BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto 
Dalam shalat membaca doa Qunut hukumnya mandub. Akan tetapi, fuqaha berbeda pendapat mengenai shalat yang ada doa qunut-nya. Ulama Hanafiyyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa doa Qunut dibaca hanya dalam shalat Witir saja. Doa ini dibaca sebelum rukuk menurut Hanafiyyah, dan sesudah rukuk menurut Hanabilah.
Menurut Malikiyyah dan Syafi'iyyah bahwa shalat yang ada doa Qunutnya adalah shalat Subuh. Dibaca setelah rukuk menurut Syaf iyyah, namun menurut Malikiyyah yang afdhal doa ini dibaca sebelum rukuk. Doa ini makruh dibaca pada selain shalat Subuh, menurut Malikiyyah yang zhahir.
Menurut Hanafiyyah, Syafi'iyyah, dan Hanabilah, disunnahkan membaca doa Qunut dalam semua shalat fardhu jika kaum Muslimin sedang tertimpa bencana atau musibah. Hanabilah meringkasnya dalam shalat Subuh, sedangkan Hanafiyyah membacanya hanya dalam shalat jahriyyah. Penjelasan lebih rincinya adalah sebagai berikut.

1. QUNUT WITIR DAN SUBUH

A. Madzhab Hanafiyyah

Ulama Hanafiyyah (Al-Bada’i jilid 1 halaman 273; Al-Lubab jilid 1 halaman 78; Fathul Qadir jilid 1 halaman 309; Ad-Durrul Mukhtar jilid 1 halaman 626-628) berkata, “Disunnahkan bagi seseorang untuk membaca doa Qunut dalam shalat Witir sebelum rukuk. Caranya, setelah selesai membaca surah langsung bertakbir sambil mengangkat kedua tangan seperti ketika takbir iftitah, meletakkan kedua tangan di bawah pusar, dan kemudian baru membaca doa Qunut. Setelah selesai membaca doa Qunut, baru kemudian rukuk. Tidak disunnahkan membaca doa Qunut selain dalam shalat Witir kecuali jika kaum Muslimin mengalami bencana atau musibah, maka disunnahkan membaca doa Qunut dalam shalat fardhu yang jahriyyah. Adapun doa Qunut yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu shalat Subuh selama satu bulan, hal ini telah dihapus dengan ijma. Dan juga, karena hadits riwayat Ibnu Mas'ud yang berbunyi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa Qunut dalam shalat Subuh selama satu bulan dan setelah itu beliau tidak membacanya lagi.” HR. Al-Bazzar, Ath-Thabrani, Ibnu Abi Syaibah, dan Ath-Thahawi (Nashbur Raayah jilid 2 halaman 127). lmam Ahmad dan Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits yang dishahihkan oleh Ibnu Majah dari Abu Malik Al-Asyja'i, bahwa ayahnya pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Namun, mereka semua tidak membaca doa Qunut. Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca doa Qunut selama satu bulan kemudian meninggalkannya. Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas, ia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca doa Qunut dalam shalat Maghrib dan Subuh." Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa untuk suku Mudhar sehingga Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi, “Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)...." (Ali Imraan: 128) Imam Ahmad dan lmam Muslim meriwayatkan hadits yang dishahihkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Al-Barra' bin Azib bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca doa Qunut dalam shalat Maghrib dan Subuh.” (Nailul Authaar jilid 2 halaman 338-344)
Hukum doa Qunut menurut Hanafiyyah: menurut Abu Hanifah sendiri doa Qunut hukumnya wajib, namun menurut Muhammad dan Abu Yusuf, doa Qunut hukumnya sunnah.
Doa Qunut dibaca hanya dalam shalat Witir dan dilakukan pada rakaat ketiga sebelum rukuk. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat seperti Umar, Ali, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, dan Ubay bin Ka'ab. Mereka meriwayatkan bahwa doa Qunut yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat Witir itu dilakukan sebelum rukuk (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 123).
Adapun ukuran lama bacaan doa Qunut itu sama seperti lamanya membaca surah Al-Insyiqaaq. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau membaca doa Qunut, “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu.” Atau “Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Lamanya doa yang beliau baca sekitar lamanya membaca surah Al-lnsyiqaaq.
