BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto



1. TENTANG ADZAN, MAKNA, PENSYADATAN & FADHILAH ADZAN

Arti adzan menurut bahasa (etimologi) adalah al-i'laam (memberi tahu). Arti ini dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala, “Dan satu maklumat (pemberitahuan/wa adzaanun) dari Allah  dan Rasul-Nya kepada umat manusia....” (At-Taubah: 3)

Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji....” (Al-Hajj: 27)
Adapun arti adzan menurut istilah syara' adalah gabungan perkataan tertentu yang digunakan untuk mengetahui waktu shalat fardhu (Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 133), atau dapat juga diartikan sebagai pemberitahuan tentang waktu shalat dengan lafaz-lafaz tertentu (Nailul Authar jilid 2 halaman 31; Al-Lubab Syarhul Kitab jilid 1 halaman 62; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 266).
Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Al-Ijma' menyatakan bahwa adzan adalah disyariatkan dalam agama. Hal ini disebabkan adzan mempunyai banyak keutamaan dan pahala yang besar. Dalil dari Al-Qur'an adalah firman Allah Ta’ala, “Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) shalat.... “ (Al-Maa'idah: 58)
Banyak pula dalil yang bersumber dari hadits berkenaan dengan pensyariatan adzan ini. Di antaranya adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dan Muslim, “Apabila tiba waktu shalat, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan dan yang lebih tua dari kalian hendaklah menjadi imam.” Hadis riwayat Malik Ibnul Huwairits (Nailul Authar jilid 2 halaman 32).
Hadits Abdullah bin Zaid juga menunjukkan tentang cara adzan yang diketahui melalui mimpi yang terdapat dalam hadits yang panjang. Mimpi Abdullah itu juga diperkuat oleh Umar ibnul Khaththab. Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ia adalah mimpi (ru'ya) yang benar, insya Allah. Pergilah kepada Bilal dan ceritakan apa yang telah engkau lihat (impikan). Sesungguhnya suaranya lebih lantang daripada suaramu.” Hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud (Nailul Authar jilid 2 halaman 35 dan seterusnya).
Sandaran adzan bukan saja ar-ru'ya, ia juga diperkuat dengan wahyu. Al-Bazzar meriwayatkan, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pada malam Isra' telah dikenalkan dengan adzan dan beliau diperdengarkan adzan di atas langit yang ketujuh. Kemudian Jibril mendatanginya, dan beliau menjadi imam ahli langit. Di antara mereka adalah Nabi Adam dan Nabi Nuh. Allah Ta’ala menyempurnakan kemuliaannya melebihi penduduk langit dan bumi.”
Tetapi, hadits ini adalah hadits gharib. Hadits yang shahih menyatakan bahwa adzan mulai dikumandangkan di Madinah, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Umar (Nashbur Rayah jilid 1 halaman 260 dan seterusnya).
Jadi, ru’ya (mimpi tentang) adzan terjadi pada tahun pertama Hijrah dan direstui oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.
Pahala mengumandangkan adzan adalah besar. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kalaulah orang-orang mengetahui pahala yang ada dalam adzan dan pahala yang terdapat dalam barisan pertama shalat, kemudian mereka tidak ada jalan untuk mendapatkannya selain dengan cara membuat undian, niscaya mereka akan melakukan undian itu.” Hadis ini muttafaqun ‘alaihi dari Abu Hurairah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Jika kamu berada bersama-sama dengan kambingmu atau sedang berada di kebunmu dan engkau beradzan untuk shalat, hendaklah engkau mengeraskan suara untuk menyeru orang supaya melakukan shalat. Sebab, suara adzan seseorang yang didengar oleh jin atau manusia atau sesuatu apa pun, maka mereka akan menjadi saksi baginya pada Hari Akhir.” Hadis riwayat Al-Bukhari, dari Abu Sa’id Al-Khudri.
Dalam sebuah hadits yang lain juga disebutkan, “Tukang adzan adalah orang yang paling panjang lehernya di Akhirat.” Hadits riwayat Imam Muslim, Ahmad, dan lbnu Majah, dari Mu'awiyah (Nailul Authar jilid 2 halaman 33). Hadits yang diriwayatkan oleh lbnu Majah, dari lbnu Abbas adalah hadits marfu'. Matannya adalah, "Barangsiapa mengumandangkan adzan selama tujuh tahun dengan penuh keikhlasan, maka dia dicatat terlepas dari api neraka."
Menurut pendapat ulama madzhab Syafi'i dan Hambali yang shahih, adzan dan iqamah adalah lebih utama daripada menjadi imam. Hal ini disebabkan Allah Ta’ala berfirman “Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orangyong menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan....” (Fushshilat: 33)
Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Mereka yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah muadzdzin (tukang adzan).” Hadits yang sebelumnya juga menyatakan tentang kelebihan adzan. Begitu juga dengan hadits berikut ini, “Imam bertanggung jawab (dhamin). Muadzin adalah orang yang dipercayai (amanah). Ya Allah, berilah petunjuk kepada para imam dan ampunilah tukang adzan.” Hadis riwayat lmam Asy-Syafi'i, Ahmad, Abu Dawud. At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah, dari Abu Hurairah (op. cit). Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dengan isnad shahih menyebutkan, "Sesungguhnya sebaik-baik hamba Allah itu adalah mereka yang menjaga matahari, bulan, bintang, dan bayang-bayang karena hendak mengingati Allah."
Dalil yang menunjukkan bahwa muadzdzin lebih utama daripada imam adalah karena amanah lebih tinggi daripada dhaman dan ampunan juga lebih utama daripada petunjuk. Perlu dicatat juga, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para khalifah tidak melakukan tugas adzan ini karena mereka tidak mempunyai banyak waktu (Al-Mughni jilid 1 halaman 403; Kasysyaful Qina’ jilid 1 halaman 267; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 138).
Menurut pendapat ulama Hanafi, iqamah dan menjadi imam adalah lebih utama daripada adzan. Sebab, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para khalifahnya menjalankan tugas imam, tetapi mereka tidak menjalankan tugas menjadi muadzdzin.



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)