Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT
3. MELAKUKAN BANYAK GERAKAN SECARA TERUS-MENERUS
Para ulama sepakat akan batalnya shalat karena
melakukan banyak gerak secara terus-menerus, meskipun lupa karena tidak ada
keperluan yang mendorong untuk melakukan hal itu.
a. Menurut Hanafiyyah
Ulama Hanafiyyah berkata, shalat dinyatakan batal
dengan melakukan banyak gerakan yang tidak termasuk gerakan shalat dan bukan untuk
membetulkannya, seperti menambah sujud atau rukuk. Seperti juga, berjalan bukan
untuk memperbarui wudhu bagi orang yang telah berhadats. Akan tetapi,
mengangkat kedua tangan pada tiap takbir selain takbiratul ihram tidak
membatalkan shalat, hanya saja hukumnya makruh. Yang dimaksud banyak gerak adalah
gerakan yang membuat orang lain tidak ragu, bahwa orang yang bergerak itu tidak
dalam shalat. Akan tetapi jika gerakannya itu serupa dengan gerakan shalat,
maka dianggap gerakan ringan menurut pendapat yang lebih shahih.
b. Menurut Malikiyyah
Ulama Malikiyyah berkata, shalat dianggap batal
dengan melakukan banyak gerakan, baik sengaja maupun lupa. Contohnya seperti
menggosok atau menggaruk badan, memegang-megang janggut, meletakkan selendang
di pundak, mendorong orang lewat di depannya, dan berisyarat dengan tangan. Adapun
jika gerakan yang dilakukan itu sedikit sekali, seperti berisyarat dan
menggosok kulit, maka shalatnya tidak batal. Jika gerakan yang dilakukan itu
pertengahan antara banyak dan sedikit, seperti beranjak dari shalat, maka jika
sengaja, shalatnya batal. Namun jika tidak, maka tidak batal.
c. Menurut Syafi'iyyah dan Hanabilah
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah berkata, shalat
dianggap batal dengan melakukan banyak
gerakan, baik sengaja maupun lupa, namun tidak batal jika
gerakannya itu sedikit. Ukuran banyak sedikitnya gerakan ditimbang dengan
ukuran kebiasaan dan adat. Dua langkah dan dua gerakan masih dianggap gerakan sedikit,
namun tiga ke atas berturut-turut menurut Syafi'iyyah sudah termasuk banyak. Maksud
berturut-turut adalah antara gerakan yang satu, kedua, ketiga, dan seterusnya,
dilakukanbersambung tanpa diselingi berhenti.
Shalat juga dianggap batal dengan melakukan lompatan,
karena tidak sesuai dengan gerakan shalat. Namun, shalat tidak batal dengan melakukan
gerakan ringan meski berturut-turut,
seperti menggerak-gerakkan jari sambil memegang tasbih,
atau menggaruk, dan sejenisnya, menurut pendapat yanglebih shahih. Tidak batal
juga dengan menggerakkan lidah atau pelupuk mata, dan kedua bibir.
Boleh hukumnya melakukan gerakan ringan
menurut adat dalam shalat, meski gerakan itu tidak termasuk bagian shalat.
Karena, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri ketika sedang
shalat pernah membukakan pintu untuk Aisyah, juga membopong Umamah dan
meletakkannya lagi. Ada hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam ketika shalat pernah sambil membopong Umamah cucu beliau.
Ketika sujud, beliau meletakkan Umamah, dan ketika bangkit beliau membopongnya
lagi. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam juga menyuruh untuk membunuh ular dan kalajengking meski
kita sedang shalat. Beliau juga menyuruh untuk melepas kedua sandal dalam
shalat.
Boleh juga melakukan banyak gerakan tetapi
terpisah-pisah tidak terus-menerus, Boleh juga melakukan gerakan bagi orang
yang udzur, karena sakit yang mengharuskannya bergerak dan memang tidak mampu
bersabar hingga selesai shalat.
Makruh hukumnya melakukan banyak gerakan secara
terpisah-pisah tetapi tanpa keperluan yang penting. Menurut Ulama Hanabilah, banyak
sedikitnya gerakan itu tidak diukur dengan angka ataupun bilangan.
d. Lain-lain
Menurut pendapat ulama Syafi’iyyah (Hasyiyah
Al-Bajuri ‘alaa Syarh Ibnu Qasim Al-Ghazi jilid 1 halaman 184), bahwa suatu
gerakan dianggap banyak menurut adat adalah gerakan yang lebih dari tiga, meski
dengan anggota yang berbeda-beda, seperti menggerakkan kepala dan tangannya. Bolak-baliknya
tangan dihitung satu gerakan, selama tidak berhenti di antara gerakan itu. Demikian
juga dengan mengangkat kaki, baik kembali pada tempatnya semula maupun tidak. Geraknya
kaki dan kembalinya dihitung dua kali gerakan. Kita tahu bahwa meloncat dalam
shalat tergolong pada gerakan banyak, seperti juga menggerakkan sebagian atau
seluruh badan, meski tanpa menggeser posisi kedua kaki.
Batalnya shalat dengan banyak gerak itu, jika
memang gerakannya menggunakan anggota badan yang berat. Namun jika menggunakan
anggota badan yang ringan, maka tidak membatalkan shalat. Contohnya seperti menggerakkan
jari-jari tanpa menggerakkan telapak tangan ketika memegang tasbih atau sejenisnya.
Seperti halnya dengan menggerakkan lidah, kelopak mata, bibir dan kemaluan, meskipun
berulang kali. Hal itu tidak membatalkan shalat, karena tidak mengurangi posisi
khusyuk dan ta'zhim. Karena itu, gerakan-gerakan itu digolongkan dalam gerakan
ringan atau kecil.
Jika bimbang dalam memutuskan apakah yang dilakukannya
itu termasuk gerakan banyak
atau sedikit, menurut pendapatyang mu'tamad kebimbangan
itu tidak berpengaruh.
Ucapan dalam shalat, baik sedikit maupun banyak
tetap membatalkan shalat. Berbeda dengan gerakan dalam shalat yang tidak membatalkan
shalat, kecuali gerakan itu banyak. Perbedaan ini karena gerakan kecil atau
sedikit dalam shalat masih bisa dimaafkan, karena tidak mengurangi shalat.
Berbeda dengan ucapan yang disengaja, menurut ulama Syafi'iyyah. Adapun ucapan
yang tidak disengaja, maka iika sedikit tidak apa-apa sebagaimana telah
dituturkan di atas.
Menurut Abu Hanifah, membaca mushaf dalam
shalat termasuk hal yang membatalkan shalat karena dua alasan. Pertama,
membawa mushaf, melihat pada Al-Qur'an, dan membolak-balikkan lembar halamannya
termasuk dalam kategori gerakan banyak. Kedua, membaca dari mushaf sama
halnya dengan menirukan bacaan orang lain. Akan tetapi, Abu Yusuf dan Muhammad
membolehkan shalat sambil membaca dari mushaf, hanya saja hukumnya makruh. Imam
asy-Syafi'i dan Imam Ahmad malah membolehkan shalat sambil membaca dari mushaf
secara mutlak tanpa hukum makruh.
Berjalan dalam shalat tidak membatalkan shalat,
selama masih menghadap kiblat, dan langkahnya dibuat putus-putus atau diselingi
berhenti seukuran selesai melakukan satu rukun. Hal ini boleh dan tidak
membatalkan shalat, meski banyak gerak, asal tempatnya tidak berubah atau
melampui masjid, atau melebihi barisan jika memang shalat di padang pasir.
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments