BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

ADAB-ADAB DALAM BERDOA

Menurut Imam Ghazali (Ihya’ Ulumiddin jilid 1 halaman 274-278), mengangkat kedua tangan hingga terlihat bagian ketiaknya, dan batas ketinggian mengangkat kedua tangan adalah setinggi kedua bahu, kecuali jika dalam perkara yang berat. Kemudian mengusapkan kedua tangan pada wajah karena mengikuti sunnah. Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad marfu' yang hasan dari Malik bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bersabda, “Jika kalian memohon kepada Allah, maka memohonlah dengan menengadahkan kedua telapak tangan kalian. Jangan memohon dengan punggung tangan.”
Dalam doa kedua tangan digabungkan, karena Imam Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Kabiir-nya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya ketika berdoa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menggabungkan kedua tangan beliau dengan posisi terbuka. Akan tetapi, dalam kitab Al-Mawaahib hadits ini dianggap dhaif.
Kemudian memulai doa dengan hamdalah dan pujian kepada Allah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Jika kalian berdoa, maka mulailah dengan hamdalah dan pujian kepada Allah, diiringi dengan membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baru kemudian membaca doa sesuai dengan keinginan.” HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan At-Tirmidzi. Hadis ini dishahihkan oleh At-Tirmidzi.
Redaksi hamdalah yang paling afdhal adalah seperti ini, (الحمد لله حمدا يوافي نعمه ويكافئ مزيده يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلال وجهك وعظيم سلطانك) “Segala puji bagi Allah. Pujian bagi Dzat Yang telah memberikan nikmat-Nya, dan memberikan pahala. Wahai Tuhan kami milik- Mulah segala puji setara dengan kemuliaan Dzat-Mu, dan keagungan kekuasaan-Mu.”
Adabnya doa juga diakhiri dengan hamdalah karena Allah berfirman,”Doa mereka di dalamnya ialah 'subhaanakallaahumma’ dan salam penghormatan mereka ialah, 'Salaam’ dan penutup doa mereka ialah, Alhamdulillaahi Rabbil'aalamiin.” (Yunus: 10) Doa dalam ayat ini maksudnya, puja puji mereka kepada Allah. Subhanakallahumma artinya Mahasuci Engkau, wahai Tuhan kami. Salaam artinya, sejahtera dari segala bencana. Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin artinya, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Doa juga diakhiri dengan ayat yang berbunyi, “Mahasuci Tuhanmu, Tuhan Yang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan. Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam.” (Ash-Shaaffaat: 180-182)
Imam Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Siapa saja yang ingin timbangan amalnya di akhirat sempurna, maka jika hendak bangkit dari majelis agar membaca, “Mahasuci Tuhanmu, TuhanYang Mahaperkasa dari sifat yang mereka katakan Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam.” HR. Bukhari.
Membaca shalawat nabi pada awal dan akhir doa karena Jabir radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian menjadikan aku seperti tempat minum bagi penunggang binatang dalam perjalanan. Karena, penunggang itu memenuhi tempat minumnya dengan ain lantas meletakkannya di belakang, sedang barang-barang lainnya diletakkan di atas, Jika butuh air untuk minum, maka ia akan minum, atau wudhu. Dan jika tidakmembutuhkannya, maka ia akan menumpahkannya. Akan tetapi, jadikanlah aku dalam awal, pertengahan, dan akhir doa.” HR. Al-Bazar. Dalam hadis ini terdapat rawi yang dhaif, yaitu Musa bin Ubaidah (Majmauz Zawa’id jilid 10 halaman 155). Maksudnya perjalanan dalam hadis ini adalah janganlah kalian mengakhirkan penyebutanku dalam doa. Karena tempat minum bagi orang yang dalam perjalanan naik kuda atau sejenisnya selalu diletakkan di belakang.
Selain imam, orang yang berdoa adabnya menghadap kiblat karena sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat. Namun, menghadap kiblat makruh bagi imam karena sunnahnya menghadap para makmum, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Di antara adab berdoa adalah ilhah [sungguh- sungguh atau terus-menerus] dan khusyuk dalam berdoa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sungguh-sungguh dalam berdoa.” HR. At-Tirmidzi, Ibnu Adi dan Al-Baihaqi dari Aisyah (Al-Fathul Kabir jilid 1 halaman 355)
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan terkabulkannya permintaan kalian. Ketahuilah, bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang hatinya lalai.” HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Al-Hakim dari Abu Hurairah. At-Tirmidzi berkata hadis ini gharib.
Hendaknya mengulang doa sebanyak tiga kali karena hal ini menunjukkan kesungguh-sungguhan dalam berdoa. Ibnu Mas'ud berkata, “Jika berdoa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sering mengulangnya sebanyak tiga kali. Demikian juga ketika memohon.” HR. Muslim.