Redaksi doa qunut yang dipilih oleh Hanafiyyah dan Malikiyyah adalah doa yang berbunyi,(اللهم إنا نستعينك ونستهديك، ونستغفرك ونتوب إليك، ونؤمن بك ونتوكل عليك، ونثني عليك الخير كله، ونشكرك ولا نكفرك، ونخلع ونترك من يفجرك. اللهم إياك نعبد ولك نصلي ونسجد، وإليك نسعى ونحفض، نرجو رحمتك ونخشى عذابك إن عذابك الجد بالكفار ملحق) “Ya Allah, kami mohon pertolongon dan petunjuk-Mu. Kami mohon ampun dan bertobat kepada-Mu. Kami beriman dan bertawakal kepada-Mu. Kami memuji segala kebaikan untuk-Mu. Kami bersyukur don tidak menyekutukan-Mu. Kami tinggalkan orang-orang yang durhaka kepada-Mu. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah, hanya kepada-Mu kami shalat dan sujud. Kami bergegas menjalankan perintah-Mu. Kami mohon rahmat-Mu dan takut siksa-Mu, karena siksa-Mu benar-benar nyata atas orang-orang kafir.” Doa Qunut ini berasal dari Umar.
Dalilnya hadits riwayat mursalnya Abu Dawud dari Khalid bin Abu Imran. Ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa atas suku Mudhat Malaikat Jibril datang dan memberikan isyarat kepada Nabi agar diam. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diam, Jibril berkata, 'Muhammad! Allah tidak mengutusmu untuk mencaci dan melaknat, namun untuk memberikan rahmat bagi sekalian alam. Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu.' Kemudian Jibril mengajarkan doa Qunut kepada beliau, yaitu doa yang berbunyi, allaahumma innaa nasta'iinuka... dst..” (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 135)
Para sahabat sendiri sepakat dengan doa Qunut ini. Redaksi doa Qunut ini lebih afdhal untuk dibaca, namun menggunakan redaksi doa qunut lain juga boleh. Membaca doa Qunut ini dan ditambah doa lain juga lebih baik. Yang lebih baiknya lagi doa ini dibaca setelah doa Qunut yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Hasan bin Ali, yang berbunyi, allaahummah dinaa fiiman hadait...dst.. HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud (Al-Majmu’ jilid 2 halaman 477)
Kemudian setelah itu membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan keluarga dengan mengucapkan “washallallaahu 'alaa sayyidinaa Muhammad wa 'alaa aali wa shahbihi wa sallam”. Bagi orang yang tidak bisa berbahasa Arab  atau tidak hafal doa Qunut maka boleh menggantinya dengan ucapan (يا رب) atau (اللهم اغفرلي) sebanyak tiga kali. Atau boleh juga menggantinya dengan doa yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 201, yaitu “Ya Allah, berilah kami kebaikan dalam kehidupan dunia, dan akhirat serta jauhkanlah kami dari siksa api neraka.”
Akan tetapi, membaca ayat ini lebih baik daripada hanya membaca istighfar. Menurut pendapat yang terpilih, membaca doa Qunut dengan suara rendah, baik bagi imam maupun makmum.
Bagaimana jika seseorang lupa tidak membaca doa Qunut? Jika lupa tidak membaca doa Qunut saat posisi rukuk, dan baru ingat setelah bangkit dari rukuk, maka lanjutkanlah shalat sampai selesai. Namun, sebelum salam menggantinya dengan sujud Sahwi.
Jika seorang madzhab Hanafi shalat di belakang imam bermadzhab Syafi'i, maka rukuknya mengikuti imam, karena doa Qunut dalam madzhab Syafi'i dibaca setelah rukuk. Jika seorang makmum mendapatkan imam dalam rukuk rakaat ketiga shalat Witir, maka ia dianggap mendapatkan doa Qunut. Karena itu, ia tidak perlu membaca doa Qunut lagi pada akhir shalatnya.
Jika seorang imam membaca doa Qunut dalam shalat Subuh, maka menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad, para makmum dianjurkan untuk diam. Karena, doa Qunut dalam shalat Subuh sudah dihapus dan tidak perlu diikuti. Pendapat ini termasuk pendapat yang azhar dalam madzhab Hanafiyyah. Akan tetapi, Abu Yusuf berpendapat agar makmum mengikuti imam yang membaca Qunut pada shalat Subuh, karena pendapat ini juga hasil ijtihad.

B. Madzhab Malikiyyah

Menurut Malikiyyah (Asy-Syarhush Shaghir jilid 1 halaman 331; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 248; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 61) disunnahkan membaca doa qunut Subuh dengan suara rendah, namun tidak pada shalat Witir dan lainnya. Afdhalnya dibaca sebelum rukuk, namun boleh juga membaca doa Qunutsetelah rukuk. Adapun redaksi doa Qunut yang dipilih adalah yang berbunyi, “Allaahumma innaa nasta'iinuka. dst,” sama seperti madzhab Hanafiyyah. Namun, tanpa tambahan doa allaahummah dinaa fii man hadait...dst, menurut pendapat yang masyhur. Doa Qunut dibaca dengan suara rendah, baik imam, makmum, maupun shalat sendirian.
Boleh juga mengangkat kedua tangan ketika membaca doa Qunut.

C. Madzhab Syafiyyah

Menurut Syafi'iyyah (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 166; Al-Majmu’ jilid 2 halaman 474-490; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 81; Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman 168), disunnahkan membaca doa Qunut pada posisi i'tidal kedua shalat Subuh, sedangkan redaksi Qunut yang dipilih adalah yang berbunyi, (اللهم اهدني فيمن هديت وعافني فيمن عافيت وتولي فيمن توليت وبارك لي فيما أعطيت وقني شر ما قضيت إنك تقضي ولا يقضى عليك وإنه لا يدل من واليت ولا يعز من عاديت تباركت ربنا وتعاليت فلك الحمد على ما قضيت أستغفرك وأتوب عليك. السلام على سيدنا محمد النبي الأمي وعلى آله وصحبه وسلم) “Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan anugerahilah aku afiat bersama orang-orang yang Engkau anugerahi afiat, jadilah Engkau sebagai waliku bersama dengan orang-orang yang Engkau menjadi wali mereka, berkahilah semua rezeki yang Engkau berikan kepadaku, dan hindarkanlah aku dari segala keburukan yang telah Engkau tetapkan, karena sesungguhnya Engkaulahyang menentukan dan tidok ada sesuatu pun yang menentukan-Mu. Aku mohon ampun dan bertobat kepada-Mu. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada penghulu kita Muhammad seorang nabi yang ummi, juga keluarga, dan para sahabatnya.”
Adapun bagi imam, maka doa Qunutnya menggunakan redaksi jamak, yaitu dengan mengucapkan, allahummah dinaa... sampai akhir doa. Redaksi jamak ini berdasarkan hadits riwayat Imam Al-Baihaqi, namun diterapkan bagi seorang imam. Dalam kitab Al-Adzkaar, Imam An-Nawawi berpendapat bahwa bagi seorang imam makruh hukumnya menghususkan doa untuk dirinya sendiri karena ada satu hadits yang berbunyi, “Janganlah seseorang mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri bila ia menjadi imam dalam shalat. Jika ia melaksanakan hal itu, maka ia telah mengkhianati para makmum.” Secara umum doa Qunut ini artinya, "Ya Allah, tunjukkanlah aku pada jalan yang menyampaikanku kepada-Mu bersama orang-orang yang Engkau tunjukkan jalannya kepada-Mu. Dan selamatkanlah kami dari bencana bersama orang-orang yang Engkau selamatkan. Jagalah perkaraku bersama orang-orang yang Engkau jaga perkaranya. Ya Allah, turunkanlah berkah kepadaku. Jagalah diriku dari benci dan sedih terhadap takdir-Mu, namun takdir-Mu tetaplah terlaksana. Engkaulah yang memberikan keputusan dan tidak ada kekuatan yang mampu menguasai-Mu. Orang yang perkaranya Engkau kuasai tidak akan hina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mendapat kemuliaan. Kebaikan-Mu bertambah sesuai keagungan-Mu. Segala puii bagi-Mu, sumber segala keindahan. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu."
Dalil yang mereka gunakan untuk memilih redaksi doa Qunut ini adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak. Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika bangkit dari rukuk pada shalat Subuh rakaat kedua, maka beliau mengangkat kedua tangan lantas berdoa allaahummah dinii fiiman hadait...” HR. At-Tirmidzi dan hadis ini dianggapnya berkedudukan hasan. Imam Al-Baihaqi menambahkan redaksi Falakal hamdu'alaa maa qadhait. Hadis ini shahih menurut Imam Al-Hakim.
Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu membaca doa Qunut dalam shalat Subuh sampai beliau meninggal dunia.” HR. Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas (Subulus Salam jilid 1 halaman 187). Imam Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani menambahkan redaksi wa laa yu’izzu man ‘adaait.
Umar ibnul Khaththab juga membaca doa Qunut di hadapan para sahabat lain. Menurut pendapat yang shahih, disunnahkan membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada akhir doa Qunut, karena ada hadits shahih yang menjelaskan tentang hal itu, sebagaimana disunnahkannya membaca shalawat atas keluarga beliau dan seperti halnya sunnahnya mengangkat kedua tangan dalam doa Qunut seperti dalam doa-doa lainnya. Semua itu dilakukan
karena mengikuti sunnah Rasulullah. HR. Ahmad, Abdur Razaq, Ad-Daruquthni dan Ishaq bin Rahawaih (Nashbur Rayah jilid 2 halaman 131)
Di dalam doa, disunnahkan untuk membalikkan kedua telapak tangan ketika berdoa untuk menghilangkan bencana, sedangkan untuk doa yang isinya memohon sesuatu yang baik, maka posisi telapak tangan menengadah ke langit. Akan tetapi, sebagian ulama Syafi'iyyah tidak mensunnahkan hal itu, walaupun doa Qunutnya sampai pada ucapan waqinii syarra maa qadhait. Alasannya, karena tidak seharusnya dalam shalat ditambahkan gerakan lain.
