BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


HILANG UDZUR DALAM WAKTU SHALAT

Apabila sebab-sebab yang menghalangi kewajiban shalat sudah tidak ada –seperti anak-anak sudah menjadi baligh, orang gila menjadi waras, perempuan telah suci dari haid dan nifas, atau orang kafir memeluk Islam- dan masih ada sisa waktu untuk shalat yang hanya mencukupi untuk takbiratul ihram atau lebih, maka menqadha' shalat waktu tersebut adalah wajib. Hal ini adalah pendapat ulama madzhab Hambali dan Syafi'i yang azhhar.
Di samping itu, menurut pendapat jumhur selain ulama madzhab Hanafi, shalat lain yang dapat dijamak dengan shalat yang udzur seseorang hilang dalam waktunya, juga wajib diqadha'.
Menurut pendapat ulama madzhab Syafi'i dan Hambali, jika halangan tersebut hilang pada akhir waktu ashar sedangkan sisa waktu hanya tinggal sekadar cukup untuk takbiratul ihram, maka wajib juga mengqadha' shalat Zhuhur. Begitu juga jika hilang halangan pada akhir waktu isya, maka wajib juga mengqadha' shalat Maghrib. Karena kalaulah dalam masa duzur (waqtul 'udzur) waktu Zhuhur dianggap sebagai satu waktu dengan ashar dan waktu maghrib sebagai satu waktu dengan isya, maka dalam masa darurat(waqtudh dharurah) lebih wajar untuk dianggap sebagai satu waktu.
Meskipun demikian, disyaratkan pula masa hilangnya halangan itu cukup panjang, yaitu sekurang-kurangnya mencukupi untuk bersuci dan untuk melakukan kedua shalat (Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya) dengan bilangan rakaat yang paling pendek dan yang sah, seperti dua rakaat shalat qashar ketika musafir, sebelum halangan datang lagi.
Menurut pendapat ulama madzhab Maliki, jika udzur tersebut hilang sedangkan waktu yang tersisa dari waktu shalat yang kedua (Ashar atau Isya) dapat digunakan untuk melakukan lima rakaat shalat di luar masa musafir (masa biasa) atau tiga rakaat dalam masa musafir, maka diwajibkan juga shalat yang pertama (Zhuhur atau Maghrib). Karena dalam masa udzur, kadar waktu bagi rakaat pertama dari lima rakaat itu adalah untuk shalat yang pertama (Zhuhur atau Maghrib). Oleh sebab itu, shalat yang pertama juga diwajibkan karena waktunya mencukupi (untuk satu rakaat), sama seperti apabila dalam keadaan biasa (alwaqt al-mukhtaar). Sebaliknya, jika sisa waktu yang ada itu kurang dari kadar lima rakaat shalat di luar masa musafir atau kurang dari kadar tiga rakaat dalam masa musafir, maka tidak diwajibkan shalat yang pertama (Zhuhur atau Maghrib).
Jika waktu yang tersisa hanya cukup untuk satu rakaat, maka yang wajib diqadha' hanyalah
shalat yang kedua (Ashar atau Maghrib). Adapun shalat yang pertama (Zhuhur atau Isya) tidak perlu diqadha'. Sebaliknya, jika waktu yang tersisa tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat, maka kedua shalat tersebut gugur.
Menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, shalat yang wajib dilaksanakan hanyalah shalat
yang berada dalam waktu ketika udzur tersebut hilang. Hal ini disebabkan waktu shalat yang pertama (Zhuhur atau Maghrib) telah berlalu. Karena orang tersebut dalam keadaan udzur, maka tidak diwajibkan lagi. Begitu juga jika tidak ada waktu lagi untuk melakukan shalat yang kedua (Ashar atau Isya), maka tidak wajib juga melaksanakannya.
Menurut pandangan Syeikh Wahbah Zuhaili, pendapat inilah yang lebih tepat. Karena shalat diwajibkan bagi waktu yang tertentu, maka apabila waktunya telah terlewat -karena udzur- maka tidak diwajibkan lagi shalat yang telah lewat.

Datang Udzur dalam Waktu Shalat Setelah Lewat Masa yang Cukup untuk Melakukan Shalat

Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut adalah tiba-tiba gila, pingsan, atau tiba-tiba datang haid dan nifas. Kasus ini tidak terjadi dalam masalah menjadi kafir atau mencapai umur baligh.
Jika seorang dewasa (baligh) tiba-tiba gila atau pingsan, ataupun perempuan datang haid atau nifas pada awal waktu shalat fardhu atau di tengah-tengah waktu dan sebenarnya ada waktu yang cukup untuk melakukan shalat (sebelum kejadian itu), maka -menurut jumhur selain ulama madzhab Hanafi- orang tersebut wajib mengqadha' shalat tersebut, sekiranya telah berlalu masa yang mencukupi untuk shalat fardhu dan bersuci.
Adapun shalat yang kedua (Ashar atau Isya) -yang dianggap satu waktu dengan shalat yang pertama (Zhuhur atau Maghrib)- tidak wajib diqadha'. Hal ini disebabkan waktu shalat yang pertama tidak dapat digunakan untuk shalat yang kedua. Kecuali, jika kedua-duanya dilakukan secara jamak taqdim, tetapi tidak sebaliknya (yaitu waktu shalat yang kedua dapat digunakan untuk shalat yang pertama).
Dalil pendapat jumhur yang mengatakan wajib mengqadha' shalat waktu ketika terjadi udzur adalah karena awal waktu merupakan sebab bagi diwajibkannya shalat. Oleh sebab itu, apabila waktu shalat sudah masuk, maka seorang mukallaf dituntut untuk melakukan shalat bagi waktu tersebut, dengan diberi pilihan untuk melakukannya pada bagian mana pun dari waktu tersebut. Dengan syarat, dia adalah orang yang sudah terkena taklif pada awal waktu tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir....” (Al-Israa':78)
Tergelincirnya matahari dijadikan batasan sebagai tanda perintah syara' kepada orang mukallaf. Pendapat ini juga didasarkan kepada penjelasan hadits tentang awal waktu dan akhir waktu bagi setiap shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Waktu shalat adalah antara dua ini,” sebagaimana yang telah dijelaskan sebelum pembahasan ini. Semua dalil tersebut
menunjukkan bahwa waktu shalat itu luas (dari awal hingga akhir waktu). Oleh sebab itu, apabila ada sesuatu perkara yang diwajibkan, maka ia akan terus diwajibkan dan tidak akan gugur. Menurut pendapat Syeikh Wahbah Zuhaili, inilah pendapat yang paling shahih.
Menurut pendapat ulama madzhab Hanafi (ini merupakan khilaf di antara dua pendapat, perkara-perkara usul seperti ini hendaknya dirujuk kepada kitab-kitab utama, karena pembahasan mengenai masalah wajib ini sangatlah luas), orang yang mengalami udzur tidak diwajibkan melakukan shalat yang seharusnya dilakukan pada waktu terjadi udzur tersebut. Karena, yang menyebabkan wajibnya shalat adalah bagian waktu ketika seseorang melakukan shalat. Apabila seseorang belum melakukan shalat, maka ia wajib melakukannya dalam bagian waktu yang tersisa dari waktu shalat itu. Oleh karena itu, jika waktu terlewat karena terjadi udzur dalam waktu tersebut, maka tidak diwajibkan shalat pada waktu itu.



PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)