Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto
E. Macam-Macam Pakaian dalam Shalat
Ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah menyebutkan bahwa
pakaian dalam shalat itu terbagi menjadi empat macam (Al-Mughni jilid 1
halaman 582-588; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 64-66).
1. Pakaian yang Cukup
Yaitu, satu kain yang ujungnya dapat menutup aurat,
sedangkan ujung yang lain, menurut Hanabilah, diletakkan di atas bahu. Amr bin Salamah
meriwayatkan bahwa ia pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memakai satu kain di rumah Ummu Salamah dan meletakkan ujung kain lainnya di
bahu beliau. Muttafaqun ‘alaihi.
Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, pernah bersabda, “Jika kainnya lebar maka
selimutkanlah ke tubuh. Namun jika kainnya sempit, maka jadi kanlah sebagai
sarung.” HR. Bukhari dan lainnya.
2. Kain Fadhilah (Melebihi Cukup)
Yaitu, dua kain atau lebih yang digunakan untuk
shalat sehingga lebih dapat menutup aurat. Diriwayatkan dari Umal ia berkata, “Jika
Allah memberikan kelapangan rezeki, maka lapangkanlah. Seorang lelaki
mengumpulkan pakaiannya. Shalat dengan sarung dan selendang, atau dengan sarung
dan kemeja, atau sarung dan baju luar; atau celana dan selendang, atau celana
dan kemeja, atau celana dan kain luat; atau juga celana pendek dan kemeja.”
HR. Bukhari.
Umar berkata lagi, “Jika kalian mempunyai
dua kain, maka shalatlah dengan keduanya. Namun jika hanya punya satu kain,
maka jadikanlah seperti sarung dan jangan membungkuskan kain itu ke badan
seperti cara orang Yahudi membungkus tubuh mereka.” HR. Abu Dawud.
Adapun sunnahnya bagi perempuan adalah shalat
dengan tiga kain, yaitu kerudung untuk menutup kepala dan leher kain untuk menutup
tubuh dan kedua kaki, dan kain luar untuk menutup pakaian. Umar r.a. berkata, “Perempuan
shalat dengan tiga kain, yaitu kebaya, kerudung, dan kain sarung.” Abdullah
bin Umar berkata, “Perempuan shalat dengan kebaya, kerudung, dan selimut
tipis.”
Sunnahnya bagi perempuan untuk memilih jilbab
yang tebal, sehingga bagian tubuhnya tidak terlihat. Dan juga merenggangkan
kain selimut ketika rukuk dan sujud, sehingga pakaian dalamnya tidak terlihat.
3. Pakaian yang Makruh atau Isytimaalush Shamaa'
Yaitu, membungkus tubuh dengan kain dengan mengeluarkan
kedua tangan dari dada, seperti model sekarang ini. Atau disebut iuga idhthiba',
yaitu meletakkan bagian tengah kain di bawah bahu kanan, sedang ujungnya di
bahu kiri sehingga bahu kanannya terbuka. Model pakaian seperti ini telah
dijelaskan dalam makruh-makruh shalat.
Makruh juga hukumnya sadal, yaitu
membiarkan kain atau selendang di atas kedua bahu tanpa dipakai secara wajar
dan tanpa membalikkan salah satu ujungnya pada bahu lain, Makruh juga hukumnya
isbal, yaitu membiarkan ujung kain sebelah bawah sampai ke tanah karena
sombong. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa
saja yang sombong dengan membiarkan ujung kainnya ke tanah, maka Allah tidak akan
melihat kepadanya.” Muttafaqun ‘alaihi.
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Siapa
saja yang melakukan isbal dengan sombong dalam shalat, maka ia tidak beriman
dengan halal dan haram dari Allah.” HR. Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud, At-Tirmidzi
dan An-Nasa’i dari Ibnu Umar. At-Tirmidzi berkata, “Hadis ini shahih.”
Makruh juga bagi lelaki untuk menutup wajah
dan mulutnya ketika shalat. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam melarang seorang lelaki menutup mulutnya.
Diriwayatkan dari Hanabilah tentang makruhnya menutup
hidung. Riwayat sebagian mengatakan makruh karena Ibnu Umar memakruhkannya, sedangkan
sebagian yang lain mengatakan tidak makruh karena larangan dalam hadits
tersebut berlaku dalam menutup mulut, bukan hidung.
Bagi lelaki makruh hukumnya shalat dengan memakai
za'faran, baik pada kain maupun badan, demikian juga dengan warna merah.
Karena, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang laki-laki
memakai za'faran. HR. Bukhari dan Muslim.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ali. Ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarangku memakai kain warna merah.”
Abdullah bin Amr berkata, “Ketika melihat dua kain warna merah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan pakai kain seperti ini, karena ini
pakaian kaum kafir.”
Mengencangkan perut dengan ikat pinggang ketika
shalat tidak makruh hukumnya, begitu juga mengencangkan ikatan kain sarung.
