BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto

PENDAHULUAN

Sahnya shalat bergantung kepada kesempurnaan syarat dan rukunnya. Pengertian syarat menurut bahasa (etimologi) adalah tanda. Sedangkan arti syarat menurut istilah syariat Islam, adalah perkara yang menjadi sandaran atas kewujudan sesuatu yang lain dan perkara tersebut termasuk unsur eksternal dari hakikat sesuatu itu (tidak termasuk bagian dari hakikat sesuatu tersebut).
Pengertian rukun dari segi bahasa (etimologi) adalah bagian yang terkuat dari suatu perkara. Adapun menurut istilah, rukun berarti perkara yang menjadi sandaran bagi kewujudan sesuatu yang lain dan ia adalah bagian inti dari sesuatu tersebut yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Setiap syarat dan rukun merupakan sifat kefardhuan (washful fardhiyyah), sehingga kedua-duanya adalah fardhu. Oleh sebab itu, sebagian fuqaha menamakan judul pembahasan ini dengan fardhu-fardhu shalat. Syarat shalat terbagi menjadi dua jenis, yaitu syarat wajib dan syarat sah atau syarat pelaksanaan. Syarat wajib adalah perkara yang menyebabkan wajibnya melakukan shalat, seperti mencapai umur baligh serta mempunyai daya berpikir. Syarat sah adalah perkara yang menyebabkan shalat menjadi sah, seperti bersuci.

SYARAT WAJIB SHALAT

Shalat diwajibkan kepada setiap umat Islam yang sudah mencapai umur dewasa (baligh) serta berakal. Dia juga tidak sedang berhalangan seperti sedang haid dan nifas. Syarat wajib shalat terdiri atas tiga perkara, yakni sebagai berikut (Muraqil Falah halaman 28; Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah halaman 44; Asy-Syarhush Shaghir jili 1 halaman 231, 233, 260-265; Asy-Syarhul Kabir jilid 1 halaman 201; Mughnil Muhtaj jilid 1 halaman 130-132; Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 53 dan setelahnya; Al-Mughni jilid 1 halaman 396-401, 615; Kasysyaful Qina’ halaman 306, 364; Al-Muharrar Fi Fiqhil Hambali jilid 1 halaman 29-33).

1. Syarat Pertama: lslam

Shalat diwajibkan kepada setiap umat Islam, baik lelaki ataupun perempuan, Menurut pendapat jumhur, shalat tidak diwajibkan kepada orang kafir dalam artian kewajiban tuntutan (wujuub muthaalabah) di dunia, karena shalat yang dilakukan oleh orang kafir adalah tidak sah. Tetapi dari sudut lain, orang kafir tersebut akan dihukum di Akhirat karena dia sebenarnya dapat melakukan shalat dengan memeluk agama Islam. Dan menurut prinsip jumhur ulama, orang kafir tetap terikat dengan hukum-hukum Islam meskipun dia kafir.
Menurut pendapat ulama Hanafi, orang kafir tidak wajib shalat. Pendapat ini berdasarkan
kepada prinsip yang mereka pegangi, bahwa orang kafir tidak terikat dengan hukum-hukum Islam, baik hukum di dunia maupun hukum di Akhirat.
Namun, ulama bersepakat bahwa orang kafir yang memeluk Islam tidak diwajibkan mengqadha' shalat yang telah lewat (sebelum ia masuk Islam). Pendapat ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawan-kawannya),
'Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu....”'(Al-Anfaal: 38)
Dan juga, berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, “(Dengan memeluk) Islam, (hal itu akan) menghapuskon apa (dosa-dosa) yang sebelumnya.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, dari sahabat Amru ibnul Ash. Imam Muslim dalam Shahihnya juga meriwayatkan hadits yang maknanya mirip dengan hadits Amru dengan redaksi, 'Apakah engkau tidak mengetahui, bahwa lslam itu menghancurkan apa yang sebelumnya? Sesungguhnya, hijrah menghancurkan apa yang sebelumnya. Dan sesungguhnya, haji menghancurkan apa yang sebelumnya." (Nailul Authar jilid l halaman 299)
Maksud hadits tersebut adalah terhapus semua kesalahan yang telah dilakukan semasa mereka masih kafir. Adapun orang yang murtad, ulama selain madzhab Hanafi berpendapat bahwa mereka wajib mengqadha' shalat (yang tidak dilakukan ketika dia dalam keadaan murtad) apabila dia kembali lagi kepada lslam. Aturan ini adalah sebagai hukuman kepadanya. Disebabkan, orang murtad masih terikat dengan hukum Islam. Maka, kewajiban-kewajibannya tidak gugur begitu saja ketika ia menjadi murtad (yaitu dengan mengingkari Islam), sebagaimana kewajiban-kewajiban finansialnya (seperti utang) juga tidak gugur begitu saja. Tetapi menurut pendapat ulama Hanafi, orang murtad tidak diwajibkan mengqadha'shalat (ketika dia kembali lagi memeluk Islam) sama seperti orang kafir asli.
Adapun amal ibadah dan semua amal kebajikan yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan memberikan faedah kepada mereka di Akhirat nanti, jika ketika mati dia berada dalam keadaan kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami akan jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqaan: 23)
Di dunia, orang kafir yang bekerja dengan baik tetap akan mendapat faedah, yaitu mendapat rezeki yang banyak dan kehidupan yang nyaman. Namun, jika memeluk Islam, dia akan
diberi pahala, tingkah lakunya yang baik dan juga amalan kebajikan yang dilakukan semasa dia kafir dulu tidak akan hilang atau terhapus. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan para perawi lain dari sahabat Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, yang menceritakan bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, 'Apakah pendapatmu tentang kebaikan yang aku lakukan semasa jahiliyah dulu, apakah aku akan mendapatkan pahala yang baik?” Lalu baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kamu memeluk Islam dengan membawa kebaikan yang telah kamu lakukan.”
Baginda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam melanjutkan sabdanya, “Apabila seorang hamba Allah Ta’ala memeluk Islam dan menjadi Muslim yang baik, maka Allah Ta’ala akan memaafkan semua keburukan yang telah dilakukan pada masa dulunya, Adapun perbuatan yang dilakukan setelah lslam, maka akan dibalas sesuai dengan kadar kesalahannya (qishash): setiap kebaikan akan dibalas dengan 10 hingga 700 kali lipat dan setiap kejahatan akan akan dibalas sama besarnya dengan kejahatan tersebut, kecuali jika Allah Ta’ala mengampuninya.” Hadis riwayat Al-Bukhari dan An-Nasa’i, dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri.
Imam An-Nawawi berkata, “Pendapat yang benar menurut para ulama yang sangat teliti, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan ijma' adalah bahwa apabila orang kafir melakukan suatu amalan yang baik seperti bersedekah atau silaturahmi kemudian dia memeluk Islam dan mati dalam keadaan Islam, maka semua pahala akan ditulis untuknya.” (Nailul Authar jilid 1 halaman 300)



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)