BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
PENJELASAN HAL-HAL YANG MEMBATALKAN SHALAT

9. MURTAD, MATI, GILA DAN PINGSAN

10. BERUBAH NIAT

Shalat dianggap batal karena berubah atau bimbang dalam niatnya, atau berniat untuk membatalkan shalat, atau niat keluar dari shalat, atau membatalkan bagian shalat yang sudah dijalani, atau bimbang apakah sudah niat atau belum. Semua hal ini sudah disepakati dan merupakan hal yang membatalkan shalat.
Menurut ulama Hanafiyyah (Fathul Qadir jilid 1 halaman 285; Ad-Durrul Mukhtar wa Raddul Mukhtar jilid 1 halaman 583; Tabyinul Haqa’iq jilid 1 halaman 158), shalat juga dianggap batal jika berpindah niat, seperti misalnya berniat pindah niat dari shalat satu ke shalat lain. Contohnya seperti orang yang sedang shalat Zhuhur, lantas ia bertakbir untuk shalat Ashar atau shalat sunnah, maka shalat Zhuhurnya batal. Jika seseorang shalat fardhu munfarid, lantas bertakbir dengan niat menjadi makmum atau bertakbir dengan niat menjadi imam untuk kaum wanita, maka shalatnya dengan niat pertama batal dan yang dihitung adalah shalat dengan niat kedua.
Demikian juga jika seseorang shalat dengan niat shalat sunnah atau wajib, atau berniat shalat jenazah, lantas ada niat lagi masuk sehingga bertakbir dengan dua niat, atau bertakbir dengan niat shalat yang kedua, maka niat yang pertama batal, dan yang dihitung adalah shalat yang niatnya paling akhir.
Akan tetapi jika misalnya memulai shalat Zhuhur dan dapat satu rakaat atau lebih, namun kemudian bertakbir dengan niat memulai shalat Zhuhur lagi, maka shalat yang awal tadi tidak batal dan tetap dihitung dalam bilangan rakaat, karena niat yang kedua tidak sah. Kecuali jika niat yang kedua itu berubah dari niat yang awal, seperti misalnya berniat menjadi imam kaum wanita atau berniat menjadi makmum lantas bertakbir dengan nait munfarid. Dalam hal ini, yang dianggap adalah niat shalat yang terakhir, sedangkan niat-niat yang awal batal.
Jika seseorang mengucapkan niat baru dengan lisan, baik berpindah ke shalat yang berbeda maupun masih shalat yang sama, maka yang dianggap adalah niat yang baru diucapkan, dan shalat yang sebelumnya batal karena diselingi dengan ucapan niat tadi.
Kesimpulannya, jika seseorang bertakbir dengan niat shalat baru, maka hukumnya diperinci sebagai berikut.
Jika niat yang kedua itu untuk shalat yang sama dengan yang awal, maka shalatnya tidak batal dan rakaat yang sudah dijalaninya tetap dihitung. Kecuali, jika ia berniat dan mengucapkannya dengan lisan atau berniat menjadi makmum, atau niat menjadi imam untuk kaum
wanita maka shalatnya batal.
Jika niat kedua itu berbeda dengan niat shalat yang pertama, maka shalat pertama batal, baik niatnya dengan hati maupun dengan lisan. Akan tetapi, Imam Asy-Syafi'i sendiri membolehkan mengubah niat shalat fardhu menjadi shalat sunnah mutlak, tanpa membatalkan rakaat yang telah dijalani.




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)