺍﻟﻴَﻮْﻡِ). II. FAEDAH/MANFAAT/TUJUAN & BENTUK-BENTUK ITHNAB (فوائده) (ذكر الخاص بعد العام) Menyebut yang khusus setelah umum. Faidahnya untuk mengingatkan keutamaan atau kelebihan yang khusus. Contoh: Kalimat: (ﺇﺟْﺘَﻬِﺪُﻭْﺍ ﻓِﻲْ ﺩُﺭُﻭْﺳِﻜُﻢْ ﻭَﺍﻟﻠُّﻐَﺔِ ﺍﻟﻌَﺮَﺑِﻴَّﺔِ). Faidahnya untuk mengingatkan atas keutamaan lafadz khusus itu, seolah-olah karena keutamaannya ia seperti jenis yang berbeda pada lafadz sebelumnya. Surah Al-Qadr ayat 4: (تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوْحُ). Pada ayat ini, Allah Ta’ala menyebutkan kata (الروح) setelah (الملائكة). Padahal kata (الروح) merupakan bagian dari (الملائكة). Penyebutan Ruhul Qudus (Jibril) setelah malaikat merupakan penghormatan Allah Ta’ala kepadanya. Hal ini seakan-akan Jibril berasal dari jenis lain. Faedah penambahan kata tersebut untuk menghormati sesuatu yang khas. (ذكر العام بعد الخاص) Menyebut yang umum setelah khusus. Fungsinya untuk menegaskan keumuman dan menyeluruh serta perhatian pada yang khusus. Contoh Surah Al-Nuh ayat 28: (رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنتِ). Pada ayat di atas terdapat Ithnâb, karena ada penyebutan sesuatu yang umum setelah yang khusus. Penyebutan yang umum setelah yang khusus memberi makna bahwa kata-kata yang khusus itu tercakup oleh yang umum dengan memberikan perhatian pada sesuatu yang khusus dengan disebut dua kali. (الإيضاح بعد الإيهام) Menjelaskan makna yang samar. Yaitu menyebutkan lafaz yang jelas setelah kata yang samar. Faedahnya untuk memperkuat penjelasan suatu makna kepada. Atau penyebutan lafaz yang bermakna jelas setelah disebutkannya lafaz yang bermakna samar. Contoh: Surah Al-Ghasyiyah ayat 1-2: (هَلْ أَتَاكَ حَدِيْثُ الغَاشِيَةِ ... وُجُوْهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَة). Ayat yang kedua merupakan penjelasan dari kata (الْغَاشِيَةِ). Dan Surah Al-Syu’ara’ ayat 132: (ﺃَﻣَﺪَّﻛُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮْﻥَ ﺃَﻣَﺪّﻛُﻢْ ﺑِﺄَﻧْﻌَﺎﻡٍ ﻭَﺑَﻨِﻴْﻦَ). (الإيغال) Mengakhiri pembicaraan dengan ucapan yang berfaedah, meskipun kalam itu cukup tanpa ucapan tersebut seperti makna Mubalaghah. Contoh: Surah Al-Baqarah ayat 212: (وَاللهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ). Firman Allah Ta’ala: (اِتَّبِعُوْا المُرْسَلِيْنَ ... اِتَّبِعُوْا مَنْ لَا يَسْأَلُكُمْ أَجْرًا وَهُمْ مُهْتَدِيْنَ). Sudah dimaklumi bahwa para Rasul Allah itu mendapat hidayah. Dengan penjelasan bahwa mereka mendapat hidayah dapat mendorong kepada pendengar untuk mengikuti mereka. Ungkapan Ithnab pada ayat di atas adalah (وَهُمْ مُهْتَدِيْنَ). (التذييل) Mengikutkan suatu kalimah kepada kalimah lainnya padahal kalimah yang mengikutinya itu mencakup kepada makna yang terkandung dalam kalimah yang diikutinya. Tadzyil terbagi atas dua macam: Apabila kalimat Jumlah kedua sendirian sudah dapat mencapai tujuan dan tidak bersandar pada kalimat Jumlah sebelumnya, maka ia berlaku sebagai misal. Contoh: (قُلْ جَاءَ الحَقُّ وَزَهَقَ البَاطِلُ إِنَّ البَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا). Lafaz (إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا) adalah kalimat yang mengikuti kalimat yang lain, yang maksudnya adalah untuk menguatkan. Andai kalimat ini tidak diikutkan itu pun maknanya sudah cukup, karena maknanya sudah tercakup pada kalimat sebelumnya. Tidak berlaku sebagai misal, jikalau kalimat kedua bersandar pada kalimat yang pertama dalam memberikan pengertiannya. Contoh Surah Saba’ ayat 17: (ذَلِكَ جَزَيْنَاهُمْ بِمَا كَفَرُوا وَهَلْ نُجَازِي إِلَّا الْكَفُورَ). (التكرار) Tikrar/pengulangan. Yaitu penyebutan lafaz atau kalimat secara berulang-ulang. Tujuannya: (التأكيد) Untuk menguatkan dan memantapkan sesuatu pada hati pendengar, agar timbul rasa takut. Contoh Surah Al-Takastur ayat 3-4: (كَلاسَوْفَ تَعْلَمُونَ ... ثُمَّ كَلَا سَوْفَ تَعْلَمُونَ). (طول الكلام لئلا يجئ مبتورا ليس له طلاوة) Untuk menjaga agar tidak putus, karena ada pemisah yang panjang. Contoh Syair: (ﻭَ ﺇِﻥَّ ﺍﻣْﺮَﺃً ﺩَﺍﻣَﺖْ ﻣَﻮَﺍﺛِﻖُ ﻋَﻬْﺪِﻩِ ﻋَﻠَﻰ ﻣِﺜْﻞِ ﻫَﺬَﺍ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﻜَﺮِﻳْﻢٌ). Pada bait tersebut lafaz (ﺇِﻥَّ) diulang diawal dan diakhir bait, supaya kalam tidak kelihatan terputus. (زيادة الترغيب في العفو) Untuk lebih menyukai dalam meminta maaf. Contoh Surah Al-Taghabun ayat 14: (إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ). (قصد الاستعاب) Untuk menunjukkan cara yang sama. Contoh: (قَرَأْتُ الكِتَابَ بَابًا بَابًا وَفَهِمْتُ كَلِمَةً كَلِمَةً). (استماله المخاطب لقبول الخطاب) Untuk Mengikat Mukhathab agar menerima pernyataan. Contoh Surah Mukmin ayat 38-39: (وَقَالَ الَّذِي آَمَنَ يَا قَوْمِ اتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ الرَّشَادِ # يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ). (التنويه بشأن المخاطب) Untuk memuji keadaan Mukhathab. Contoh Hadis: (الْكَرِيمُ ابْنُ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِمِ السَّلاَمُ). (الترّديدُ وهو تكرارُ اللفظِ متعلقاً بغيرِ ما تعلَّقَ به أولاً) Tardid yaitu mengulangi lafaz yang bergantung dengan selain yang berkaitan dengan yang pertama. Contoh dalam Atsar: (السَّخِىُّ قَرِيبٌ مِنَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ وَالْبَخِيلُ بَعِيدٌ مِنَ اللَّهِ بَعِيدٌ مِنَ الْجَنَّةِ بَعِيدٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنَ النَّارِ). (التلذذُ بذكرهِ) Nikmat untuk menyebutkannya. Contoh: (سقى الله نجداً والسلامُ على نجد # وياحبذا نجدٌ على القُربِ والبعدِ). (الإرشادُ إلى الطريقةِ المثلَى) Petunjuk kepada jalan yang utama. Contoh Surah Al-Qiyamah ayat 34-35: (أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى # ثُمَّ أَوْلَى لَكَ فَأَوْلَى). (الإعتراض أو الجملة الإعتراضية) I’tiradh/sisipan. Yaitu menyisipkan kata-kata di tengah susunan kalimat atau dua kalimat yang bersambung di mana sisipan tersebut tidak memiliki kedudukan dalam I’rab. Faedah: (الدعاء) Untuk Doa. Kalimat: (ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺜَّﻤَﺎﻧِﻴْﻦَ ﻭَﺑُﻠِّﻐْﺘَﻬَﺎ ﻗَﺪْ ﺃَﺣْﻮَﺟَﺖْ ﺳَﻤْﻌِﻲْ ﺇِﻟَﻰ ﺗُﺮْﺟُﻤَﺎﻥِ). Lafaz (ﻭَﺑُﻠِّﻐْﺘَﻬَﺎ) dikatakan Jumlah I’tiradhiyyah. (التنبيهُ على فضيلةِ العلمِ) Untuk peringatan kepada keutamaan ilmu. Contoh: (واعلمْ، فَعِلْمُ الْمَرء يَنْفَعُهُ... أن سَوْفَ يأْتي كُلُّ ما قُدِرا). (التنزيه) Untuk menyucikan. Contoh: (إِنَّ اللهَ –تَبَارَكَ وَتَعَالَى- لَطِيْفٌ بِالعِبَادِ). Makna doa, contoh: (إِنِّي –وَقَاكَ اللهُ- مَرِيْضٌ). (زيادةُ التأكيد) Untuk menambah keyakinan. Contoh Surah Luqman ayat 14: (وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ). (الاستعطافُ) Untuk rasa belas kasihan. Contoh: (وَخُفوقُ قَلْبٍ لَوْ رَأيتِ لَهِيبَهُ # يا جَنّتي لَظَنَنْتِ فيهِ جَهَنّمَا). (التهويلُ) Untuk menakuti. Contoh Surah Al-Waqi’ah ayat 76: (وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ). (الإحتراس) Ihtiras. Yaitu mengungkapkan kata-kata untuk memperjelas makna suatu kalimat yang mungkin mendapatkan celaan dari pendengar. Jadi ihtiras itu terjadi ketika mutakallim menghadirkan suatu makna yang dimungkinkan akan dicela, lalu ia menambahkan dengan suatu makna yang menolaknya. Contoh: Ucapan Penyair (Tharfah bin Abd): (ﻓَﺴَﻘَﻰ ﺩِﻳَﺎﺭَﻙَ ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﻔْﺴِﺪِﻫَﺎ ﺻَﻮْﺏُ ﺍﻟﺮَّﺑِﻴْﻊِ ﻭَﺩِﻳْﻤَﺔٌ ﺗَﻬْﻤِﻲْ). Jika tidak disebutkan lafaz (ﻏَﻴْﺮَ ﻣُﻔْﺴِﺪِﻫَﺎ) maka secara mutlak akan dipahami lebih umum atau mendo’akan kejelekan dengan robohnya rumah, lalu didatangkanlah lafaz tersebut untuk menolak pemahaman yang salah. Surah Al-Insan ayat 8: (وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا). Pada contoh di atas lafaz (على حبه) diungkapkan untuk memperjelas makna yang mungkin kebanyakan orang memberi itu dari harta lebih atau apabila dalam keadaan kaya. Kata tersebut menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun mereka tetap memberi makan orang-orang yang berhak. (التوشيعُ) yaitu mendatangkan di akhir perkataan dengan Mutsanna ditafsirkan dengan Mufrad untuk dilihat maknanya dalam dua gambaran, sehingga keluar dalam keduanya dari hal tersembunyi yang liar kepada hal yang terlihat yang ramah. contoh: (العلمُ علمانِ، علمُ الأبدانِ، وعلمُ الأديانِ). (التَّتميمُ) Untuk mendatangkan Ma’mul Fudhlah (Maf’ul, Hal, Tamyiz dan Jar Majrur) sehingga ditemukan dalam makna yang baik karena jika dihapus maka perkataannya akan menjadi biasa. Contoh Surah Al-Insan ayat 8: (وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا).
0 Comments