BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Al-Faqiir ilaa Ridhaa Rabbihi Eka Wahyu Hestya Budianto


2. Syarat Kedua: Suci dari Hadats Kecil dan Besar

Al-Hadats menurut arti bahasa adalah sesuatu yang terjadi. Al-Hadats menurut istilah syara' adalah hal yang menurut syara' dapat menyebabkan menghalangi seseorang melakukan beberapa jenis ibadah, apabila hal tersebut berada dalam anggota tubuh hingga hadats tersebut hilang.

Bersuci dari hadats kecil dan besar (junub, haid dan nifas) adalah dengan cara berwudhu, mandi, atau tayammum. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah....” (Al-Maa'idah: 6)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Allah Ta’ala tidak menerima shalqt tanpa bersuci.” Hadis riwayat al-jama’ah kecuali Imam Al-Bukhari dari Ibnu Umar.
Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah Ta’ala tidak menerima shalat yang dilakukan oleh salah seorang kalian jika berada dalam keadaan hadats hingga ia berwudhu.” Hadis riwayat Al-Bukari, Muslim, Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah. Hadis ini statusnya adalah shahih.
Bersuci dari hadats adalah syarat yang harus dipenuhi setiap melakukan shalat, baik shalat tersebut shalat fardhu ataupun sunnah, baik shalat yang lengkap ataupun tidak lengkap seperti sujud tilawah (sujud pada tempat-tempat tertentu dalam bacaan Al-Qur'an) dan sujud syukur. Oleh sebab itu, jika ada orang shalat tanpa bersuci, maka shalatnya tidak sah.
Menurut pendapat yang disepakati oleh para ulama (ijma'), apabila ada orang yang sengaja berhadats sewaktu shalat, maka shalatnya batal. Tetapi menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, kejadian tersebut tidak membatalkan shalat apabila terjadinya pada akhir shalat.
Adapun pendapat ulama madzhab Syafi'i dan Hambali, jika berlaku hadats, maka shalat seseorang menjadi batal dengan seketika. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Jika seseorang dari kalian kentut ketika shalat, hendaklah ia berpaling (berhenti dari shalat) dan mengambil air wudhu dan hendaknya mengulangi shalatnya lagi.” Hadis riwayat lima orang imam hadis dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban, dari Ali bin Talaq (Subulus Salam jilid 1 halaman 131).
Tetapi menurut pendapat ulama madzhab Hanafi, shalat tersebut tidak batal dengan seketika, kecuali jika orang tersebut berdiam diri selama sekadar satu rukun setelah terjadinya hadats tersebut dan ini dilakukannya dalam keadaan sadan tanpa udzur apa pun, maka shalatnya batal. Jika ada udzur, seperti keluar darah melalui hidung, ia boleh menyambung lagi shalatnya selepas bersuci dan boleh juga memulai shalat dari awal jika dia memang menghendakinya. Dalam keadaan hidung berdarah ini, hendaklah dia keluar dari shalat dengan cara menutupi hidungnya dengan tangan.
Pendapat ulama madzhab Maliki sama seperti pendapat ulama madzhab Hanafi, yaitu dalam keadaan darah keluar melalui hidung, shalat itu boleh disambung, tetapi dengan enam syarat. Dan juga, hendaknya dia keluar dari shalat dengan memegang hidungnya dari sebelah atas ujung hidungnya, bukan dari sebelah bawah pada bagian tulang hidung yang lembut supaya darah tidak mengendap pada kedua-dua lubang hidungnya. Enam syarat tersebut adalah: pertama, tidak berlumuran darah lebih dari ukuran uang satu dirham, jika lebih, hendaklah memutuskan shalatnya; kedua, tidak melewati tempat yang paling dekat untuk menyucikan darah, jika melebihi tempat tersebut, maka batallah shalatnya; ketiga, jarak tempat untuk bersuci tersebut dekat, jika tempatnya terlalu jauh, maka batal shalatnya; keempat, tidak membelakangi kiblat tanpa udzur, jika membelakangi kiblat tanpa sebab, maka shalatnya batal; kelima, tidak memijak benda najis semasa bergerak untuk bersuci, jika terpijak, maka batallah shalatnya; keenam, tidak bercakap ketika bergerak untuk bersuci, jika bercakap sekalipun terlupa, maka shalatnya batal.


PEMBAHASAN LENGKAP FIKIH 4 MADZHAB


Wallahu Subhaanahu wa Ta’aala A’lamu Bi Ash-Shawaab



The Indonesiana Center - Markaz BSI (Bait Syariah Indonesia)