Pendapat yang shahih adalah tidak mengusapkan kedua tangan ke wajah setelah selesai doa Qunut, karena tidak ada hadits yang menjelaskan hal itu, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Baihaqi.
Bagi seorang imam disunnahkan untuk membaca doa Qunut dengan suara tinggi, karena mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Al-Baihaqi dengan sanad jayyid) Adapun bagi makmum sunnahnya untuk mengamini doa Qunut dengan suara keras hingga pada bacaan wa qinii syarra maa qadhait. Kemudian disusul dengan membaca pujian dengan suara rendah. Dimulai dari bacaan yang berbunyi, fainnaka taqdhii... sampai akhir bacaan itu. Bacaan ini sampai akhir disebut dzikir atau pujian, jadi layaknya dibaca juga oleh makmum. Boleh juga makmum membaca menyerukan kata asyhad, namun ikut membaca dzikir itu lebih utama menurut sebagian ulama. Sebagian ulama lain menganggap yang lebih utama adalah yang kedua, yaitu mengucapkan asyhad setiap kali mendengar imam membaca dzikir tersebut. Jika tidak mendengar doa Qunut imam, maka disunnahkan bagi makmum untuk membaca doa Qunut sendiri dengan suara rendah seperti doa dan dzikir lain dalam shalat.
Apakah membaca shalawat Nabi termasuk bagian dari doa sehingga patut untuk diamini? Ataukah termasuk pujian sehingga makmum ikut membacanya? Pendapat yang mu'tamad menyatakan bahwa bacaan shalawat termasuk doa. Akan tetapi lebih utamanya menggabungkan keduanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Sungguh merugilah seseorang yang tidak membaca shalawat kepadaku ketika disebutkan namaku di hadapannya.” HR. Bukhari, Imam Al-Mawardi berkata, ”Kerasnya suara doa Qunut di bawah kerasnya suara bacaan.”
Dan mengamini shalawat termasuk juga disebut membaca shalawat. Boleh juga membaca doa Qunut dengan selain redaksi yang sudah disebutkan di atas dengan syarat dzikir itu berisi doa dan pujian, seperti contohnya doa allaahummaghfir lii yaa Ghafuur. Kalimat ighfir lii termasuk doa, sedangkan yaa Ghaffuur termasuk pujian. Boleh juga dengan dzikir yang berbunyi, warhamnii yaa Rahiim, atau walthuf bii yaa Lathiif. Namun, lebih utamanya tetap menggunakan doa Qunut di atas, yaitu allaahummah dinii sampai akhir.
Makruh hukumnya memanjangkan bacaan doa Qunut seperti juga tasyahud awal. Akan tetapi, sunnah hukumnya menggabungkan dua bacaan Qunut yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu doa allaahummah dinii, dan qunut dari Umar dan putranya, yang berbunyi allaahumma innaa nasta'iinuka wa nastahdiika... sampai akhir. Penggabungan dua doa Qunut ini boleh dilakukan oleh orang shalat munfarid dan imam yang makmumnya sudah terbiasa dengan bacaan Qunut panjang. Akan tetapi jika memilih salah satu dari keduanya, maka lebih baik memilih doa Qunut yang pertama.
Selain menggabungkan dua doa Qunut di atas, boleh juga menambahkan doa yang berbunyi, (اللهم عذب الكفرة والمشركين أعدائك أعداء الدين الذين يصدون عن سبيلك ويكذب رسلك ويقاتل أولياءك. اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات، والمسلمين والمسلمات، الأحياء منهم والأموات. اللهم أصلح ذات بينهم وألف بين قلوبهم، واجعل في قلوبهم الإيمان والحكمة وثبتهم على ملة رسولك، وأوزعهم أو أمهلهم أن يوفوا بعهدك الذي عاهدتم عليه، وانصرهم على عدوهم. إله الحق واجعلنا منهم) “Ya Allah, timpakan siksaan terhadap orang kafir, dan orang-orang musyrik, musuh-musuhmu yang senantiasa memusuhi agama-Mu, menghalang-halangi jalan menuju-Mu, mendustakan utusan-Mu, dan memerangi para wali-Mu. Ya Allah, ampunilah orang-orang mu'min, dan mu'minat, muslimin, dan muslimat, orang-orang yang masih hidup, dan yang telah wafat di antara mereka. Ya Allah, berikanlah kedamaian di antara mereka, lembutkan hati mereka, jadikanlah keimanan, dan hikmah dalam hati mereka, kokohkanlah mereka untuk berpegang teguh pada agama Tuhan-Mu, ilhamilah mereka untuk berpegang teguh atas janji yang Engkau janjikan, dan tolonglah mereka dalam menumpaskan musuh-Mu, dan musuh mereka. Tuhan yang benar, dan jadikanlah kami termasuk di antara mereka (mu'min, dan muslim).” HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah. Hadis ini shahih.
Doa Qunut termasuk sunnah Ab'adh, artinya jika tidak dilaksanakan maka harus menggantinya dengan sujud Sahwi sebagaimana juga ketika tidak membaca Qunut karena mengikuti imam yang bermadzhab Hanafi, atau imamnya tidak membaca dan dia sendiri membacanya.