Bagi laki-laki, menurut Hanabilah, makruh hukumnya
memakai kain warna merah, karena hadits Abdullah bin Amr. Ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menjawab salam orang yang memakai
kain warna merah. Ibnul Qayyim berkata, “Terdapat riwayat shahih dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai larangan memakai pakaian yang diwarna
dengan bahan tetumbuhan, dan juga pakaian warna merah.” (Zadul Ma’ad jilid
1 halaman 441)
4. Kain yang Haram Dipakai Terlebih untuk Shalat
Kain model ini ada dua bagian.
(1) Kain yang umum untuk lelaki dan perempuan.
Kain ini ada dua macam, Pertama, kain yang najis. Shalat tidak sah
memakai kain ini karena salah satu syarat sahnya shalat adalah suci. Kedua,
kain ghashab. Menurut mayoritas ulama, shalat menggunakan kain ghashab sah
hukumnya, namun menurut Hanabilah shalatnya tidak sah sebagaimana telah kita
bahas di atas.\
(2) Kain yang haramnya hanya untuk laki-laki, yaitu
kain sutra, kain bersulam atau berlapis
emas. Kain ini haram hanya untuk kaum lelaki, baik untuk
alas tidur maupun dalam shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bersabda, “Haram hukumnya bagi umatku yang laki-laki untuk memakai kain
sutra dan emas. Akan tetapi, keduanya halal bagi kaum wanita.” HR. Abu
Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Musa. Hadis ini hasan shahih.
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Janganlah
kalian memakai sutra, karena siapa saja yang memakainya di dunia maka ia tidak
akan memakainya di akhirat.” Muttafaqun ‘alaihi dari riwayat Umar ibnul
Khaththab.
Para ulama sepakat akan haramnya memakai sutra
bagi kaum lelaki, kecuali jika ada udzur atau halangan lain.
5. Perbedaan Perempuan dengan Lelaki dalam Shalat
Disunnahkan bagi perempuan untuk berbeda dengan
kaum lelaki dalam enam perkara, sebagaimana disebutkan oleh ulama Syaf iyyah.
Pertama: mengumpulkan
anggota tubuh ketika dalam sujud, yaitu dengan menggabungkan kedua siku ke
lambung, dan menempelkan kedua paha pada perut. Adapun bagi lelaki adalah
sebaliknya, yaitu menjauhkan kedua sikunya dari lambung, dan mengangkat
perutnya agar tidak menempel kedua paha. Keterangan ini terdapat dalam hadits
riwayat Imam Al-Baihaqi. Hadits itu berbunyi, "Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah melewati dua orang wanita yang sedang shalat. Lantas
beliau bersabda, 'Jika kalian sujud, maka gabungkanlah anggota ke tanah karena
wanita dalam hal ini tidak sama seperti lelaki."
Kedua: Perempuan
merendahkan suaranya di depan kaum lelaki yang bukan muhrim, sedangkan kaum lelaki
disunnahkan untuk mengeraskan suara bacaan dalam shalat jahriyyah.
Ketiga: Bagi
perempuan untuk menepuk punggung tapak tangan kiri dengan tangan kanan jika
ingin mengingatkan sesuatu dalam shalat, sedangkan bagi kaum lelaki caranya dengan
bertasbih dengan suara tinggi. Keterangan ini berasal dari hadits riwayat
Bukhari Muslim dari Sahal bin Sa'ad. Bunyi haditsnya, "Siapa saja yang
ingin mengingatkan sesuatu dalam shalat maka bertasbihlah. Karena jika ia
bertasbih, maka akan diperhatikan. Akan tetapi, bagi wanita untuk bertepuk
tangan jika ingin mengingatkan.”
Keempat: Seluruh badan
perempuan termasuk aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan
aurat kaum lelaki, hanyalah bagian antara pusar dan kedua lututnya saja.
Kelima: Disunnahkan
mengumandangkan iqamat tanpa adzan bagi kaum perempuan, karena makruh bagi
mereka untuk mengeraskan suara. Adapun bagi lelaki, sunnahnya mengumandangkan
adzan dan iqamat setiap kali hendak mendirikan shalat fardhu menurut Syafi'iyyah.
Keenam:
Perempuan berdiri di tengah-tengah kaum wanita jika menjadi imam, dan berdiri
di belakang kaum lelaki jika imamnya lelaki. Adapun imam lelaki, posisinya di
depan para makmum (Al-Hadramiyyah halaman 33, 46, 51 dan 68).
PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR
Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab
##########
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
MATERI KEILMUAN ISLAM LENGKAP (klik disini)
Artikel Bebas - Tafsir - Ulumul Qur'an - Hadis - Ulumul Hadis - Fikih - Ushul Fikih - Akidah - Nahwu - Sharaf - Balaghah - Tarikh Islam - Sirah Nabawiyah - Tasawuf/Adab - Mantiq - TOAFL
##########
0 Comments