Di antara adab berdoa adalah bertobat dan istigfar. Doa yang diucapkan dengan suara rendah lebih afdhal daripada diucapkan dengan suara lantang karena Allah berfirman, “Sesungguhnya makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka tidak beriman.” (Al-Anfaal: 55) dianggap lebih afdhal karena berdoa dengan suara rendah lebih dekat pada keikhlasan. Membaca doa dengan suara lantang atau keras, baik dalam shalat maupun di luar shalat hukumnya makruh kecuali bagi jemaah haji. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baik haji adalah yang menyerukan talbiiah dan mengalirkan darah [kurban].” HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Umar. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Hakim dan Ibnu Majah dari Abu Bakar. Abu Ya’la meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Mas’ud. Akan tetapi hadis ini dhaif.
Yang termasuk adabnya doa adalah menyeluruh. Maksudnya meratakan doa, tidak hanya untuk dirinya sendiri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata kepada Ali, “Ratakanlah doamu.”
Hendaknya doa itu dilakukan dengan adab, baik dalam posisi maupun dalam redaksinya, khusyuk, khudhu', yakin, penuh pengharapan, dan serius. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Doa dari hati yang lalai tidak akan dikabulkan.”
Syarat doa adalah ikhlas. Di antara adabnya adalah berdoa dengan bertawasul menggunakan Asmaul Husna, bersedekah sebelum berdoa, dan memerhatikan waktu-waktu mustajab.
Di antara waktu-waktu doa yang mustajab adalah dalam pertengahan malam, antara adzandan iqamat, setiap selesai shalat fardhu, ketika imam naik mimbar pada hari Jumat hingga selesai shalat, dan di pengujung hari setelah shalat Ashar hari jumat. Hari Arafah juga termasuk waktu mustajab. Demikian juga ketika turun hujan, ketika tentara berangkat perang, dan ketika sujud.
Di antara adabnya lagi adalah menunggu terkabulkannya doa, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan akan dikabulkan, namun jangan terburu-buru, seperti dengan berkata, Aku sudah berdoa tapi tidak juga dikabulkan.”
Larangan ini karena ada hadits shahih marfu' yang berbunyi, “Doa kalian semua akan dikabulkan selama tidak terburu-buru.” Para sahabat bertanya, “Apa maksudnya terburu-buru?” Beliau menjawab, “Seorang berdoa lantas berkata, Aku sudah berdoa, namun belum juga dikabulkan.' Kemudian ia tidak lagi berdoa.”
Menurut Hanabilah, tidak makruh hukumnya berdoa sambil menatap ke langit dan mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri (Kasyaaful Qina’ jilid 1 halaman 430). Dalilnya hadits riwayat Miqdad yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw juga pernah melihat ke langit sambil berdoa, "Ya Allah, berikanlah makan pada orang-orang yang memberiku makan. Dan berikanlah minum pada orang yang memberiku minum." Akan tetapi hadits ini bertentangan dengan hadits riwayat Bazar dari Abu Hurairah dan para rawinya tsiqat. Hadits itu berbunyi, "Niscaya Allah akan membinasakan orang-orang yang memandang ke langit dalam shalat atau Allah akan membutakan mata mereka." (Majma'uz Zawaa'id jilid 10 halaman 167).
Dalilnya hadits riwayat Abu Bakrah, Ummu Salamah, dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Doa yang diucapkan Rasul awalnya berbunyi, “Ya Allah, aku berlindung dan memohon kepada-Mu.” Doa ini khusus untuk diri beliau sendiri. Juga hadits Aisyah yang berbunyi, “Sebaik-baik doa adalah doa seseorang untuk dirinya sendiri.” HR. Al-Hakim, dari Aisyah. Hadis ini shahih.
Disunnahkan dalam berdoa untuk meringankan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berlebih-lebihan dalam berdoa (hadis ini disebutkan dalam Kitab Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 431). Banyak permintaan dalam doa termasuk berlebih-lebihan.
Hendaknya berdoa dengan doa yang ma'tsur baik dari AI-Qur'an maupun hadits, atau dari para sahabat, tabi'in, dan imam-imam yang terkenal. Di antaranya adalah doa riwayat Ummu Salamah yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika selesai shalat Subuh
selalu membaca doa, (اللهم إني أسئلك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا) “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu bermanfaat, rejeki yang baik dan amal yang diterima.”
Di antara doa ma'tsur yang komplet adalah doa yang berbunyi, (اللهم إني أسألك موجبات رحمتك، وعزائم مغفرتك، والسلامة من كل إثم، والغنيمة من كل بر، والفوز بالجنة، والنجاة من النار. اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن، وأعوذ بك من العجز والكسل، وأعوذ بك من الجبن والبخل والفشل، ومن غلبة الدين وقهر الرجال. اللهم إني أعوذ بك من جحد البلاء، ودرك الشقاء، وسوء القضاء وشماتة الأعداء، وأضال الداء)) “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan segenap rahmat-Mu, dan kepastian ampunan-Mu, Aku memohon keselamatan dari setiap dosa, keberuntungan dari setiap kebaikan, mendapatkan nikmat surga, dan selamat dari siksa neraka. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan, dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari ketidak mampuan, dan malas. Aku berlindung kepada-Mu dari rasa takut, kikir, kegagalan, banyak utang, dan berada di bawah kekuasaan orang. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kedahsyatan cobaan yang memberatkan, terjerumus dalam kesengsaraan, keburukan dari qadha-Nya, penghinaan musuh, dan sejelek-jeleknya tempat penyakit.” HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Abi Syaibah (Nailul Authar jilid 2 halaman 304)




PEMBAHASAN LENGKAP
FIKIH 4 MADZHAB & FIKIH AHLI HADIS/ATSAR


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)