D. Madzhab Hanabilah

Pendapat Hanabilah (Al-Mughni jilid 1 halaman 151-155; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 490-494) mirip dengan pendapat Hanafiyyah, yaitu disunnahkan membaca doa Qunut hanya dalam shalat Witir pada rakaat tunggal dan dilakukan setelah rukuk sebagaimana pendapat Imam Asy-Syafi'i dalam Witir pertengahan akhir bulan Ramadhan. Boleh juga membaca doa Qunut sebelum rukuk. Ibnu Mas'ud berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca doa Qunut setelah rukuk.” (HR. Muslim). Akan tetapi, Humaid meriwayatkan bahwa suatu hari Anas pernah ditanya mengenai qunutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam shalat Subuh. Ia menjawab, “Kami membaca doa Qunut sebelum rukuk dan setelahnya.” HR. Ibnu Majah.
Doa Qunut dibaca dengan suara keras, jika memang sebagai imam ataupun munfarid. Dan doa Qunut yang lebih utama, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Qudamah adalah redaksi yang berbunyi, allaahummah dinaa fiiman hadait karena Hasan bin Ali berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengajarkan doa untuk dibaca pada shalat Witir. Doa itu berbunyi, allaahummah dinii fiiman hadait...” HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Ia berkata, hadits ini tingkatannya hasan. Dan kami tidak mendapatkan doa Qunut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih baik daripada doa ini. Hadits ini juga diriwayatkan oleh lmam Ahmad, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah (Subulus Salaam jilid 1 halaman 186; Nashbur Raayah jilid 2 halaman 122).
Dari Umar, bahwa ia membaca doa Qunut pada shalat Subuh dengan doa yang berbunyi, bismillaahirrahmaanirrahiim, allaahumma innaa nasta'iinuka... kemudian membaca shalawat atas Nabi beserta keluarga. Boleh juga menambahkan doa lain selain doa Qunut sesuai keperluan.
Jika imam sedang membaca doa Qunut, maka para makmum di belakang mengamininya sambil mengangkat kedua tangan lalu mengusapkan keduanya pada wajah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Jika engkau berdoa kepada Allah, maka memohonlah dengan menegadahkan kedua tangan dan jangan membalikkan keduanya. Jika engkau selesai berdoa, maka usapkanlah kedua tangan pada wajah.” HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Imam Sa'ib bin Yazid meriwayatkan, ayahnya berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika berdoa selalu mengangkat kedua tangan dan mengusapkannya pada wajah beliau.” HR. Abu Dawud dari Ibnu Lahi’ah.
Disunnahkan bagi makmum untuk mengamini qunutnya imam jika memang ia mendengar, namun jika tidak mendengar, maka ia membaca doa Qunut sendiri.
Menurut Hanabilah tidak disunnahkan membaca doa Qunut dalam shalat Subuh ataupun shalat-shalat lainnya selain witir; sebagaimana juga pendapat Hanafiyyah. Dalilnya hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membaca doa Qunut satu bulan penuh sambil mendoakan salah satu penduduk daerah Arab, namun kemudian beliau meninggalkannya.” HR. Muslim, Abu Hurairah, Abu Mas’ud dan Abu Malik meriwayatkan hadis yang mirip seperti di atas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)