BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

F. Menghadap Wajah Seseorang dalam Shalat, atau Shalat di Belakang Api, Gambar, atau di Belakang Wanita yang sedang Shalat (Al-Mughni jilid 1 halaman 242; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 69)

Para fuqaha sepakat tentang makruhnya shalat menghadap wajah manusia. Karena, Umar mengajarkan untuk tidak melakukan hal itu. Sayyidah Aisyah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat di pertengahan arah tempat tidur. Padahal, waktu itu aku sedang berbaring di antara beliau dan arah kiblat. Dan ketika membutuhkan sesuatu, aku enggan bangun hingga menghadapi beliau. Kemudian aku beranjak perlahan-lahan (Muttafaqun ‘alaihi). Hal itu karena seakan sujud pada orang tersebut. Hukum ini menurut Hanafiyyah termasuk
makruh tahrim.
Para ulama sepakat tentang makruhnya shalat menghadap api di tungku perapian, menghadap cahaya, lilin, sinar dan sejenisnya. Karena, api termasuk salah satu yang disembah selain Allah. Jadi, shalat menghadap api mirip dengan orang yang menyembah api.
Makruh juga hukumnya shalat menghadap gambar yang berada di arah kiblat, karena gambar termasuk salah satu yang disembah selain Allah. Sayyidah Aisyah berkata, “Aku punya kain yang bergambar dan aku pasang di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau shalat. Namun, kemudian beliau melarangku.” Rawi berkata, “Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyukainya.” HR. Abdurrahman bin Abu Hatim dengan sanadnya.
Selain itu, gambar-gambar dapat memalingkan pandangan seseorang kepadanya sehingga lalai pada shalat. Imam Ahmad berkata, “Makruh hukumnya menggantungkan sesuatu di arah kiblat, baik itu mushaf maupun yang lainnya. Namun, hal itu boleh dilakukan asal diletakkan di tanah.” Ulama Hanafiyyah berkata, “Boleh hukumnya shalat walaupun antara orang shalat dan arah kiblat ada mushaf atau pedang tergantung, karena keduanya tidak disembah. Boleh juga, shalat menggunakan sajadah yang bergambar karena diletakkan di bawah yang menunjukkan kehinaan.”
Shalat di belakang wanita yang juga sedang shalat hukumnya makruh karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tempatkanlah para wanita di barisan shalat paling belakang, sebagaimana Allah juga mengakhirkan mereka.” HR. Razin (Kunuzul Haqa’iq lil Manawi bihamisy Al-Jami’ash Shaghir jilid 1 halaman 12)
Adapun selain dalam shalat hukumnya tidak makruh karena hadits riwayat Aisyah di atas. Abu Hafsh meriwayatkan dari Ummu Salamah. Ia berkata, “Tempat tidurku arahnya di depan tempat shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”



PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)